"jika setiap pertemuan ada perpisahan, bukankah kita harus menyiapkan hati untuk terluka?"
Rinjani gena ratulangi
An tunggu gue dong curang lo, masa gue ditinggal. Siapa suruh lo lelet kan kalah cepet sama gue. Ah ngga asik lo curang tau ga sih. Rin jangan ngambek dong, gue teraktir deh, tapi jangan ngambek lagi. Ah palingan juga lo boong kan ujung ujungnya gue juga yang bayar. Ya ampun adek gue yang paling cantik kapan sih lo mau percaya sama gue. Ngga akan lo boonging gue mulu sebel gue sama lo.
"rin, rinjani? Udah bangun sayang?"
Ckleekk.. pintu kamar dibuka, namun tidak menampakan gerak gerik pemilik kamar yang sedang asik menatap jendela . Sentuhan tangan lembut mila berhasil membuyarkan lamunan rinjani.
"eh, mamah sejak kapan mamah ada di kamar rinjan?"
"udah dari tadi, kamu aja yang bengong, ngelamunin apa sih hem?"
"engga kok mah, papah udah berangkat mah?"
"belum, ayo turun papah nungguin kamu tuh di bawah"
Satu persatu anak tangga sudah terlewat, namun langkah kaki rinjani terhenti pada tangga ke lima, air matanya berdesak, tiba tiba semua berdiri, senyum telukis disana, iya indah bahkan tidak ada kata yang bisa diungkapkannya saat ini.
"happybrithday sayang" pelukan leo yang tiba tiba membuat rinjani turut membalasnya
"pah"
"kamu suka sayang? Papah sama mamah udah rencanain ini semua, kamu suka?"
"banget pah,, rinjan suka banget"
Pelukan itu semakin hangat dengan adanya mamah yang ikut dalam pelukan kita bertiga, kurasa itu cukup menggambarkan betapa bahagianya aku hari ini. Leo ratulangi, sosok ayah yang sempurna bagi seorang rinjani entah apa yang membuatnya sangat membanggakan leo, yang ia tau leo sangat menyayanginya, jika leo sangat menyayanginya maka mila jauh sangat menyayanginya, bagi rinjani mereka berdua adalah alasan rinjani untuk tetap bertahan.
"papah udah ijin ke kampus kamu, jadi hari ini kita akan habisin waktu bertiga"
"pah, serius? Kok bisa? Kenapa papah ngga bilang dulu ke rinjan?"
"rinjan sayang kalo bilang dulu namanya buka supprise dong, lagian ini jug aide mamah" kata mila sembari melirik suaminya yang kiini sudah siap tempur
"oh iya? Bukannya papah yang nyiapin ini?" kata leo papah rinjani yang tak mau kalah saing
"tapi mamah yang nyiapin semuanya"
"udah mah, pah malu diliatin orang, kaya anak kecil ajah" kata rinjani diselingi tawa kecilnya.
####
Kamar yang bernuansa abu abu putih itu kini dipenuhi dengan berbagai hadiah dari keluarganya, lengkungan tipis kini menyelimuti wajah putih rinjani, satu persatu kado ia buka tapi tak ada yang menarik manic hitam milik rinjani kini tertuju pada sebuah album kenangan, dibukanya lembar demi lembar terlihat dua gadis kecil sedang tersenyum duduk dipangkuan orang tua mereka, bahagia itu yang bisa rinjani simpulkan,
Ttess
"darah" gumam rinjani
Darah terus keluar dari hidung mancung milik rinjani, namun ia hiraukan ia sedang menikmati, tidak mau ada tangis di hari bahagianya ini.
"pah, mah rinjan berangkat dulu yah, ada kelas pagi soalnya" kata rinjani sambil mengambil sarapannya dan meneguk susu yang telah disiapkan mamahnya
"bareng papah ajah njan, nanti papah antar" sela papahnya
"duduk sayang, jangan dibiasain minum sambil berdiri" mila hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kebiasaan putrinya itu
"hehe, iya mamah cantik udah telat nih, rinjan naik angkot ajah pah udah telat"
"hem, kebiasaan. Nanti kalo pulang telfon papah, nanti papah jemput kamu"
"siap bos" kata rinjan sambil mencium punggung tangan orang tuanya itu
"rinjan berangkat, assalamualaikum".
Rinjani setengah berlari menuju kelasnya 5 menit lagi kelas akan dimulai, "sial lift penuh lagi" umpatnya sembari berlari menuju tangga "pagi pagi udah olahraga" gumamnya sambil terus menaiki tangga, beruntung waktu itu dosennya telat jadi rinjani masih bisa bernafas lega
"gen, lo dipanggil pak toro tuh" kata rini sahabat rinjani, ya di luar rumah teman temannya memanggil nya gena.
"ngapain lagi sih, ngga tau apa gue lagi cape"
"udah sanah, siapa tau masalah beasiswa lo"
baru prolog nih,, jadi jangan lupa vote dan coment ya biar tambah semangat nulisnya:)
YOU ARE READING
RINJANI
Teen FictionRinjani menyukai hujan, tapi ia harus menghindarinya. Rinjani menyukai pantai tapi alam tidak bersahabat dengannya. haruskan rinjani menghindar dari seseorang yang sudah membuatnya jatuh cinta untuk yang kedua kalinya? adakah yang terluka lagi? Atau...