44. Alasannya...

303 23 0
                                    

Suasana di negara orang memang sangat berbeda dan memiliki kesan tersendiri bagi setiap orang, sama dengan para atlet yang untuk kesekian kalinya harus bertanding di negri orang demi mengharumkan nama bangsa.

"Berapa lama?" tanya Jonatan yang entah dari kapan sudah bergabung di meja makan.

Semua atlet terdiam, karena yang berhak menjawab hanya Fajar dan Rian. Semua rencana gila ini memang harus mereka lakukan atas perintah Fajar, sebenarnya mereka tidak tega jika harus mengabaikan Soraya secara tiba-tiba.

"Gue tau maksud kalian baik, tapi menurut gue cara lu salah bro." Kevin mulai beropini.

Fajar dan Rian langsung menyimpan sendoknya secara kompak, acara makan malamnya harus terusik dengan pertanyaan yang sulit untuk mereka jawab.

"Gue kesian sama Aya, tiap hari dia ngechat tapi dengan jahatnya gue cuma ngeread doang." timpal Melati, dia sangat merasa bersalah karena telah melakukan hal yang kejam menurutnya.

"Secara gak sadar lu nyeret kita semua bro, sekarang apa? Dimata Aya kita jadi orang jahat yang tiba-tiba ngejauh." Praveen menimpali, pertemuannya dengan Soraya memang hanya beberapa kali tetapi memperlakukannya seperti ini membuat dia tidak tega.

"Terus gue harus apa?" tanya Fajar dengan intonasi yang sedikit tinggi. "Apa lu pikir gue tega ngedinginin adek gue sendiri? Apa kalian pikir gue bisa nyuekin satu-satunya keluarga yang gue punya?" tanya Fajar dengan sesak yang tiba-tiba menyerang dadanya.

"Kita kek gini buat nyelamatin Aya, gue gak pengen dia kenapa-kenapa." Rian memberikan penjelasan.

Semua orang terdiam, beberapa ada yang berusaha untuk memasukan makanan kedalam mulutnya. Selera makannya hilang dalam sekejap.

"Apa yang bikin kalian ngambil keputusan secara sepihak?" mau tidak mau Ahsan sebagai salah satu senior harus turun tangan, dia tidak ingin jika permasalahan yang menimpa juniornya akan mempengaruhi performa di lapangan.

"Lu semua tau gimana keras kepalanya Aya, lu semua juga pasti tau gimana bahayanya Aya kalo semakin deket sama kita. Apa lu semua gak sadar kalo yang ngincer kita masih ada? Apa lu semua gak sadar kalo mata-mata suruhan duplikat bokapnya Jombang ada di deket Soraya?" tanya Fajar bertubi-tubi, semua yang ada disekitarnya hanya dapat terdiam.

Rian yang mengetahui kebingungan teman-temannya segera memberikan penjelasan, "Duplikat sama Viola emang udah di penjara, tapi kita lupa kalo masih ada satu anggota keluarganya yang masih berkeliaran. Dan fyi adeknya Viola satu sekolahan sama Aya, bakal sangat bahaya kalo adeknya Viola tau tentang kedeketan Aya sama kita." papar Rian.

"Lah kok bisa? Tapikan gak boleh ada yang ngunjungin mereka kecuali lu?" tanya Jonatan tidak mengerti.

"Kita cari aman Jo, gue gak mau kalo anak itu berbuat nekat. Biarin aja kita ngejauh untuk beberapa saat, seenggaknya Aya gak jadi inceran." kali ini Fajar yang menjawab.

Mereka kembali melanjutkan dinnernya yang sempat tertunda, makanan yang semula lezat kini terasa hambar. Apalagi untuk Fajar dan Rian yang paling merasa bersalah, disatu sisi mereka harus mengesampingkan masalahnya agar tidak terbawa saat pertandingan.

Setelah acara makan malam selesai, Fajar dan Rian langsung menuju ke hotel. Kebetulan mereka berada di kamar yang sama, jadi sesampainya di kamar hal pertama yang mereka bicarakan adalah tentang Soraya.

"Kalo dipikir-pikir omongan mereka ada benernya Jar." Rian menyetujui pendapat teman-temannya.

Fajar menghela nafas, "Gue juga tau Jom, tapi gimana lagi? Gue gak pengen Aya kenapa-napa." jawab Fajar, dia ingin adiknya tetap selamat selama dia jauh dari pengawasannya.

"Btw beberapa hari ini Aya gak pernah ngespam gue, liat snap juga kagak." kata Rian sambil memainkan ponselnya.

"Ke gue juga sama Jom, apa si Aya semarah itu yak?" tanya Fajar cemas, dia tidak ingin Soraya menjadi salah paham dengan rencananya itu.

"Wajar kalo dia marah, berapa bulan lu kagak balik? Berapa bulan juga kita ngacangin dia?" Rian balas bertanya.

Keduanya terdiam sambil menatap langit-langit kamar, mereka tenggelam pada ingatan terakhir tentang kebersamaannya bersama Soraya. Semua tampak indah sebagaimana mestinya, sebelum akhirnya pesan dari polres membuat Fajar harus melakukan semua ini.

"Apa harus kita ngomong ke Aya?" tanya Rian yang langsung ditolak oleh Fajar.

"Gue kagak mau Aya berbuat nekat Jom, lagian gue yakin dia gak akan ngerespon." balas Fajar.

Rian tampak berpikir, "Gimana kalo dia marah Jar? Lu sanggup balik dicuekin sama dia?" tanyanya yang membuat keyakinan Fajar menjadi goyah. Sungguh dia tidak akan sanggup jika diperlakukan seperti itu oleh satu-satunya keluarga yang tersisa.

"Kita jangan langsung ngomong ke Aya, lewat temennya aja." usul Rian yang hanya dibalas dengan anggukan, untuk kali ini Fajar harus mengesampingkan egonya.

Dengan cepat dia menghubungi Selena, butuh waktu yang cukup lama agar panggilannya diterima.

"Halo Sel, gue ngeganggu?" kalimat pembuka diucapkan oleh Fajar setenang mungkin.

"Sangat mengganggu." jawab Selena terdengar ketus, Fajar dan Rian mengangguk maklum.

"Di deket lu ada Aya?" tanya Fajar, telponnya itu memang sengaja di load speaker agar Rian dapat mendengarnya.

"Gak."

"Apa dia baik-baik aja?" kali ini Rian yang bertanya.

Terdengar hembusan nafas kasar dari sebrang sana, "Lu itu pada mikir gak sih gimana terpuruknya Aya? Lu juga a, sebagai kakak apa gak ada sedikitpun rasa kasian gitu?" tanya Selena bertubi-tubi, "Lu tau gak kalo Aya udah ngelakuin hal gila? Dia mau bunuh diri! Kenapa? Karena lu a! Dia ngerasa gak ada lagi keluarga yang peduli, gue disini yang notabennya cuma seorang sahabat ngerasa prihatin ngeliatnya sekaligus gedeg sama keputusan sepihak lu yang kagak jelas itu." lanjutnya dengan emosi yang semakin meluap.

"Ya Allah dek, tapi dia gakpapakan? Sekarang gimana keadaannya?" tanya Fajar semakin cemas.

"Dia baik-baik aja." jawab Selena ketus, dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran para atlet. Mengapa bisa yang semula seperti tidak peduli kini terlihat sangat khawatir?

"Sorry dek, maksud kita bukan kek gitu. Ini semua demi keselamatan Aya sama lu." Fajar mulai menjelaskan.

Selanjutnya Rian mulai menceritakan alasan dia melakukan semua ini, mulai dari bahaya yang mengancam sampai mengapa teman-temannya harus ikut mengabaikan Soraya. Tentu saja Selena merasa kaget mendengar pemaparannya, siapa yang tidak merasa ngeri saat musuhnya ternyata berkeliaran disekitarnya.

"Ya ampun mas, aa, harusnya lu bilang ke Aya. Sekarang dia jadi salah pahamkan, lu kagak tau sih gimana reaksi dia saat nginget kenangan tentang lu berdua." kata Selena sedikit gemas, gara-gara ulah atlet kini dirinya harus menjadi pawang Soraya.

"Ya udah dek, gue sama Jombang dan juga semua atlet mau minta maaf ke elu karena udah ngerepotin, tapi tolong kasih pengertian ke Aya biar gak ngebenci kita. Gue gak akan maafin diri gue sendiri kalo misalnya hal itu terjadi." kata Fajar panjang lebar, Rianpun yang mendengar hanya mengangguk.

"Its oke, urusan Aya biar gue yang ngatur. Tapi gue gak janji kalo dia bakal maafin lu secepet itu." balas Selena yang dibalas dengan anggukan, tentu saja Selena tidak dapat melihatnya.

"Thanks ya dek." kata Fajar yang ingin memutuskan sambungan.

"Eh tunggu a, btw siapa adeknya si Viola? Gue mau waspada." tanya Selena sangat penasaran.

Fajar dan Rian saling tatap, menimang-nimang apakah Selena boleh mengetahuinya atau tidak.

"Dia Alviona." jawab Rian langsung memutuskan sambungan.

°°°
Hola gaes.
Yang kemaren kangen sama Mas Aa, sekarang udah aku kasih ya😂

Penasaran sama kelanjutannya? Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen ya😚

TFR💕

Dibalik Bulu Angsa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang