7

1.7K 197 43
                                    


Revan diam sambil menatap papan tulis yang ada di depan kelas, penjelasan dari guru matematika yang ada di depan sama sekali tidak ia dengar padahal biasanya ia selalu antusias dengan pelajaran ini. Tapi kali ini tidak, pikirannya melayang jauh ke kabaret yang akan ia mainkan di festival kesenian. Judul kabaret dan cerita yang akan dimainkan sudah diputuskan.

Jujur saja Revan tidak begitu jago soal akting, tidak seperti mantannya yang terlihat begitu bagus dan menghayati ketika berada di atas panggung. Tanpa sadar Revan tersenyum mengingat kenangan saat Senja mengoceh soal betapa lelahnya mendapat peran penting, mantannya itu akan mengoceh sekaligus mengumpat tanpa henti sambil membanting naskahnya tapi setelah dimanjakan olehnya dan diberi kalimat-kalimat motivasi sekaligus sayang, pasti mantannya itu akan kembali semangat dan berakhir menampilkan akting yang begitu bagus. Entah berapa kali Revan terpukau dengan akting yang dilakukan Senja.

Sayangnya semua hanya kenangan. Sejujurnya Revan tidak masalah kisah kasih asmaranya berakhir dengan Senja, Revan tidak marah ketika Senja dengan seenaknya memutuskan hubungan yang ada di antara mereka, Revan tidak egois dengan menuntut alasan yang jelas dan tidak memaksa Senja untuk tetap bersama dengannya. Hanya saja, terkadang Revan merasa kecewa, entah kepada siapa atau terhadap apa. Mungkin kecewa kepada dirinya sendiri karena tidak mampu menyayangi Senja dengan baik sampai-sampai membuat anak teater itu memilih mengakhiri hubungan mereka, mungkin juga kecewa kepada diri sendiri karena tidak pernah bisa mengerti perasaan Senja, atau malah kecewa dengan hubungan yang pernah ia jalani... Revan tidak tau.

"Revan...."

Entah sejak kapan guru matematika di depan telah menghilang bahkan anak-anak kelas telah berhamburan keluar untuk istirahat, menyisakan Revan dan Lily yang baru saja memanggil namanya.

"Eh? Udah istirahat?"

Revan bertanya dengan muka terkejut yang tidak sepenuhnya asli,

"Mikirin apa?"

Lily balik bertanya tanpa repot-repot menjawab pertanyaan Revan. Ada hening yang terjadi karena Revan justru hanya diam sambil menatap ke depan lalu beralih ke bukunya yang sama sekali tidak ia sentuh sejak tadi.

"Bukan hal penting. Yok ke kantin."

Revan bangkit sambil sedikit menunjukan senyum yang terasa ganjil di mata Lily, sebelum Revan benar-benar keluar dari kelas tiba-tiba Lily kembali bersuara.

"Soal kabaret.. lu bakal minta bantuan anak teater?"

Bibir Lily hampir mengucapkan kata Senja tetapi ditahan sedangkan Revan menghentikan langkahnya yang hampir mencapai pintu kelas.

"Mungkin."

Lalu Revan menoleh ke arah Lily dengan senyum yang kembali tersemat, Lily tanpa sadar tersenyum geli lalu menyusul Revan. Yah apapun yang terjadi kedepannya, Lily hanya berharap nasib baik selalu menyertai sahabatnya ini

.

Senja menghela nafas berat, ini hari Sabtu dan harusnya ini adalah hari jatah liburnya karena kegiatan ekskul sudah ditiadakan mengingat ujian tengah semester sebentar lagi. Tapi siapa duga kalau kemarin malam sang ketua teater yang paling cantik tiba-tiba membuat pengumuman kalau anak-anak teater harus berkumpul di auditorium terutama anggota yang sering mendapatkan peran, kalau tidak datang? Siap-siap mendapat sanksi yang akan membuat anak-anak teater berpikir sepuluh kali untuk tidak hadir.

"Muka lu jangan gitu mulu kek, makin jelek baru tau rasa."

Reyvan yang berjalan di sebelah Senja mulai bersuara karena tidak tahan melihat wajah cemberut tetangganya ini. Sebuah kebetulan karena hari ini Reyvan juga harus menghadiri kelas tambahan yang diadakan khusus untuk anak kelas tiga sehingga Senja bisa nebeng ke tetangganya itu apalagi Reyvan membawa motor sehingga tidak perlu capek-capek jalan atau naik kendaraan umum dan bisa cepat sampai. Buktinya sekarang Senja dan Reyvan telah sampai di sekolah dengan cepat dan tanpa rasa lelah sedikit pun.

Dear Mantan! (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang