[2]

2 0 0
                                    

Pukul 17.45.
Mata kuliah terakhir usai. Sedari tadi menahan lapar. Moodku jelek, sehingga tak ada satupun teman yang berani menyapaku.

Lobby kampus adalah tempat terbaik untuk mengamati orang-orang. Aku duduk di sana sendirian, mengamati orang-orang yang lalu lalang membawa beban fisik dan beban pikiran, terlihat dari raut wajah mereka yang suntuk. Aku kembali menatap jam di handphone, berpikir apakah aku harus pulang sekarang atau tidak.

Dia duduk disampingku. Seorang lelaki tampan, putih dan brewokan.

"Namamu siapa?", tanyaku. Memang dasar Milka, kalau ada yang tampan aja pasti langsung kenalan!

"Reno. Kamu?", tanyanya balik. Tak sadar senyumku terbentuk. Ini yang aku tunggu-tunggu sedari tadi! Akhirnya pertahananku runtuh, dan memilih keluar dari moodku yang sedari tadi sangat jelek.

"Milka", jawabku. Lalu, keheningan kembali muncul.

Ayo Milka. Jangan seperti ini. Tanyakan suatu hal!

"Mau minum bareng?", tanya nya. Aku spontan mengangguk, menerima ajakannya. Aku terkejut dan tak habis pikir. Hari ini benar-benar aneh.

Kami berdua minum kopi di cafe yang tak jauh dari kampus. Dua jam aku habiskan bersamanya dengan penuh tawa, canda dan berbagi banyak hal. Kami bertukar nomor dan sosial media. Aku merasa bahwa hari-hariku nanti akan istimewa jika aku mengenalnya lebih dalam.

Memang, daya tarik seseorang itu ada pada saat berbicara empat mata. Bagaimana orang itu menanggapimu dan memberikan reaksi. Wajah dan ekspresi yang mereka utarakan kepadamu, terasa nyata seakan-akan mereka ikut merasa apa yang kita rasa.

Informasi yang aku dapatkan hari ini adalah dia seorang dari jurusan teknik sipil dan lulus tahun kemarin. Dia kembali ke kampus untuk mengurus ijazahnya. Dia bekerja.

Aku pulang ke rumah dengan senyum yang tidak luntur. Aku pikir moodku yang jelek hari ini tidak ada obatnya, ternyata ada. Dalam hati ku yang sangat sangat penuh dengan harapan, aku berharap aku bisa menemukan bahagia ku darinya.

Aku mengirimnya beberapa pesan sebelum tidur.
Tidak dibalas, mungkin Reno tidur.

Kasur hari ini sangat terasa empuk, padahal biasanya kalau mood sedang tidak baik, kasurku seperti batu. Tergambar jelas di langit-langit kamar, bagaimana hari ini Dika memintaku untuk putus.

Aku puas akhirnya hubunganku selesai, sisa-sisa waktu terakhir bersamanya adalah menunggunya untuk mengucapkan kata putus.

Sudah seperti racun, ketika cemburu meluap dan harga diri seorang laki-laki jadi ancaman. Ya, ancaman. Ketika ia tidak ingin aku maju dan harus selalu bergantung padanya. Seperti dipaksa pulang ke tempat yang tidak layak dijadikan rumah.

Tapi tidak apa-apa, kejadian Dika tadi sangat lucu.

WonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang