tujuh

714 153 134
                                    

"Minggyu-ah"
Kini keduanya berada di trotoar, Jiyeon yang mengenggam jemari Minggyu menghentikan langkah mereka. Pria itu menatap Jiyeon, menanti apa yang akan wanita itu sampaikan.
"mari kita putus"
Ia menatap Jiyeon dengan pandangan yang sulit diartikan. Walaupun ia tahu, kemungkinan yang paling mungkin adalah Jiyeon memang melihatnya bersama dengan Irene. Namun kemungkinan yang tidak ia duga, wanita itu bahkan meminta hubungan berakhir.

"maafkan aku membuat mu bersama ku"
Pada akhirnya, Minggyu membuka suara. Meminta maaf yang seharusnya sudah ia lakukan sejak lama. Jiyeon ingin menahan tangisnya, sudah cukup air mata yang ia berikan pada pria yang mungkin memang tidak pernah mencintainya.
"lalu, kenapa kau menerima perasaan ku dulu "
Yang ingin ia dengarkan adalah alasan Kim Minggyu bersamanya. Kenapa harus menerima perasaannya jika sepenuhnya tidak mampu meninggalkan masa lalu nya.

"ternyata aku benar, selama ini hanya aku yang mencintaimu dan kau tidak" kata Jiyeon.
Seketika Minggyu menyentuh wajah Jiyeon. Mengusap lembut pipi wanita itu yang basah akan air mata, dan Jiyeon tidak menolak.
"maaf kan aku"
Hanya permintaan maaf yang terus saja terucap, dan kemudian meminta agar diberikan kesempatan kedua untuk mengulang, untuk memperbaiki kesalahan yang lama. Namun Jiyeon menolaknya, ia tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya.
"aku tidak bisa. Selama ini aku bersabar, aku kira kau akan sadar"

Siapa yang ingin berada di tempat yang sama. Bukan berarti tidak percaya jika akan ada perbaikan dari kesalahan. Namun, tidak menutup kemungkinan jika kesalahan itu akan terulang.
"aku akan mencoba mencintaimu, dan melupakan Irene"
"bukan kah seharusnya kau melakukan nya sejak lama ?" tanya Jiyeon sembari melepaskan kedua genggaman Minggyu darinya. Walaupun dalam hati meraung agar memberi kesempatan. Namun otak Jiyeon berbeda.

"kau bisa kembali pada nya sekarang" kata Jiyeon lagi. Berpura pura merelakan, padahal ia tidak ingin berucap demikian.

"aku hanya tidak tahu bagaimana perasaan ku pada mu yang sesungguhnya " jawab pria tersebut terkesan jujur. Jiyeon tidak bisa lagi memberi jawaban, yang paling jelas adalah perasaannya pada Minggyu namun entah dengan pria itu. Selain itu ia tidak ingin egois, mengurung Minggyu dan juga menyakiti perasaannya sendiri. Dia perlu bahagia, dan hal pertama yang dia lakukan adalah melepaskan kebahagiaan yang terlalu bahagia hingga melukainya. Begitu pula dengan pria itu. Ia harus mendapatkan kebahagiaan yang memang benar benar menurutnya bahagia.

Isak tangis nya kembali menguar setelah berpisah dengan Minggyu. Padahal ia sudah mencoba untuk menahan semampunya, di depan pria tersebut ia berusahan untuk kuat. Ingin menampilkan sosok dirinya yang begitu tegar. Tapi sekarang, ia bahkan harus menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menangis kembali kala hatinya terasa di remas sekamin erat. Lebih erat lebih sakit dari kemarin tentunya. Beruntung bahwa tidak ada siapapun di lift selain dia.

Bagaimana sekarang, beberapa kali Jiyeon menyentih kedua matanya. Bengkak yang disebabkan ia menangis tadi. Dan bodohnya, sekarang ia memiliki jadwal perkuliahan. Dengan menghela nafas panjang atas kebodohannya Jiyeon pun keluar dari dalam unit apartmennya. Membawah kotak berukuran besar masuk kedalam lift kemudian. Dentingan pintu terdengar, sosok Jaehyun ikut masuk kedalam. Sekilas ia melihat kotak yang Jiyeon bawah.
"apa yang kau bawah Jiyeon ?"
"ah ini miniatur untuk tugas ku"
Mata mereka bertemu, Jaehyun melihat bahwa kedua mata Jiyeon sembab. Tetapi ia memilih diam enggan bertanya hingga mereka keluar saat sampai di lantai bawah.

"aku akan mengantar mu" kata Jaehyun sembari mengambil alih box Jiyeon untuk dibawahnya. Wanita itu menolak, memilih menggunakan taxi sebagai kendaraan yang akan ia tumpangi.
"sudah jangan membantah, kita bisa terlambat nanti" jawabnya. Selama perjalanan keduanya saling diam. Mungkin Jaehyun memang sengaja, ingin membiarkan Jiyeon berkelana dengan fikirannya. Sejak tadi Jiyeon hanya menatap keluar jendela, sepertinya jalan raya lebih menarik dari percakapan yang bisa mereka ciptakan. Mobil Jaehyun berhenti tepat di lahan parkir universitas. Pria itu mematikan mesin mobilnya, dan Jiyeon sadar jika mereka sudah sampai.

"terimakasih untuk tumpangannya" kata Jiyeon sembari mengangkat box miliknya. Pintu sudah ia buka, tapi Jaehyun mencegahnya.
"apa terjadi sesuatu tadi. Aku melihat kau dengan dr Kim pagi ini" tanyanya. Tidak bisa di pungkiri jika ia merasa penasaran dengan apa yang tlah terjadi. Bagi Jiyeon, tatapan mata Jaehyun sekarang seperti sebuah perangkap untuknya. Begitu teduh hingga ia ingin tinggal bukan hanya untuk singgah.
"berhenti untuk mencemaskan ku" jawab Jiyeon dengan senyum di akhir kata. Segera ia keluar dari dalam mobil dan menutup pintu.
"hati hati Jae" pamitnya sembari melambaikan tangan. Sedangkan pria tersebut menanti Jiyeon pergi dari pandangannya.

"aku mengakhiri hubungan dengan Jiyeon "
" apa !! "
Seketika Baekhyun menjatuhkan kaleng beer yang ia bawah. Bukan biasanya Minggyu tiba tiba datang ke apartmen tanpa menghubunginya, namun hari ia malah menemukan pria itu berdiri didepan pintu apartmennya.
"bagaimana bisa ?" tanya Baekhyun sembari memungut beer nya. Lalu memberikam beer yang lain pada Minggyu. Mungkin, minuman itu lebih tepat untuk dinikmati siang ini. Karena mereka juga libur bekerja.

Minggyu meneguk minumannya, dan selang beberapa menit ia sedikit menjelaskan. Jika Jiyeon melihat nya berciuman dengan Irene di apartmennya.
" aku fikir selama ini aku bisa melupakan Irene dengan hadirnya Jiyeon. Selang beberapa tahun aku bahkan merasakan kehadiran Jiyeon dalam hidupku, namun beberapa bulan yang lalu Irene menghubungiku.. "
Baekhyun tidak ada rencana untuk menyela. Karena ia juga tahu jika Minggyu memang bermain belakang dengan mantan kekasihnya. Dan saat ini lha, ia ingin mendengarkan pembelaan Minggyu atas sikapnya.

"aku menyetujui pertemuan pertama kami setelah bertahun tahun  tidak bertemu seusai hubungan kita berakhir. Aku menemuinya tanpa sepengetahuan Jiyeon, karena aku fikir — ini akan menjadi pertemuan terkhir —"
Ia memberi jeda, seakan akan mengumpulkan setiap kepingan yang tlah dia lupakan atas pertemuan mereka.
"namun ternyata, aku salah. Pertemuan pertama itu adalah awal dari pertemuan kedua dan ketiga bahkan selanjutnya. Dan aku tetap menutup mulutku hingga terus membuat kebohongan"
Minggyu meletakkan kaleng nya hingga terdengar suara cukup nyaring ke segala penjuruh.

Ia yang hanya mendengarkan penjelasan Minggyu entah kenapa membuat tenggorokannya tiba tiba kering. Minggyu tidak pernah berbicara sebanyak ini sebelumnya, bahkan pria itu tidak suka membicarakan kehidupan pribadi.
"dan kebohongan yang aku buat menutupi kebohongan yang lainnya"
Baekhyun melihat Minggyu membuang nafas kasar. Pria itu meneguk minumannya seakan akan bersiap siap untuk mengungkapkan kesalahannya lagi.

" aku fikir, bertemu dengan Irene akan membuat ku yakin jika perasaan ku padanya bahkan tidak tersisa. Dan membuat ku meyakinkan diri, jika aku memang mencintai Jiyeon seperti semestinya. Namun setelah ciuman itu, aku baru menyadari jika perasaan itu masih ada"
Minggyu menatap Baekhyun seakan memohon agar Baekhyun bisa mengerti akan perasaannya.
" dan ternyata benar. Bahkan aku menikmati ciuman ku bersama irene seakan akan bibirku merindukan bibirnya"

Ingin sekali Bekhyun memukul wajah Minggyu ataupun melempar kepala pria itu dengan beer yang masih utuh. Agar pria itu sadar dimana letak kesalahan yang akan berujung dengan penyesalan.
"kau benar benar bodoh" kata Baehyun.
Minggyu menganggukkan kepala, ia tahu kebodohan apa yang tlah dia buat.
"aku tidak tahu dengan ku sekarang. Tapi aku merasa begitu sesak" ucapnya.
Menengadahkan kepala menatap ke langit langit atap.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang