1. Just For Fun

212 49 67
                                    

Bismillahirrahmanirrahim..
Happy reading, guys!

IX J ditahun ajaran 2016 termasuk kelas yang sangatlah amat terkenal di SMP Cendikia Bandar Lampung dengan kebebelannya. Bebel itu sama aja kayak bandel. Disetiap sekolah pasti ada salah dua dari seluruh kelas yang diingat guru-guru. Yang pertama, kelas unggulan yang diisi murid-murid pinter dan bergaya dan yang kedua yaitu kelas biang keributan yang diisi dengan murid-murid genius. Dan kelas gue masuk dalam kategori kedua.

Mari kita lihat seberapa genius manusia di kelas sembilan J ini. Sebelum gue menceritakan manusia-manusia di kelas ini, izinkan gue memperkenalkan diri gue terlebih dahulu.

Nama gue Nina Zeylanteera. Saat di sekolah nama depan gue yang dipake, tapi ketika di rumah biasa dipanggil Zeylan. Tinggi badan gue saat ini 155 cm. Berat badan 44 kg. Kurus kan gue? Hahaha. Kata orang, gue ini cuek, jutek, galak. Gue sih cuma jawab “Jangan nilai orang dari cover nya.” Padahal mah emang iya juga sih. Hehehe.

Kelas gue ini rusuh-rusuh masih bisa kompak, dong. Contohnya, dalam ide pembuatan jaket kelas. Itu rencana dari kelas delapan dan baru di kelas sekarang ini diproses. Emang kalo nggak ada yang komando yang bergerak cepet, ya, nggak akan jadi-jadi nggak.

“Woy! Kita ini kan mau perpisahan kelas. Gue dan anak-anak cewek usulin untuk buat jaket kelas yang ada kupluknya. Tujuannya biar ada kenangan tersendiri aja gitu. Kita pesen sama Bu Rose aja daripada makan waktu buat nyari-nyari tempat lagi. Gimana? Lo pada mau nyicil nggak untuk bayar jaketnya?” instruksi pertama dari Siti, bendahara 2 di kelas gue.

Faradilla Siti Nurjanie nama lengkapnya. Anaknya kecil, kulitnya cokelat. Suaranya cempreng kayak bunyi tutup panci nenek gue. Kalo jerit sekali aja ya, udah kayak toa mushola di sekolah. Dia tuh manis karna ketolong lesung pipi disebelah kiri. Walaupun cuma satu geh¹ lumayan. Kayak ada manis-manisnya gitu.

“Berapa coba harganya?” pertanyaan pertama dari anak laki yang paling nyolot di kelas. Namanya Reza Pratama. Nggak ganteng tapi belagu. Dia gaptek di pelajaran IPA sama Matematika. Dan dua pelajaran itu adalah pelajaran yang gue hindari. Eerggghh.

Dia ini orangnya paling pelit kalo udah urusan uang. Nggak mau rugi bener. Heran gue mah. Gimana kalo dia punya cewek coba? “Ya, itu mah beda lagi, geh urusannya,” jawabnya dengan muka songong saat gue ceplosin begitu. Gue jijik, akhirnya gue sinisin aja sesinis-sinisnya.

“Males, ah, kemahalan,” ujar dari manusia paling bebel di sembilan J. Ini anak udah kayak makhluk astral yang suka tiba-tiba muncul nggak jelas.

Pernah saat gue dan beberapa temen cewek lain abis jajan dari kantin menuju ke kelas. Saat berjalan di depan kelas tuh gue liat dari jendela nggak ada orang dalem kelas, alias sepi. Gue dan yang lain lagi asik-asik ngobrolin tentang klub bola tiba-tiba ada suara tak asing menyeletuk.

“Eleh, Chelsea kalahan! Ngotak aja,” gue dan yang di dalem kelas kompak nengok ke arah pojok belakang sebelah kiri dari arah kami. Setelah tau siapa makhluknya. Kami membesarkan mata lalu berteriak, “Ardit togeeeee!!!” dan yang diteriakin cuma meringis.

“Nyambung aja, geh, Barca tukang shampoo,” balas gue mendelik ke arah Ardit. Nama mah nggak salah-salah bagus, Ardit Permana, tapi geh kelakuannya bebel.

“Udah kek makhluk astral emang!” timpal Siti yang paling sebel sama Ardit. Itu dua orang sama-sama suka club bola Barcelona. Suka ribut berdua, “Ntar, geh, lama-lama kawin lo berdua itu,” ucap Mouza saat itu sambil memakan cirengnya.

Mouza Slenabila. Pinter anaknya, dia yang berhasil raih peringkat dua di kelas tujuh dan delapan. Itu yang buat kami percaya untuk nunjuk dia jadi bendahara 1 di kelas. Punya gigi gingsul, cakep, k-popers, badannya kurus nggak ada body tapi disukain banyak anak cowok. Salah satunya si Ardit toge itu. Tapi sayangnya, Mouza udah punya cowok di kelas sembilan F.

Junior High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang