Part 2 (1/2)

49 5 5
                                    

Hari senin sejatinya menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian orang yang ada di muka bumi ini. Ada banyak hal yang sangat dinanti-nantikan pada hari itu, bisa jadi hal tersebut merupakan hal yang istimewa seperti hari pertama sekolah, hari pertama bekerja, dan hari pertama di mana harapan siap untuk diperjuangkan. Percaya tak percaya, bagi sebagian orang lainnya hari senin merupakan hari yang cukup menyebalkan dan ingin cepat mereka lalui, bahkan banyak yang berharap agar hari senin di-skip saja, terlebih bagi orang-orang yang hobinya rebahan yang imbasnya tentu saja kesiangan.

“Kenapa ga ada yang bangunin Azil, sih?!” gerutu seorang cowok sembari memakai sepatu dengan terburu-buru.

“Udah Bunda bangunin, lo aja yang kebo!” sahut perempuan dengan baju tidur yang masih melekat.

“Kakak lagi, kenapa ga bangunin Azil?!”

Cowok tersebut masih kesal dengan penghuni rumahnya, bisa-bisanya mereka membuat dirinya terlambat di hari pertama sekolah, mau disimpan di mana muka cakepnya itu kalau disuruh lari keliling Ragunan?

Fazril mencari-cari keberadaan kunci motor kesayangannya. “Karin, kunci motor Azil mana ya?” Ia bertanya sembari membuka laci, tempat di mana berbagai macam kunci disimpan, namun nihil.

“Ah iya, pas lo kemah Kakak pake motornya.” Rindi melenggang ke kamarnya yang terletak di lantai dua, lalu mengambil kunci yang tergeletak di atas nakas. Rindi hanya mengeluarkan napas kasar. Belum punya SIM udah berani bawa motor, batinnya. “Nih tangkap!” teriak Nindi sesampainya pada anak tangga terakhir. Hap! Fazril berhasil menangkapnya dengan mulus. Ia mulai menyalakan motor matic tersebut dan berteriak, “Kak, Azil otw!”

Fazril membawa motornya dengan kecepatan cukup tinggi, namun setinggi-tingginya pedal gas yang ditarik, spidometer hanya mampu menunjukkan pada angka 25 km/h. Ibu kota di pagi hari selalu menghambatnya beraktivitas.

Selang beberapa menit kemudian, ia akhirnya tiba di Rajawali dengan gerbang yang sudah tertutup bersama sedikitnya ada belasan siswa berseragam di dalam gerbang, yang ia tebak sama sepertinya—sama-sama terlambat, saat pintu gerbang dibuka oleh satpam, ia lantas memarkirkan motornya, kemudian memasuki kerumunan kecil tersebut. Para anggota OSIS yang bertugas sebagai tim penegak tatib—tata tertib—mulai memberi serangkaian mandat kepada para rakyat Rajawali yang terlambat. Belum selesai mereka berpidato, satu lagi berlari dengan tergesa-gesa seorang cewek memakai sesuatu yang sangat mencolok perbedaannya dengan siswa lain, napasnya tersengal-sengal, dengan takut ia berbaur masuk ke barisan siswa yang sama-sama kesiangan bersamaan dengan tim paduan suara yang menyanyikan bait terakhir dari lagu Indonesia Raya.

Fazril melihat wajah perempuan yang menurutnya tidak asing tersebut, saat mencoba mengingat-ingat ternyata dia adalah pasangan duet dadakannya saat malam kreasi seni sabtu lalu. Lupa ... siapa ya namanya? batinnya bertanya-tanya, satu pertanyaan pun terlontar dari mulutnya.

“Telat ya?” Fazril bertanya pada perempuan di sebelahnya dengan nada yang ditangkap Nabila seolah sedang menyindir. Nabila tidak menanggapi pertanyaan yang baginya sudah jelas sekali jawabannya. Fazril merutuki dirinya yang pasalnya ingin menanyakan nama, namun malah bertanya hal yang mungkin membuat kesal cewek di sebelahnya. Belum sempat ia meminta maaf dan menanyakan apa yang sebenarnya ingin dia tahu, tim penegak tatib yang memiliki ciri khas memakai jas berwarna hitam—sangat kontras perbedaannya dengan siswa lain—mulai berjalan ke arah barisan di mana Fazril dan Nabila berada. Salah satu tim tatib yang bertugas mencatat daftar nama siswa yang melanggar bertanya pada mereka berdua.

“Nama dan kelas?" Cowok tersebut bertanya dengan nada datar sambil membawa buku catatan kecil.

"Fazril Alfansyah, X IPS 1," ujar Fazril bersamaan dengan Nabila yang berkata, "Nabila Frisca, X IPA 1."

DREAM : A dream from dreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang