Bagian 2

8 3 0
                                    

Author pov

Sementara Yeni yang masih terdiam di dalam kelas, ternyata Wulan ada di situ dan melihat semuanya. Wulan tadinya tidak peduli siapa pengirim bunga-bunga itu, tapi saat melihat Yeni yang berjalan ke arah kelasnya, membuat Wulan ingin mengetahui apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.

Melihat pengirim bunga itu, Wulan merasa familiar dengan gaya dan cara berpakaiannya. Wulan mengikuti pria itu sampai ke parkiran, saat pria itu menaiki motornya, Wulan akhirnya mengetahui siapa sebenarnya pria itu. "Ka Ifsan?" panggil Wulan mencoba untuk memastikan, pria itu menoleh dan melepaskan maskernya.

"Jadi.. Yang selama ini.." pria itu mengangguk dan manaruh jari telunjuk di bibirnya, mengisyaratkan bahwa Wulan tidak boleh memberitahukannya pada siapapun. Wulan mengangguk kaku menuruti perintah mantan ketua Osis sekaligus sahabat dari kakaknya itu.

Dia hanya terdiam sampai Ifsan pergi dari sana, "kalau kak Ifsan yang di balik semua masalah ini, pasti kak Rishab mengetahuinya. Kalau iya, akan kubunuh kau kak!" umpat Wulan dengan kasar dan bergegas pulang sebelum bertemu dengan Yeni dan harus berbohong dengannya.

Esoknya, Yeni tiba di sekolah pagi-pagi sekali. Dia mengitari seluruh sekolah untuk mencari seseorang tapi tidak ketemu. Akhirnya, ia memutuskan untuk langsung ke kelas. Ketika sampai ternyata Wulan sudah sampai dan sedang sarapan.

"Lan, ada yang ingin aku ceritakan." Mendengar ucapan Yeni, Wulan langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Yeni dengan serius. "Aku melihatnya kemarin," Wulan berusaha menutupi rasa gugup yang mulai menderanya. "Sayangnya muka cowo itu tertutup masker," lanjut Yeni membuat Wulan menghembuskan napas lega.

"Jadi ini tentang pengirim bunga itu? Come on, Yen!" ucap Wulan berpura-pura kesal dan melanjutkan kegiatan makannya. Yeni terdiam beberapa saat dan mulai membuka kotak bekalnya. 'maafkan aku, Lan. Sebenarnya aku mengetahui pria itu. Mata itu, mata yang sama.. Mata yang selama beberapa bulan ini telah mengusikku. Aku tidak mungkin salah mengenali,' gumam Yeni dalam hatinya.

"Lan, apa kamu menjaga UKS hari ini?" tanya Yeni yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Wulan. "Aku harus menjadi petugas apel hari ini," Yeni mengangguk mengerti dan meninggalkan bekalnya yang bahkan belum ia makan sedikitpun. 'Apa yang direncanakannya? Sebentar lagi sudah waktunya baris untuk apel, kenapa tidak jadi makan?' pikir Wulan.

Saat apel sedang berlangsung, seperti hari sebelumnya Yeni pingsan karena maagnya kambuh. Biasanya Wulan yang akan menanganinya, tapi kali ini Rishab lah yang turun tangan untuk mengurus sahabat adiknya sekaligus pujaan hati sahabatnya. "Apa dia baik-baik saja, Rishab?" tanya Ifsan dengan deru napas yang masih terengah-engah karena berlari.

"Tenanglah, San. Pujaan hatimu itu hanya pingsan, bukannya mati." Ucap Rishab pedas yang langsung dapat toyoran di kepalanya. "Diamlah!" ucap Ifsan menghampiri Yeni yang belum sadar. Ia menghela napas panjang melihat Yeni, "sudah dua hari berturut-turut kamu pingsan, apa kamu suka dengan bunganya? Sh*t! Aku seperti pemeran utama sinetron yang kekasihnya sedang sekarat." Ocehnya yang tidak sadar jika Yeni mulai membuka matanya.

Ifsan berbalik hendak meminta bantuan Rishab untuk menyadarkan Yeni, namun ada yang menarik kemejanya hingga ia berhenti namun juga enggan untuk berbalik. Tubuhnya kaku ketika Yeni semakin menariknya mendekat. "Tertangkap," ucap Yeni sambil tersenyum penuh kemenangan. "Mau kemana om?" tanya Yeni berusaha bangun dan turun dari brankar.

"Om banyak hutang penjelasan padaku. Dan berbaliklah, aku sudah mengetahuinya." Ucap Yeni membuat Ifsan mau tidak mau membalikkan badannya. "Kamu ngomong sama aku?" tanya Ifsan pura-pura tidak tahu. "Aku benci sekali dengan kebohongan," desis Yeni menatap Ifsan dengan penuh kebencian.

"Kamu kenapa? Kita aja gak kenal, tapi kenapa kamu menatapku dengan penuh kebencian kaya gitu?" masih dengan sandiwaranya, Ifsan masih tidak mau mengakui semuanya, tapi Yeni tersenyum miring saat melihat tangan Ifsan yang sudah mengepal. "Baiklah, jika om tidak mau mengakuinya juga.. Biar bunga yang om kasih padaku lah yang bertindak." Ucap Yeni seraya mengeluarkan bunga mawar dari saku roknya.

Yeni membawa setangkai bunga mawar yang masih berduri dan Ifsan pun mengerti apa yang akan dilakukan oleh Yeni. Ifsan menghembuskan napasnya dengan kasar, "baiklah. Apa maumu?" mendengar jawaban dari Ifsan membuat Yeni tersenyum puas. Di belakang Ifsan, terlihat Rishab yang mengangkat kedua jempolnya pada Yeni.

"Apa maksud om memberiku bunga-bunga ini?" tanya Yeni menatap Ifsan dengan tajam, sedangkan Ifsan menatap Yeni dengan jengkel karena merasa tidak terima dipanggil om. "Pertama, aku bukan om-om. Kita hanya berbeda tiga tahun. Yang kedua, aku memberi bunga itu karena kamu suka." Setelah berkata seperti itu, Ifsan langsung keluar dari UKS.

"Apa-apaan jawabannya itu," gumam Yeni sedikit greget dengan Ifsan yang sok jual mahal. Tak lama setelah Ifsan keluar dari UKS, Wulan datang ditemani oleh Rishab. "Apa hari ini hanya aku yang pingsan? Hanya aku yang sakit?" tanya Yeni membuat kakak beradik itu saling menatap satu sama lain.

"Ada kok tapi karena kamu tadi lagi ngobrol berdua sama Ifsan sang mantan ketua OSIS, sekaligus anak dari-"

"Aduh!" ucapan Rishab terhenti karena Wulan menginjak kaki Rishab dengan sepatu pantofelnya. Yeni menatap keduanya dengan curiga, "kalian tahu kan jika aku tidak suka dengan kebohongan?" tanya Yeni sambil menatap tajam keduanya. "Kak Rishab?" panggil Yeni membuat Rishab sedikit kehilangan ketenangannya.

"Apa kak Rishab kenal dengan abang-abang tadi?" lanjut Yeni menghampiri Rishab, "abang-abang?" Rishab mengalihkan pandangannya ke segala arah menghindari tatapan Yeni dan berusaha mencari kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan Yeni. "Dia sahabat kak Rishab, Yen. Cuma beda setaun sama kak Rishab. Dia di sini kerja sambilan buat bayar kuliahnya." Jelas Wulan yang membuat Rishab mengernyitkan dahinya bingung karena sedikit berbeda dari kenyataannya.

"Memangnya cukup gaji dari sekolah ini buat bayar kuliah? Belum lagi dia beli mawar-mawar ini buatku.." ucapan Yeni yang terdengar khawatir di telinga kedua kakak beradik itu, membuat keduanya menatap Yeni dengan aneh.

Sepulang sekolah, Yeni meminta kunci kelasnya pada ketua kelas. Yeni menutup pintu kelasnya dan tiduran di bawah meja miliknya. Hari semakin sore, senja pun sudah mulai menampakkan dirinya. Tak lama, Yeni mendengar suara derap langkah yang mendekat. Ia tersenyum miring saat melihat wajah kaget Ifsan.

"Ngapain kamu?" tanya Ifsan yang benar-benar sudah mati kutu, tidak bisa mengelak lagi. "Tentu saja mengambil bungaku, oh iya bang.. Besok-besok jangan memberiku bunga lagi, pikirkan saja uang untuk biaya kuliahmu, oke." Yeni keluar dari kelas dan tidak lupa untuk menguncinya.

"Kamu?" Ifsan menatap Yeni dengan tidak percaya. "Wulan memberitahu semuanya padaku. Abang kerja sambilan di sini buat bayar uang kuliah kan? Makanya itu gak usah beliin Yeni mawar lagi, makasih bunganya. Dah!" setelah berbicara panjang lebar, Yeni langsung mengambil bunganya lalu pergi.

"Jika ia tahu aku yang sebenarnya, ia pasti tidak akan mau kudekati seperti ini." Gumam Ifsan pelan, ia menghembuskan nafasnya lelah.. Ia sedikit khawatir dengan semua kebohongan ini. Gadisnya itu sangat membenci yang namanya kebohongan, lantas apa reaksi Yeni jika tahu semua ini adalah kebohongan.

Sejak saat itu, hubungan mereka semakin dekat. Bahkan Ifsan terkadang mengantarkan Yeni pulang ke rumah usai sekolah. Semenjak Ifsan tidak lagi bekerja di sekolah, mereka berhubungan via chat dan telpon. Bahkan semalam, Ifsan mengunggah foto Yeni ke salah satu akun sosial medianya.

Ifsan tidak tahu, jika karena unggahannya tersebutlah kebohongan manis yang selama ini ia lakukan terbongkar. "Wah, Yeni kamu deket sama ka Ifsan mantan OSIS itu?" Yeni mengangguk ragu saat salah satu kakak senior di eskulnya bertanya seperti itu. "Enaknya.. udah ganteng, berprestasi, mantan OSIS, anak kepala yayasan lagi." Yeni mengernyit bingung mendengarnya.

"Anak kepala yayasan?" tanya Yeni membuat semua orang di ruangan ini terdiam. "I-iya, anak kepala yayasan.. Kak Ifsan kan anaknya pemilik sekolah ini." Deg! Yeni seakan-akan melihat dunia runtuh di depannya. 'Jadi selama ini aku dibohongi?'

Setelah kejadian itu, Yeni menjauh dari semuanya.. Dari Wulan, Rishab, dan juga Ifsan. Bahkan jika akan berpapasan dengan mereka, Yeni lebih memilih melewati jalan memutar dibandingkan harus berpapasan dengan mereka.




To Be Continue..

Kebohongan Manis ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang