Jatuh Di Jalan

2 1 0
                                    

"Bisa, bisa," gue menyanggupi.

Lalu gue berpikir, "Kok gue bilang 'bisa'? Itu 'kan di Malang."

Gue ragu karena sebenernya gue nggak dibolehin sama orang tua untuk ke luar kota, apalagi sama Nyokap. Beliau akan punya sejuta alasan supaya gue nggak pergi ke luar kota.

Menjadi mahasiswa rantau harusnya berarti bisa bebas ngapain aja. Namun, dari awal sebelum kuliah di Surabaya, gue dinasehati untuk nggak pergi ke luar kota tanpa mengabari Nyokap.

Beliau bilang, "Mas, kamu nanti di Surabaya jangan ke luar kota tanpa bilang Mamah, ya."

"Loh, kok gitu, Mah?" tanya gue.

"Mamah takut kamu kenapa-kenapa di jalan."

"Yah, Mamah..." Gue melas. "Nggak usah takut, Mah. Aku 'kan nggak mungkin ngapa-ngapain juga nanti. Paling ke luar kota kalau liburan."

"Apalagi liburan. Nggak ada Mamah di Surabaya tuh susah pasti." Nyokap makin sewot.

"Kalau ada Mamah kenapa?"

"Mamah 'kan bisa ikut." Nyokap tersenyum kayak anak ABG kebanyakan micin.

UKM gue pernah bikin acara internalisasi ke luar kota. Saat itu gue masih mahasiswa baru. Karena dari awal sudah diancam duluan sama Nyokap, gue pun berniat untuk minta izin. Siapa tau dibolehin kalau minta baik-baik.

Dua hari sebelum berangkat, gue telepon Nyokap, "Mah, lusa aku mau ke Trawas, ada acara UKM gitu. Boleh ikut ya?" tanya gue.

"UKM? Kamu mau jualan?" tanya Nyokap dengan heran.

"Nggak, Mah. UKM itu Unit Kegiatan Mahasiswa. Kayak ekskul sekolah gitu," jelas gue.

"Oh, gitu. Trawas itu di mana, Mas?"

"Dekat Mojokerto, Mah. Kayak daerah Puncak-nya Jawa Timur gitu."

Mendengar kata Puncak, nyokap seperti kerasukan cewek yang lagi ngambek sama pacarnya, "Nggak usah lah, ya? Nggak perlu banget ini 'kan?"

"Penting sih, Mah," gue meyakinkan.

"Nggak usah, deh... Toh, lagi banyak begal 'kan di sana?" lanjut Nyokap.

"Begal 'kan malam, Mah. Aku nanti berangkatnya pagi."

"Pokoknya nggak boleh."

Daripada gue dicoret dari KK karena durhaka sama orang tua, gue nggak jadi ikut ke Trawas.

Dua tahun semenjak kepergian gue batal, gue jadi merasa nggak seberapa kenal sama anggota UKM yang lain. Gue jadi sedikit ansos. Malah sekarang, gue sudah keluar dari UKM itu, meskipun lebih karena nilai gue sempet jelek dan berakhir kena omel Nyokap.

Meski begitu, gue tetap nggak pengen jadi ansos. Gue pengen ke luar kota. Gue pernah, kok, muter-muter Surabaya dari ujung ke ujung naik mobil, meskipun bukan pakai mobil gue. Untungnya waktu itu temen gue mau disogok semangkuk bakso kantin kampus, jadilah mobilnya gue pecut muter-muter. Kalau keliling Surabaya aja gue bisa, masa ke luar kota nggak bisa?

Ternyata kesempatan gue untuk ke luar kota datang. Majalah himpunan yang gue urus waktu itu mengharuskan gue dan tim untuk berkunjung ke Universitas Semen Gresik di Gresik. Karena Gresik berada di luar kota Surabaya, belum tentu ada taksi online yang mau mengantar kami. Kalaupun ada yang mau, harganya pasti akan sangat mahal. Untunglah salah satu teman himpunan gue berbaik hati meminjamkan mobilnya.

Kami, satu tim, berkumpul di lobby jurusan.

"Oke, sudah semua, ya?" tanya gue ke teman-teman yang ikut.

Jatuh Di JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang