Rara, begitulah ia dipanggil. Gadis berumur 16 tahun yang memiliki rambut panjang berwarna hitam itu sedang duduk santai memandang pertandingan basket didepannya tanpa ekspresi. Matanya bergerak mengikuti gerakan sang kapten basket yang merupakan sahabatnya sendiri. Bibirnya mengulas senyum kecil ketika tim basket sekolahnya berhasil memenangi pertandingan basket kali ini.
"Ra, ayo ke Vava!" ucap salah satu sahabatnya, Flaurent.
"Hm, lo duluan aja, gue nyusul," ucapnya datar membuat sang sahabat berkacak pinggang.
"Beneran nyusul kan lo? Awas kalo nggak!" ancam Flaurent sambil berlalu pergi meninggalkannya sendiri.
Rara mulai melangkahkan kakinya menuju kursi penonton paling depan yang tertutupi pegangan besi. Tangannya menggenggam pegangan itu kuat dan melompat turun melewati pagar itu.
"Eh, buset!" ucap seseorang mengejutkan Rara. Hampir saja ia terjatuh jika tak segera membenahi letak kakinya.
"Ehh... lo ngga papa kan? Sori tadi gue ngagetin," kata seseorang itu memohon maaf. Rasa panas mulai menjalar ke seluruh wajah Rara ketika menyadari siapa yang mengejutkannya. Rona kemerahan pun tercetak jelas di kedua pipinya.
"Gapapa kok, Al, salah gue juga tadi ngagetin lo," ucapnya dengan wajah yang menunduk. Kemudian ia mengangkat tangannya dan melambaikannya. "Dah ya, Al, gue ke temen dulu," ucapnya sebelum pergi meninggalkan orang itu.
Ia pun berjalan mendekati orang-orang yang berlalu turun dengan tangga, menunggu sahabatnya yang masih terjebak dalam kerumunan itu. Tanpa memedulikan orang-orang yang menatapnya aneh, dikarenakan dirinya yang memilih melompat langsung daripada berjalan turun dengan tangga. Ia mengibas-kibaskan tangannya didepan wajah, berusaha menghilangkan sensai panas di wajahnya.
"Ck! Kebiasaan banget si lo?!" hina Jeane, sahabatnya yang lain, ketika mereka sudah berhasil keluar dari kerumunan itu. Ia hanya menanggapinya dengan kedua bahu yang diangkat. Akhirnya mereka berjalan mencari sang kapten basket, Vava, dengan berusaha mengontrol emosi mereka dikarenakan Rara yang masih saja bersikap dingin terhadap sahabatnya meskipun mereka sudah berteman lama.
Setelah mereka menemukan sang kapten basket, dengan segera mereka mengucapkan selamat satu-persatu, tanpa lupa memberikan air mineral kemasan kepadanya.
Tiba-tiba lagu Silhouette milik Kana Boon mengalun dari ponsel Rara. Dengan segera ia meminta izin dengan sahabat-sahabatnya untuk mengangkat telepon itu sebentar.
"Ged, gue pulang dulu," pamitnya kepada sahabat-sahabatnya setelah selesai menjawab telepon tersebut.
"Dicari Lucian ya lo? Manja bet si dia," ucap Kianna membuat Rara terkekeh pelan. Ia pun melambaikan tangannya kepada sahabatnya, dan segera berlalu pulang.
°°°
Brak
Suara pintu yang dibuka kencang membuat seorang laki-laki berjengit kaget.
"Sista, lo ngagetin gue lagi!" teriaknya kesal.
"Bodoamat!" balas Rara tak kalah keras. Sebelumnya, perkenalkan dia Lucian Aaron Gremory yang biasa dipanggil Lucian atau Luc. Adik laki-laki Rara yang umurnya dua tahun dibawah Rara.
Rara mendecih dan segera menuju dapur mencari sesuatu yang dapat dimasak.
"Gimana tadi temen lo? Menang?" tanya Lucian mencoba memecah kesunyian yang ada di rumah yang mereka tinggali. Rara hanya menggumam sebagai balasan.
Selesai memasak, Rara langsung duduk di sofa. Sementara Lucian dengan santai merebahkan kepalanya di pangkuan Rara. Tangan Lucian menekan tombol di remote, sekejap kotak hitam didepan mereka menyala menampilkan tayangan yang cukup menarik, untuk Lucian. Namun, Rara tetap menontonnya sembari makan. Sesekali mereka berdebat tentang tayangan itu, atau bercanda ria. Namun, tak dapat dipungkiri hati mereka masih terasa kosong, seakan ada yang kurang, yang mereka sembunyikan dengan senyum lebar dan tawa renyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENUA
Teen FictionCerita ini berkisah tentang persahabatan enam gadis yang penuh ambisi dengan kelebihan yang berbeda-beda. Pertandingan, permusuhan, perdebatan, dan percintaan turut serta mendampingi kisah mereka. Cerita ini bermula dari pendidikan menengah pertama...