Janji Pernikahan Selvia

48 5 2
                                    

The wedding Promise

Hari ini adalah pernikahan Selvia, seorang teman dari masa lalu, ia bukan teman yang mampu kulupakan begitu mudah, aku sadar tidak akan bisa berpaling. Dirinya begitu indah menancap di ruang hatiku. Padahal kami tidak pernah menjadi sepasang, hanya kawan biasa, mungkin aku yang baperan akut saja.
Setelah kami memilih meneruskan studi kuliah di kota yang berbeda. Selvia dan aku tidak pernah bertemu kembali, hingga mungkin aku tidak akan bisa mengenalinya lagi.
Spesial buat hari ini, aku memilih setelan kemeja hitam dengan aksesoris dasi putih, supaya terlihat rapi di hari istimewahnya.
Apakah dia akan mengenali diriku? Aku tidak berpikir dia akan mengingat bajingan yang dahulu sering mengganggunya disekolah.
Tapi aku akan selalu mendoakan kebahagiaan untuk dirinya.
Lagipula kita berdua pernah menjanjikan sesuatu hal, janji yang tidak akan pernah kulupakan.
Maka berangkatlah aku dengan motor butut peninggalan ayah, melaju cepat menuju lokasi pernikahan.
Entah kenapa hari itu semilir angin malam terasa hangat di tubuhku.
Setiba dilokasi, seorang parkirman memintaku meminggirkan motor, aku mengikuti instruksinya.
belum sempat beranjak dari lokasi parkir terdengar suara yang begitu familiar ditelinga ku.
"Dit... Apa kabar? Kukira kamu nggak bakalan datang" pemilik suara itu adalah Joni, sobat dari SMA.
"Aku baik, dan tentu aku pasti datang. Selvia itu teman baikku. Walau sudah bertahun-tahun terlewati tanpa kabar, aku masih kangen dirinya" aku sendiri tidak pernah mau mendatangi Reunian almamater.
"Hanya kamu dan adelia, teman kita yang belum menikah. Selebihnya bahkan udah punya anak, kaya aku" joni tertawa sambil menunjuk gadis kecil berkepang dua yang sedang girang melihat mesin permen kapas didepannya.
"Belum menemukan yang cocok, Jon!"
"Sampai kapan dit, Selvia sekarang sudah menikah. Bukankah bebanmu tidak ada lagi?"
"Mungkin..." Jawabku ketus.
Joni merespon dengan menarikku untuk segera masuk ke dalam Ruang Resepsi, kurasa ia enggan melihat wajah masamku lebih lama lagi.
Setelah mengambil makanan, aku dan keluarga Joni mengarah ke meja paling depan, supaya bisa dekat untuk melihat Selvia dan suaminya.
Tidak disangka di depan sana, sudah penuh dengan alumni SMA kami. Perasaan haru meresap seketika, saat melihat kawan lama yang telah berkeluarga. Dengan tambahan keluarga baru mereka, kurasa mereka sudah bahagia sekarang. Berbeda dengan diriku yang setia menjomblokan diri, sampai hari ini.
Ruang resepsi pernikahan Selvia berlokasi di sebuah hotel bintang lima, karna dia menyukai mawar, warna dan aksesoris pernikahan penuh dengan warna merah. Dekor panggung dihiasi beribu mawar yang sangat indah. Selvia belum nampak berada diatas panggung.
Begitu kami mengambil tempat duduk, kami mulai terlibat dalam Percakapan bersama kawan lama.
"Inget nggak? Dulu pernah ada siswa yang ketahuan merokok, lalu dijemur selama seminggu oleh Pak Setyo dan hari Senin berikutnya ia sudah ganti kulit" celoteh Joni membuka ruang tawa. Aku tahu yang ia bicarakan adalah aku.
"Ngomong-ngomong Ini kan pernikahan Selvia, kita perlu tahu bagaimana tanggapan seseorang yang dahulu pernah mencintainya, kepada beliau silahkan buka suara... " Andrean menyeletuk sambil meneguk jus jeruk
"Kalian sudah tau jawabannya, aku doakan dia bahagia meskipun aku tidak akan pernah bisa melupakan Selvia" balasku tanpa merasa keberatan mengungkapkan perasaanku.
"Dasar Bucin!, Salah kalian sendiri, kemana-mana berdua bahkan ke kamar mandi, kalian bisa berdua.
Andai dulu adit tidak pindah ke kota lain, mungkin yang menikah hari ini adalah kalian berdua" Seru seorang kawan. Disambut tawa lepas semuanya.
"Makanya kapan kamu nikah? Liat Yanto yang dulu cupu, dekil dan jones. Sekarang punya istri yang cantik" entah maksud Andrean itu menyindir atau memuji.
"Alhamdulillah, Tuhan tidak memberikanku wajah yang tampan, tapi setidaknya aku bisa hidup mapan" Tegas Yanto dengan kikuk, ia masih belum terbiasa berbicara di depan kami.
"Dit, kalau kamu gak ketemu juga dengan jodohmu, mending nikah Sono sama yang masih jomblo" mata joni melirik seorang cewek anggun di pojokan.
"Emang aku apaan, bisa tiba-tiba kawin sama perempuan yang nggak kukenal!" Tegasku sambil menyantap Rendang.
Beberapa menit kemudian, Tokoh utama kita pun muncul, Selvia.
Dia memakai baju pengantin berwarna putih dengan aksesoris mawar merah di sepanjang gaunnya. Tiba-tiba mataku meneteskan air mata, teringat kenangan ketika kita masih menjadi sahabat dekat, Selvia yang dulu tomboi sekarang begitu anggun dan feminim.
Ia tersenyum lebar begitu melihat kami, matanya berkaca-kaca dan sambil menggandeng erat pria tampan disampingnya, terlihat sekali ia ingin menyombongkan diri kepada kami, teman semasa sekolahnya.
Tidak lama setelah ia duduk manis di singgasana pernikahannya, ia turun mendekati kami. Pria tampan disampingnya pun ikut dibawanya.
"Hai semuanya, terimakasih sudah datang. Aku sangat kangen kalian, kalau kalian nggak datang mungkin acara ini nggak bakalan menyenangkan buatku" matanya sembab karna tangisan.
"Karna kamu udah egois mengundang kami, walau ada teman kita yang bekerja diluar negeri, seperti Adit. Bolehlah kamu perkenalkan suamimu" celetuk Joni membalas salam Selvia
"Perkenalkan, Wisnu Aditama. Pria tampan yang kutemui di kampus!, dan sekarang jadi suamiku!" Ia kegirangan, Suami Selvia membalasnya dengan tersenyum ramah.
"Selamat atas pernikahanmu sel.." entah kenapa aku mengatakannya.
"Aku adalah orang yang menemanimu dalam waktu lama dan kenal kebusukanmu, aku berharap suamimu betah tinggal berdua denganmu" Meja pun riuh ramai dengan tawa.
Selvia bermuka masam, namun beberapa detik kemudian senyum di bibirnya merekah.
"Dulu aku pernah berjanji ke Adit, untuk memberikannya hadiah di hari pernikahanku. Yaitu, aku akan mengasih tahu siapa cewek yang diam-diam mencintai dirinya selama tiga tahun di SMA, seseorang yang sampai sekarang masih mencintai dirinya".
"Memangnya cewek itu beneran ada?" Balas Joni dengan tertawa.
"Ada, ia disini..." Tiba-tiba cewek di pojokan itu berdiri dan mendekati Selvia.
"Siapa dia?" Tanyaku dalam hati.
"Kalian mungkin tidak mengenalinya, karna ia sama dengan Adit. Ia bekerja di luar negeri, katanya kalau di Indonesia bakalan rindu sama Adit terus" senyum simpul pun merekah di bibir manisnya.
"Tolong dit kesini" aku beranjak dengan hati berdebar, padahal sebelumnya nggak.
Aku berdiri di samping wanita itu.
"Apakah kamu mengenalinya?"
"Tidak..., Sama sekali"
"Kamu masih inget nggak, dulu kita pernah punya teman yang ngekorin kita mulu, yang kemudian jadi sahabat dekat kita. Tapi di kelas tiga, ia mengikuti keluarganya untuk pindah"
Aku berusaha mengingatnya kembali, dan menemukan jawabannya.
"Jadi maksudmu dia... Adelia? Cewek yang dulu bandel banget itu?"
"Maaf deh, kalau aku bandel banget, sekarang aku udah berubah kok dit" aku tidak sadar kalau sedari tadi ia memandangku.
"Kamu pernah ngalamin nggak dit, kamu jatuh cinta sama seseorang, kamu berusaha untuk dekat sama dia, mencoba tampil cantik dan manis didepannya, tapi nyatanya dia sudah suka dengan sahabatmu. Lalu sebelum cintamu tersampaikan, kamu terpaksa untuk pergi jauh."
Adelia mengatakannya sambil tersenyum.
"Kenapa kamu nggak menghubungiku?"
"Aku malu untuk menelpon kamu, walau sekali saja"
"Makanya aku berjanji ke Selvia, bahwa di hari bahagianya aku akan mengaku, kalau aku suka sama kamu dit..."
Teman-teman yang sedari tadi asik menonton mulai bertepuk tangan, dan beberapa meneriaki diriku.
"Tembak! Dit sikat!"
Setelah keriuhan itu mereda,
"Sejujurnya aku bahkan sudah melupakanmu, mungkin sebabnya adalah karena Selvia lebih banyak mengisi waktu-waktu milikku, tapi aku ketahui sekarang aku tidak akan bisa mendapatkannya lagi." Aku memandang Selvia, dia tersenyum.
"Dan untukmu, adelia... Aku belum bisa jatuh cinta padamu sekarang, tapi aku berjanji kali ini mari kita mulai awal yang baru. Aku pun sudah bosan di Amerika, kurasa sekarang aku akan memilih tinggal di Indonesia. Untuk menemanimu, karna aku juga suka denganmu..."
Setelah aku mengatakannya, Adelia memeluk erat tubuhku. Ia menangis.
Sekali lagi semuanya ikut bertepuk tangan.
Sambil memeluknya, aku melanjutkan kalimat yang belum ku selesaikan.
"Untuk Wedding Promise selanjutnya, aku berjanji akan menikahi mu..."
Tapi kali ini tidak ada yang tertawa, atau bertepuk tangan. Semuanya tertegun melihat ke arah Joni, karna anak ceweknya yang berkepang dua itu menangis dengan keras. Ingin minta pulang. Ibunya dengan susah memintanya diam.
Aku tersenyum melihat pemandangan itu, di hatiku aku bertanya-tanya apakah aku akan mengalami hal tersebut, anakku akan suka menangis dan adelia akan kerepotan. Dan apakah Aku mampu menepati janji untuk menikahi Adelia, mungkin tidak ada yang tahu.
Tapi hari itu ditutup dengan menyenangkan, setelah perbincangan hangat dengan Selvia dan suaminya. Kami beranjak pulang, dan para orangtua baru itu kesusahan menggendong anak-anak mereka yang sudah pulas ke alam mimpi.
Aku juga sangat tidak menyangka, soalnya sore tadi aku berangkat sendirian diatas motor ini.
Dan sekarang ada bidadari untuk diantar pulang di belakang, yang mata indahnya hampir membuatku tenggelam setiap memandang dirinya.
"Pegangan yang erat ya adelia, aku berjanji akan menjaga kamu"
"Ihh... kamu bucin Adit"
Ia mencubit pipiku dengan kuat, dan aku balas mencium pipinya.

THE WEDDING PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang