Hiruk piruk suara tawa Luna dan teman-temannya terdengar hingga ke dapur. Linda yang sedang menyiapkan makan untuk si bungsu terlihat tampak sangat bahagia mendengar celoteh anak-anaknya.
“Luna, sini makan dulu !” Linda membawa sepiring nasi dengan senyum hangat khas seorang ibu.
Luna berlari menghampiri sang bunda dengan nafas ngos-ngosan.
“Bunda, Luna mau beli mainan sama teman-teman” ucap Luna dengan mulut penuh makanan.
“Iya, asalkan Luna habis makannya” Linda menghapus lembut keringat yang mengalir di dahi Luna.
Setelah selesai menyuapi Luna sampai habis, Linda memberikan uang kepada Luna dan teman-temannya untuk membeli mainan.
Mereka semua bersorak gembira, Luna langsung memeluk dan mencium Linda.“Terima Kasih Bunda” ucapnya tulus lalu pergi menghampiri teman-temannya yang sudah terlebih dulu berlari.
Linda menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.
Bibirnya menyunggingkan senyum yang sangat lembut melihat kebahagiaan si bungsu. Penyakit yang selama ini menggerogoti tubuhnya membuat waktu Linda dengan anak-anaknya semakin berkurung. Senyum tulus yang dari tadi mengembang dibibirnya perlahan hilang seiring dengan bayangan Linda bagaimana jika nanti si bungsu hidup tanpa dirinya.Setetes darah yang jatuh di tangannnya membuat Linda sadar akan lamunannya. Linda menghapus darah yang sudah di pastikan dari hidungnya agar tidak ada yang melihat, namun terlambat karena pak Fahri yang sejak tadi berdiri di sampingnya terlebih dahulu mengangkat wajahnya.
“Hidung bunda berdarah” Pak Fahri menyapu darah tersebut dengan handuk di tangannya, karena pak Fahri baru saja selesai keliling komplek untuk jogging yang merupakan kegiataannya setiap sore.
“Bunda hanya....” ucapan bu Linda terpotong karena merasa kepalanya sangat sakit, hingga akhirnya dia tidak sadarkan diri.
Beberapa tetangga yang melihat kejadian tersebut langsung datang menghampiri, dan ada yang membantu menahan mobil yang lewat untuk membawa bu Linda ke rumah sakit.
Dari kejauhan Luna memperhatikan hal tersebut, dia berusaha mengenali siapa yang di angkat warga, Luna langsung membuang mainan yang baru saja di belinya dan berlari menghampiri bunda yang sudah di masukan ke mobil.
Luna ingin masuk ke mobil, tapi langsung di tahan oleh Ratna.*****
Sudah sebulan lebih bu Linda di rawat di rumah sakit, seminggu ini keadaannya sudah membaik.
Laras Anak pertamanya yang sedang libur kuliah menyempatkan diri untuk pulang agar bisa menjaga sang bunda secara langsung.
Luna sang adik yang sedang libur sekolah juga ikut menjaga sang bunda di rumah sakit di temani oleh Ratna sang tante, adik dari pak Fahri sang ayah.“Mah, Luna nyuapin mamah ya” Luna mengambil semangkuk bubur yang ada di atas nakas.
Dengan tangan mungilnya Luna menyuapi sang bunda perlahan.
Bu Linda tersenyum manis, lalu membantu Luna ke atas ranjang.“Luna mau gak janji sama bunda?” Luna menatap sang bunda dengan tatapan bertanya.
“Apapun yang terjadi nanti Luna harus sekolah setinggi mungkin, ya setidaknya Luna harus lulus S1 kaya teh Laras” Bu Linda memeluk lembut sang anak bungsu.
Luna hanya mengangguk sambil mengacungkan jari kelingkingnya dengan sang bunda. Bu Linda mencium gemes pipi tembemnya dan Luna memeluk manja sang bunda.
Siang hari, Pak Fahri, Ratna, Laras dan Luna berkumpul di depan ruang UGD, keadaan Bu Linda mendadak menurun.
Luna yang sedang asyik bermain di gendongan Ratna tidak tau dengan keadaan sang bunda.
Sekitar satu jam menunggu, pintu UGD terbuka. Terlihat seorang dokter keluar dari ruangan. Semuanya menatap dokter dengan harapan besar, namun dokter tersebut hanya menggeleng lemah.“BUNDAAAAA ….” Laras langsung menerobos masuk kedalam ruangan.
Langkahnya terhenti ketika melihat kain putih sudah menutupi tubuh kaku sang Bunda.
Kakinya melemah, airmatanya semakin deras mengalir.
Laras ingin pingsan, namun Pak Fahri yang sudah berdiri di belakangnya langsung menangkap tubuh sang anak.Luna meminta Ratna menurunkan tubuhnya. Dia berlari menghampiri jasad sang bunda lalu menangis histeris ketika Ratna kembali menggendongnya.
Setelah mengurus kepulangan jenazah, jasad bu Linda akhirnya bisa di bawa pulang, bu Linda di sholatkan di masjid di kompleks perumahannya,sebelum akhirnya di bawa ke pemakaman.
Satu persatu tanah menutup jasad bu Linda. Tangis kembali pecah di pemakaman. Laras yang sudah beberapa kali pingsan akhirnya ke pemakaman menggunakan kursi roda.
“Bunda kenapa di timbun tanah tante ??” Luna menatap bingung kearah Ratna.
“Bunda lagi tidur sayang” Ratna menahan airmatanya.
“Tapi kenapa di timbun tanah ??” Luna masih bertanya.
Pak Fahri yang melihat Ratna kebingungan menjawab pertanyaan Luna mengambil Luna dari pelukan Ratna.
******
Pagi buta, pagi pertama setelah kepergian sang Bunda, rumah Pak Fahri di hebohkan oleh teriakan Laras yang mencari Luna. Laras sudah mencari Luna di sekeliling rumah, namun hasilnya nihil.
“Mba, ada liat Luna keluar rumah gak ??” Tanya Luna ke mba Galuh pembantu mereka.
“Saya tadi sempat liat dia buka pagar, pas di tanya dia cuma bilang pengen nengok bunda” Mba Galuh menjelaskan.
Setelah mengucapkan terima kasih, akhirnya Laras langsung pergi di iringi oleh Pak Fahri dan Ratna.
“Bunda, Luna kangen sama bunda, Luna ingin bermain dan bercanda sama bunda. Apa bunda gak takut sendirian di dalam ? Apa bunda gak laper ? Luna pengen nyuapian bunda. Luna janji gak bakal nakal lagi, tapi bunda jangan tidur di dalam, Luna mau bunda nemanin Luna” Airmata Laras kembali menggenang ketika melihat Luna yang sedang memeluk batu nisan sang bunda yang masih basah.
Laras memeluk sang adik dari belakang dan airmatanya lolos. Pak Fahri yang tadi juga menyusul Luna terdiam mematung melihat keadaan anak bungsunya yang sangat terpukul akan kepergian sang bunda. Dia duduk menghampiri kedua anaknya.
“Luna ngapain disini ??” Laras berusaha menahan tangisnya.
“Luna kangen bunda” Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari batu nisan sang bunda.
Pak Fahri langsung memeluk Luna, Pak Fahri sangat kaget ketika mengetahui jika tubuh Luna demam.
Dia menggendong Luna lalu membawanya ke rumah.
Laras mengompres Luna dan menyuapinya bubur lalu membantunya meminum obat, sesekali Luna memanggil sang bunda dalam tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brokenhome my encouragement
Teen FictionAku menjalani kehidupan hanya sebatas demi mewujudkan impian Mamah. Kebahagiaan hidup aku rasanya sudah hiang,terkubur bersama jasad mamah di usia aku yang kelima tahun. "Luna" Dia wanita tangguh, aku mencintai dia. Tetapi aku sadar jika yang mengej...