Mas qu, belok?

5 2 0
                                    

Bel pulang bergema diseluruh penjuru kelas, semua anak murid bersiap untuk kembali kerumah masing-masing. Dan inilah saatnya untuk aku mulai melancarkan aksiku. Sebenarnya seharian ini aku hanya mengikuti semua yang dilakukan mas qu disekolah. Mulai dari mengikutinya kekantin dan mengamati menu makanan seperti apa yang dia pilih, ekskul yang dia datangi dan sepertinya dia tertarik dengan klub sepeda. Ini masih belum yakin, tapi seperti memang dia akan memilih itu. Tapi, bagaimana ini? Aku kan tidak bisa menggunakan sepeda. Cara apa yang akan aku gunakan untuk bisa dekat dengannya. Huwa emak, mengapa dulu waktu kecil ketika aku mencoba naik sepeda malah engga dipegangin? Aku masuk empang, dan berakhir tak ingin menyentuh yang namanya sepeda lagi. Tuhan, aku mohon padamu. Apa saja, asal jangan sepeda.

Aku yang masih berkutat dengan pikiranku tanpa sadar kehilangan jejak mas qu. Dasar ceroboh! Bisa-bisanya kelupaan. Dengan secepat kilat aku memasukan semua barang kedalam tas kemudian berlari kencang menuju parkiran sekolah. Dengan nafas yang menggebu-gebu, aku. Aku melihatnya! Mas qu, tunggu. Apa-apaan ini? Sekarang, bagaimana bisa? Belok? Tidak mungkin. Mas qu, ada apa ini. Kenapa memeluk Jeje begitu? Tanpa sadar aku melangkahkan kakiku ke arah mereka. Semakin cepat, cepat, cepat, dan  aku sampai. Mereka berdua sudah tak diposisi yang tadi, mereka berdiri berhadapan dengan jarak tak sedekat tadi. Aku berdiri dihadapan mereka, mendongak menatap keduanya bergantian. Tubuhku bergetar, sesak. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Air mataku tanpa sadar mengalir, diiringi isak tangis. Tubuhku lunglai, aku berjongkok dihadapan mereka. Sebisa mungkin menutupi wajahku. Bodoh! Maheswari bodoh! Bagaimana ini  sekarang? Aku harus apa?

Netizen yang lalu lalang mulai berbisik tentang apa yang terjadi, membuat Jeje dan Mahendra kebingungan. Aku merasakannya, seseorang juga berjongkok didepanku, dia berdehem pelan. Canggung. Aku mengangkat kepalaku, mencoba mengedipkan mata berusaha membuat pandanganku menjadi jelas. Mata kami bertemu, sial! Kenapa yang ada dihadapanku malah Jeje sih? Mas qu, dimana dia? Aku segera mencari keberadaannya, dia masih berdiri sambil memandang ke arah lain. Benar-benar seperti tak peduli dengan apa yang terjadi denganku.

"Dra, ini temen sekelas kamu kan?"

Jeje bersuara, membuatku sekarang jadi menatapnya. Aku mengelap sisa air mataku, dan menarik masuk ingus yang ingin keluar yang membuat hidung dan mataku sedikit merah.

"Hah? Iya"

Sahutnya singkat, aku memperhatikan interaksi yang terjadi diantara mereka. Otakku tak dapat berfikir. Kosong.

"Naik apa pulangnya? Biar Mahendra yang anter. Dan juga, kenapa bisa nangis sih? Orang-orang jadi mikirnya kita yang bikin kamu nangis. Ayo diri."

Aku yang masih binggung dengan apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka hanya bisa pasrah saja.

"Kok aku? Ka, ga bisa gitu lah. Kenal juga baru tadi."

Itu Mahendra yang bicara, asli woi. Merdu banget, lumer dede bang. Tunggu, ka? Barusan mas qu bilang apa? Ka? Nyawaku yang awalnya hilang gatau kemana akhirnya kembali lagi.

"Ka? Kalian sodaraan?" Tanyaku polos

"Kita? Sepupuan. Udah lama ga ketemu, dan baru tau kalau dia pindah kesini. Kenapa nanya?" Jelas Jeje

"Hah? Jadi yang barusan peluk-pelukan itu bukan belok kan ya? Mas qu masih normal? Alhamdulillah, ya Tuhan. Terimakasih banyak"

"Cewe Gila."

Dia pergi, lagi-lagi ninggalin aku sendirian. Tapi ga masalah, yang penting mas qu ga belok. Gustiana Mahendra, aku Maheswari Adena. Akan terus mengejarmu.

"Jeje, makasih banyak. Aku pulang. Aduh senangnya."

Aku berjalan pulang sambil sesekali melompat, benar-benar hari yang melelahkan. Tapi aku suka. Masih ada kesempatan untuk bisa bersama mas qu. Ehe.







🖤
Note:
Terimakasih telah membaca, tetep dukung cerita aku ya. Next. Bye!:)

Struggle To Get, Mas Qu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang