10

6K 656 159
                                    

Cepet banget ternyata udah sampe chapter 10 aja😄😄

­

­

­

­
Happy Reading(・´з'・)
­­

­
­

­

­

­
­

­
Jeno menatap nanar sebuah undangan pertunangan milik Huang Renjun dengan orang lain yang akan diadakan akhir September ini yang baru saja diperlihatkan oleh Haechan.

Ya, Haechan baru saja mendapat undangan itu melalui seorang kurir.

Intensitas pertemuan Jeno dan Renjun berkurang dikarenakan Renjun sibuk untuk mempersiapkan pertunangannya dengan Hendery. Sedangkan untuk pernikahan akan diadakan di tahun depan.

Jeno tersenyum pahit, apa dirinya benar-benar telah terlambat untuk memiliki Renjun?

"Jen, kau tidak apa-apa?" tanya Mark sembari menepuk pundak Jeno pelan.

"Bagaimana bisa aku menjawab tidak apa-apa sedangkan hatiku seperti tertusuk ribuan jarum hyung?" jawab Jeno sembari menghela nafasnya beratnya.

"Jangan sampai Ryo mengetahuinya, aku tidak ingin ia bersedih hati" lanjut Jeno. Mark dan Haechan hanya mengangguk mengiyakan ucapan Jeno.

Ryo pasti akan sangat sedih melebihi Jeno ketika mengetahui hal ini dan Jeno tidak mau hal itu terjadi.

Ia tidak mau anak semata wayangnya menangis karena hyung kesayangannya menjadi milik orang lain.

Setidaknya ia akan menyembunyikan semuanya sampai tiba saatnya acara pertunangan itu.

Mungkin mulai sekarang Jeno harus mengurangi menyiapkan segudang alasan jika Ryo menanyakan tentang Renjun.

"Jen, kau masih belum terlambat jika bertemu dengan Renjun dan mengatakan jujur tentang semuanya" Mark menatap Jeno prihatin. Ia sangat sedih melihat sepupunya terpukul oleh keadaan yang menyakitkan.

Haruskah ia mengatakannya? Tapi dirinya saja sudah sangat ragu untuk bergerak maju merebut Renjun.
­

­
🦊
­

­
Ryo sudah menunggu selama 30 menit tapi ayahnya juga masih belum datang. Ia mulai sebal dan lelah menunggu.

Karena Ryo tidak sabar ia mulai berjalan perlahan sembari menendang kerikil di trotoar menjauh dari tempatnya sekolah.

Siang hari terasa sangat terik walaupun sudah memasuki musim gugur.

Ryo merapatkan topinya agar wajahnya tidak memerah terbakar matahari.

"Uhh ayah ke mana sih? Tumben terlambat menjemputku" keluh Ryo. Ia mulai tidak tahan dengan panasnya matahari siang. Apalagi perutnya sudah berisik minta di isi.

Ryo berhenti di sebuah mesin penjual minuman otomatis yang berada di sebuah taman kota, matanya tertuju melihat jus dingin yang begitu menggiurkan.

Membayangkan kerongkongannya akan segar jika jus itu ia telan.

"Uhh ini semua karena salah ayah" omel Ryo pelan.

"Hai adik manis apa kau tersesat?" tanya sebuah suara menyapa indra pendengaran milik Ryo.

Ryo menoleh dan menatap takut ke arah laki-laki asing yang tengah tersenyum ramah padanya.

Ia menyesal karena meninggalkan sekolahnya begitu saja.

Scene one: ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang