Dua

41 4 0
                                    

40 hari berlalu, Luna yang masih kelas 1 SD sering sekali mencari keberadaan sang bunda, bahkan tak jarang dia memanggil sang bunda dalam tidurnya.

Saat Ratna dan Laras sedang menemani Luna bermain, pak Fahri datang menghampiri mereka dengan membawa segelas teh hangat.

“Luna masuk kamar dulu nak, besokkan harus sekolah” Pak Fahri mengelus lembut rambut Luna.

Luna mengangguk kemudian masuk ke kamarn sambil membawa mainannya. Pak Fahri  duduk di depan Ratna dan Laras.
Sejak sang bunda meninggal, Laras memutuskan untuk berhenti kuliah dan fokus merawat Luna dan membantu pak Fahri mengurus usaha keluarganya.

“Minggu depan saya memutuskan untuk menikah !!!” Pak Fahri langsung membuka pembicaraan setelah sempat hening.

“Namanya Fitri, janda beranak dua yang menyewa ruko kita” jelas pak Fahri.

“Pembahasan macam apa ini ? Bercanda Ayah gak lucu” Laras langsung pergi meninggalkan Pak Fahri dan Ratna.

“Apa Mas serius dengan ucapan Mas ?” Ratna menatap Pak Fahri.

“Aku serius, tadi siang aku sudah melamarnya” Pak Fahri menyeruput tehnya.

Ratna menatap tajam sang kakak lalu pergi untuk menghampiri Laras.
Di ketuknya pintu kamar Laras, namun tidak ada jawaban hingga akhirnya dia memutuskan untuk langsung masuk.

Laras sedang menangis di atas ranjangnya. Dengan lembut Ratna memegang pundaknya.

“Aku mengorbanakan masa depan aku tante, aku rela berhenti kuliah demi keluarga aku, demi ayah dan adikku, tapi kenapa ayah seperti ini ? Bahkan kuburan bunda masih basah, kenapa ayah mengambil keputusan tanpa memberi tau kami ? Apa ayah tidak pernah memikirkan aku dan Luna sedikitpun ??” Laras memeluk Ratna dengan erat.

“Kami gak perlu orang baru di rumah ini, aku bisa merawat Luna, aku bisa bantu ayah, ayah bisa menikah lagi tapi bukan sekarang, kami baru kehilangan bunda tante, apa iya ayah langsung ingin menggantikan posisi bunda dengan orang lain ?” Ratna mengelus lembut rambut Laras tanpa bisa bicara sedikitpun.

Ratna tertidur di kamar Laras. Semalaman Laras menangis karena tidak terima dengan keputusan sang Ayah hingga akhirnya dia tertidur di pelukan Ratna.

Selesai sarapan pagi, Laras membantu Luna mempersiapkan sekolahnya lalu dia langsung mengambil tasnya dan pergi ke butik peninggalan sang bunda.
Di depan pintu, Laras berpapasan dengan sang ayah, Laras acuh seakan tidak melihat siapapun di rumahnya.

                                ******


Pak Fahri turun dari mobil dengan seorang wanita, Luna yang sedang bermain di ruang tengah di panggilnya.

“Luna sayang, kesini sebentar !!” panggil pak Fahri dengan setengah berteriak.

“Kenalin ini Bunda Fitri” Pak Fahri langsung menggendong Luna lalu membiarkan Fitri mencium pipi tembemnya.

“Mulai sekarang Luna panggil tante Fitri dengan sebutan Bunda ya” Fitri tersenyum.

Pada saat bersamaan, Laras yang pulang dari butik menatap tajam Pak Fahri dan Fitri lalu langsung mengajak Luna masuk ke kamarnya.
Laras menatap sendu sang adik yang sudah tidur nyenyak dari tadi.

“Bun, maafkan Laras. Laras masih belum bisa membiarkan orang lain masuk di kehidupan kami. Namun, Laras liat Luna sangat bahagia saat ayah mengenalkan istri barunya. Laras bingung, Laras gak tau harus bagaimana” Laras memeluk erat photo sang bunda.

                               ######


Luna yang selama ini terbiasa bersama Fitri akhirnya membuat Laras berfikir jika Luna sangat dekat dengan Fitri sedangkan Laras masih belum seutuhnya menerima kehadiran Fitri di keluarganya.
Masih sangat sering terjadi pertengkaran Laras dan sang ayah di karenakan Fitri.

“Ayah terlalu membela wanita itu, ayah lupa kalo kami ini anak kandung ayah. Kami juga perlu Ayah, untuk apa ayah menikah jika akhirnya ayah terlalu dekat dengan mereka anak-anak dia dari pada kami anak-anak ayah !! Semua ayah lakukan hingga ayah lupa jika ayah punya anak kandung yang terlantar, ayah menikah bukan karena ayah ingin menghadirkan sosok ibu di tengah kami, tapi justru ayah semakin menghilangkan sosok orang tua untuk kami” Laras memberontak ketika dia tau sang ayah berniat menjual butik peninggalan sang bunda demi membukakan usaha restoran untuk Fitri.

Plakkk !!!

“Lancang mulut kamu Laras, ayah tidak pernah mengajarkan kamu bicara demikian. Ayah hanya mencoba berlaku adil !!!” ucap Pak Fahri tak kalah nyaring lalu berlalu meninggalkan Laras.

“Adill ??? Ayah lucu, terlihat jelas ayah memihak mereka dari pada Laras dan Luna!!” Laras berteriak agar pak Fahri yang mulai menjauh mendengar ucapannya.

Luna yang melihat hal itu hanya bisa bersembunyi di balik pintu kamarnya. Laras menangis sesegukuan di dalam pelukan Ratna yang dari tadi mencoba melerai perdebatan keduanya.

Selama kepergian sang bunda, dan semenjak sang Ayah menikah lagi, Laras akhirnya memilih lebih banyak menghabiskan waktu di butik hal tersebut tentu saja membuat Luna kini lebih banyak terdiam dan termenung karena di rumah tidak ada siapa-siapa, hanya Ratna yang sesekali datang menjenguk mereka.

                                

                                       *****

Sosok gadis mungil yang cantik dan ceria tersebut kini perlahan terkikis.
Fitry yang sebenarnya hanya berpura baik di depan pak Fahri sering kali membentak dan menghukum Luna.
Luna tidak pernah mengatakan kejadian itu kepada siapapun karena Fitry selalu saja menyalahkan Luna yang nakal sehingga patut mendapat hukuman.

Sepulang sekolah, Luna memutuskan untuk pergi bermain ke rumah Liana, Luna mengetuk pintu dan Bu Astri menyambut hangat kedatangan Luna yang merupakan sahabat Liana di sekolah. Bu Astri langsung membawa Luna ke meja makan untuk makan siang bersama.

“Hay Lun, sini makan siang bareng !” Liana yang duduk di sebelah sang ayah melambaikan tangan dengan senyum mengembang.

“Apa kabar Luna sayang” Pak Ahmad mengelus lembut rambut Luna ketika Luna menghampiri.

Bu Astri menyendokan nasi ke piring kosong untuk Luna, di ambilkannya lauk dan di berikannya pada Luna. Luna memperhatikan Pak Ahmad yang sedang menyuapi Liana. Luna terdiam, seketika dia ingat almarhumah sang bunda yang biasanya selalu melakukan hal itu. Airmata Luna menetes, Pak Ahmad yang melihat itu langsung berdiri mendekati Luna dan memeluknya hangat.

“Luna kenapa sayang ?” Tanya Bu Astri khawatir yang juga menghampirinya.

“Luna sakit ?” Pak Ahmad mengelus lembut rambut Luna.

Luna hanya menggeleng, dia langsung memeluk bu Astri yang mulai mengerti arti tangisan Luna. Pak Ahmad menatap Bu Astri meminta penjelasan, Bu Astri hanya memberi isyarat agar Pak Ahmad mendekat dan segera memeluk Luna. Naluri keibuannya berkata jika Luna ingat mendiang sang bunda sehingga dia membiarkan Luna berada dalam pelukan dia dan suaminya. Liana yang melihat itu semua tersenyum ikhlas.

Brokenhome my encouragement
 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang