P R O L O G U E

399 58 17
                                    

Jakarta, 12 Januari 1995.

Sebuah pernikahan akan dianggap sempurna apabila telah hadir seorang anak di antara keharmonisan pasangan suami dan istri. Sebagian orang berharap untuk mendapat momongan sesegera mungkin, tetapi ada pula yang memilih untuk menunda dan menikmati masa-masa berdua terlebih dahulu.

Selain itu, kehadiran seorang bayi juga dipercaya mampu membawa rezeki dan menjunjung tinggi harkat dan martabat keluarga yang berhasil memperpanjang daftar keturunan.

Namun dambaan untuk menimang buah hati tak selalu datang dengan cepat setelah sepasang kekasih resmi menjejaki jenjang tertinggi dalam ikatan asmara. Seperti Ayla Nadiana dan Albi Hadi Samudra, misalnya. Setelah sembilan tahun menempuh biduk rumah tangga, nampaknya Tuhan masih belum juga mempercayakan satu nyawa untuk mereka jaga.

Sedih? Jangan ditanya. Hati wanita mana yang tak pilu jika dihadapkan dengan situasi tersebut? Lelaki mana pula yang tak resah saat melihat sang istri larut dalam kesedihan akan kondisi yang sedang dihadapi? Tetapi apa yang bisa mereka lakukan hanyalah terus berusaha dan berdoa. Soal hasil akhir, biarlah Tuhan yang menentukan.

Hari ini tepat seminggu setelah perayaan ke sembilan tahun usia pernikahan Ayla dan Albi. Keduanya memulai kembali rutinitas setelah menghabiskan waktu singkat untuk liburan berdua di Bali. Ayla yang saat itu tengah mengolah beberapa bahan untuk membuat waffle, dikejutkan dengan dering telepon bertubi-tubi dari sang adik, Arina.

"Halo, assalamuakaikum, Rin. Ada apa?" tanya Ayla setelah berhasil mengapit gagang telepon di antara telinga dan bahu.

"Mbak Ay, gawat! Tolong Mbak Ay sama Mas Albi ke sini, ya. Segera, Mbak!" tutur Arina di seberang sana. Suaranya kental dengan rasa panik yang tak tertahankan. Ayla yang merasa was-was menegakkan tubuhnya, "Loh, tunggu-tunggu. Kamu nggak jawab salamku dan tiba-tiba nyuruh aku sama Mas Albi datang ke rumah. Ada apa, Rin?"

Hening. Hanya isakan ringan yang mampu Ayla dengar. Ayla tahu ada yang tidak beres. Namun ia tidak akan pernah tahu apa yang terjadi jika adik bungsunya itu tetap bungkam. "Rin?" panggil Ayla sekali lagi. Berharap kali ini Arina akan segera merespon ucapannya.

"Mbak, aku nggak tahu harus bahagia atau sedih. Di satu sisi, aku senang kalau Mbak Ayla akan segera punya momongan. Tapi di sisi lain aku juga miris, melihat kakak tertuaku nyaris meregang nyawa akibat kebodohannya sendiri," ujar Arina pada akhirnya. Ayla terdiam di tempat. Pikirannya mencerna pelan-pelan setiap kata yang adiknya lontarkan barusan.

"Tunggu. Aku punya momongan? Anak maksudnya? Aku belum hamil, loh, Rin. Gimana bisa aku punya anak?" tanya Ayla dengan kadar kebingungan diatas rata-rata. Guratan halus terlihat samar di sepanjang kening. Ia merasa sangsi atas ucapan Arina. Kemudian ia melanjutkan, "Dan lagi, meregang nyawa ... maksudmu siapa? Mbak Dini? Kenapa? Tolong bicara yang jelas, Rin."

Sekali lagi Arina menghela napas dan menata hatinya terlebih dahulu sebelum kembali menjawab kebingungan sang kakak. "Iya, Mbak Dini hamil lagi. Tapi dia ngerasa nggak siap untuk melahirkan dan merawat janinnya itu karena masalah ekonomi keluarganya yang nggak stabil. Dia lantas menghalalkan beberapa cara supaya janin itu jatuh tetapi nggak berhasil."

"Jadi maksudmu, Mbak Dini berusaha menggugurkan kandungannya tetapi janinnya tetap selamat, gitu?" Ayla menyela.

"Iya. Terakhir kali, dia minum jamu penggugur janin. Tapi bukannya si janin gugur, malah Mbak Dini yang kesakitan sampai pingsan. Dokter bilang, sedikit aja kita telat bawa Mbak Dini ke rumah sakit, dampak fatal membayangi Mbak Dini dan janinnya," jelas Arina panjang lebar. Sekali lagi ia berharap kakak keduanya itu mengerti apa yang ia dan keluarga besarnya ingin sampaikan.

"Keduanya selamat, alhamdulillah..." gumam Ayla.

"Kalau janinnya selamat dan kehamilan diteruskan sampai persalinan, aku bisa adopsi dia buat jadi anakku. Gitu kan, maksud kamu?" tanya wanita berwajah sendu tersebut dengan pandangan menerawang. Membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi jikalau asumsinya tersebut memang benar adanya.

ArriateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang