05 : Izin

1.3K 153 14
                                    


Warning!!, Typo bertebaran 😅
.
.
.

"Oke, bagus, ya sekali lagi lihat ke kamera, oke. Luar biasa, sekali lagi," suara photografer mendominasi ruangan pemotretan.

Jennie tersenyum memperhatikan David yang berpose lincah di depan kamera. Walau terkadang Jennie khawatir dengan kesehatan David, namun David selalu saja berhasil meyakinkannya, jika dirinya tidak apa-apa justru merasa bahagia.

Karena hal itu Jennie jadi merasa bersalah karena sejak kecil ia sering mengajak David ke tempat pemotretannya. Jennie juga semakin mengkhawatirkan perkembangan antara David dengan lingkungan sekitarnya, seperti pertemanan dan dunia pendidikannya.

Apa dia sudah menjadi ibu yang baik, atau justru terlalu buruk?.

"Eomma, beberapa angkatan di sekolah kami ada study wisata," Jennie terkejut saat melihat David yang sudah selesai berpotret diri di depan kamera.

"Study wisata?," Kerutan halus muncul di kening David, "dimana?," Tanya Jennie kemudian.

"Di Anyang, Minggu ini khusus kelas 1 sampai 3,"

"Anyang?," Pikir Jennie sejenak

"Wah kebetulan, itu kampung halaman eomma, oke besok eomma ikut," putus Jennie.

David tampak kecewa,"haah, andwae" rengek David, "pasti tak ada satu orangpun yang membawa orang tua. David pengen coba lebih akrab dengan mereka," jelasnya

Jennie lirih melihat reaksi anaknya, tapi batinnya tidak. Tentu saja dia sangat khawatir, "tidak, tidak. Bagaimana jika ada apa-apa huh?," Tuntut Jennie

"Padahal belum lama David pindah, tapi sudah ada acara seperti itu. Jika eomma tidak boleh ikut, maka David tak boleh pergi," tukas Jennie tuntas dengan sedikit nada meninggi di akhir kata

Jelas sekali David kecewa, matanya perlahan mulai berair, lalu anak kecil itu berlari keluar dari ruang pemotretan tanpa meninggalkan kata-kata.

Jennie terdiam, tangannya perlahan mengacak rambutnya sendiri. Sial, apa dia terlalu kasar pada David?, Tapi dia pikir kembali itu tidak terlalu. Bagaimana pun dia tidak bisa terlalu memanjakan David, dia harus memberi tahu batasan bocah lelaki itu.

Sementara itu David berlari tanpa pikir panjang, lalu perlahan tangannya mengucek matanya hingga bulir bening dimatanya benar-benar hilang dan dia baru saja tersadar.

"Lah, ini dimana?," Ujar David sambil mengawasi etalase di tempatnya berdiri dengan memutar badannya.

Mata David lalu tertuju pada sebuah mobil penjual es krim di pinggir jalan.

Tak bisa di biarkan, pikirnya sambil menatap mobil es krim itu. Tangan David perlahan menelusuri kantongnya, "uang ku di tas," keluh David lalu mengubur mimpinya dalam-dalam.

"Hai bocah, apa kau ingin ini?," David mendongak ke sumber suara

"Ah tidak, eomma ku bilang tak boleh menerima barang apapun dari orang asing" tukas David yang sesungguhnya sudah menatap es krim vanilla di tangan pria dewasa itu sedari tadi.

Pria itu lalu menjongkokkan diri agar tingginya setara dengan David.

"Siapa namamu?,"

"David Kim," jawab David sambil menatap mata pria itu, "kalau ahjusi?," Tanya David kemudian

"Mwo, ahjusi?," Pria itu terkejut tak percaya

"Tak mungkin aku memanggil anda Hyung atau oppa, dan tak lucu jika aku memanggil anda appa," jelas David dengan wajah polosnya

1 Am Alone (Jenyong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang