t i g a

26 12 14
                                    

✨✨✨✨✨
Selamat membaca, maaf bila ada typo bertebaran.
✨✨✨✨✨



Pada kesunyian yang menyelimuti kamar. Malam ini Sheira hanya berkutat di depan laptopnya. Apa yang dilakukan? Sesuatu yang tidak bisa kita ketahui saat ini. Hanya ia, Tuhan, dan otak udangnya yang tau. Jemarinya lihai menari diatas keyboard mengetik kesana kemari. Matanya pun tak lepas dari layar laptop.

Kopi hitam menemani dirinya bersama sang laptop. Rasanya yang pahit membuat enggan untuk dirasa. Namun ia membutuhkannya saat ini, menemaninya bersama kepahitan yang ia lalui.

Tak lama kemudian, terdengar sebuah ketukan. Ia menoleh ke sumber suara. Sumber suara itu berasal dari jendela kamarnya. Terdengar aneh. Kamarnya berada di lantai dua, hanya ada balkon kamar yang jarang ia datangi diluar sana. Suara itu kembali terdengar, kali ini berbeda. Ketukannya berpola dan berirama.

Tok... Tok... Tok tok tok...

Berulang - ulang ketukan di jendela itu terdengar. Bukannya berhenti justru semakin menjadi. Sheira yang penasaran akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan perlahan melangkah mendekati jendela kamarnya. Tepat saat ia di depan jendela, ketukan itu terhenti. Ia merasa seperti di dalam sebuah film horor. Detak jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, ini bukan jatuh cinta. Tentu saja tidak. Ia ketakutan. Tangannya gemetar membuka gorden lebar - lebar.

Tak ada siapapun.

Ia menggeser pintu kaca yang membatasi antara kamar dan balkonnya. Kakinya melangkah perlahan.

Tak ada siapapun.

Otaknya terus berputar mencari jawaban, namun tidak mendapat titik terang. Kedua matanya menjelajah sekitar mencari sebuah petunjuk. Hingga kedua ekor matanya terhenti ke sebuah objek.

Bayangan seseorang berpakaian hitam serta menggunakan masker tampak di sebelah sebuah pohon besar yang berada di seberang rumahnya. Entah itu laki - laki atau perempuan, Sheira tak tau. Yang jelas saat ini tubuhnya menegang. Ia terkejut dengan apa yang ia lihat. 'Seseorang' itu memandangnya intens, hingga Sheira merasa tak dapat menghirup udara. Manik mata Sheira tertuju pada apa yang orang itu genggam.

Pisau.

Peluh keringat mengalir di dahinya, jemari tangannya bergetar. Pikiran dengan hatinya tak mau bekerja sama. Pikirannya mengatakan untuk mendekat namun hatinya mengatakan untuk mundur. Alhasil langkah kakinya perlahan maju untuk melihat lebih jelas.

Iris matanya melebar serta suara nyaring keluar dari mulut kala sebuah tangan menyentuh pundaknya. Kedua tangan ia gunakan untuk menutup telinga. Kedua matanya memejam menunggu apa yang selanjutnya terjadi.

“Sheira... Sheira... Sheira”

Panggilan itu terus menerus ia dengar menuntunnya kembali pada dunia nyata. Ia membuka matanya dan menoleh ke sumber suara.

“Ayah?”, ucap Sheira yang masih linglung dengan apa yang ia lihat.

“Kamu ngapain malam - malam diluar sendirian?”, tanya Joe pada putri kesayangannya.

Sheira terdiam sebentar hingga ia menjawab asal pertanyaan ayahnya.

“Melihat langit?”, jawab Sheira yang lebih merujuk pada pertanyaan daripada pernyataan. Karena ia sendiri bingung harus menjawab apa.

“Apa yang mau dilihat?”

“Bintang”, ucap Sheira dengan spontan.

“Ya sudah, kamu hitung ada berapa bintangnya, baru kamu tidur”, ucap Joe seraya terkekeh dan pergi meninggalkan kamar putrinya.

Setelah memastikan bahwa ayahnya sudah pergi, ia kembali menoleh ke arah pohon yang tadi.

“Eh, loh kok ilang?”, ucap Sheira bermonolog.

Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada bayangan orang itu lagi. Matanya kemudian memandang langit untuk melihat rembulan bersama para pengikutnya,







“Loh, kok gak ada?!”














✨✨✨✨✨
Hai, apa kabar kalian? Masih ingin lanjutkah?
✨✨✨✨✨

The First and Last LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang