Mrs. pocky

17 5 0
                                    

     Allen menatap Yoda sinis. Ia mulai gerah dengan perlakuan-perlakuan manis yoda. Lelaki ini memang cukup gigih mengejar nya. Ia mendatangi Allen setidaknya tiga kali sehari. "Kayak minum obat" gerutu Allen. Bukan cuma itu, Yoda juga sangat royal padanya. Tak jarang ia mengirimkan kado-kado mahal yang membuat semua wanita langsung luluh dengan perhatiannya.

     "Gue mau balik," ujar Allen beranjak dari bangku depan kelasnya dan berjalan cepat ke arah lobby kampus. Yoda mengejarnya.

     "Gue anterin ya?"

     "Gue bawa mobil."

     "Biarin aja. Ntar biar dibawa sopir gue."

     "Gue gak biasa menyerahkan barang barang gue sama orang asing."

     "Garansi gue jamin 100%," ujar Yoda ngeyel.

    Allen menghentikan langkahnya.

     "Apa elo pikir, elo PANTES buat gue?" Tanya Allen tajam.

     Di tanya seperti itu Yoda langsung tergagap.

     "Uhmmm... Gue gue rasa gue cukup pantes. Gue cukup kaya, cukup ganteng, cukup populer di antara anak-anak," ujarnya mulai menyombongkan diri.

     "Gue gak puas cuma dengan kata CUKUP. So jangan deketin gue lagi," ujarnya sinis.

     Allen meneruskan langkahnya. Meninggalkan Yoda yang cuma bisa bengong menatap punggung Allen yang semakin menjauh. Allen mengukir sejarah baru dengan menolak mentah-mentah dirinya. Menolak segala usahanya. Menolak harga dirinya.

                __________0__________

     "Elo nolak Yoda?" Tanya Bella sambil membereskan kantong belanjaanya.

     Allen mengangguk pelan.

     "Elo nolak cowok lagi Len? Elo lesbi?" Tanya agama kesal.

     "Ngawur aka! Gue nolak Yoda bukan berarti gue lesbi juga."
    
     "Elo picky banget sih. Yoda kurang apa coba? Ganteng, kaya, aktivitis kampus."

     "Cowok kaya Yoda dalam 2 tahun aja bisa bikin bangkrut perusahaan papanya. He's not the right one."

     Bella menghela napas beratnya. Ia sadar sesadar-sadarnya, sahabatnya itu memang pantas untuk memilih sekehendak hatinya. Allen nyaris sempurna. Ia mewarisi darah jerman-sunda dari orangtuanya yang membuat wajahnya tak kalah dari model-model ibukota. Bukan cuma fisiknya saja, Allen juga memiliki kecerdasan di atas rata rata. Ia selalu mendapatkan IP teratas dalam perkuliahannya. Selain itu, di usianya yang masih belia, Allen juga di nobatkan menjadi 'designer' termuda yang karyanya sering di sejajarkan dengan 'designer-designer' professional. Butik 'chamellon' milik papanya mampu berkembang hingga berpuluh cabang juga karena kelihaiannya dalam 'marketing' dan 'design-design' nya terkenal unik.

     Semua yang telah di raihnya dalam usia muda membuat Allen sangat 'picky' dalam memilih sesuatu. Ia hanya mau yang terbaik. Keberhasilan-keberhasilan tersebut nyaris membuat Allen 'over independent'. "Satu-satunya orang yang bisa kamu percaya adalah dirimu sendiri". Motto itu menancap buat di benak Allen. Maka tak heran ia hanya memiliki 2 gelintir sahabat yang sangat setia menghadapi ucapan-ucapan tajam Allen. Sudah terlalu terbiasa dengan tingkah sinisnya.

     Urusan cinta? Percayalah, ia terlalu sibuk menggambar berbagai model baju dari pada melirik cowok-cowok di sekitarnya. Saking jarangnya ia membahas cowok, Syana selalu mengejeknya, telat puber! Tapi Allen tak peduli. Ia cukup puas dengan kenyataan dirinya di kagumi banyak lelaki. Love makes time passes. Dan Allen belum siap membuang waktunya untuk 'jet lag' bersama seseorang yang tak pasti mencintainya.

     "Nobody Perfect Len. Lo harus sadar hal itu."

     Allen mulai jengah. Ia paling tidak suka kalo kedua sahabatnya itu ngomel masalah lelaki dan cinta.

     "Come on girls. Gak ada bahasa yang lebih penting? I Will have someone, tapi nggk harus sekarang, kan?

     "Setidaknya jangan bersikap terlalu sinis. Elo nggk takut karma?" Tanya Syana.

     "Mirror-mirror on the wall... Who is the prettiest women of all?" Ucap Allen sambil melenggangkan tubuhnya di cermin setinggi 1,5 meter itu. Tersenyum manis, ia tampak cantik dengan balutan blouse putih dan rok Allen yang memperlihatkan tungkai kakinya yang jenjang. Perfect! Tak rugi iya merogoh kocek cukup dalam untuk mendapatkan sepasang Outfit ini.

     "Oke, you are great Len. Elo cantik, mandiri, pintar. Tapi inget, hukum alam itu ada," ujar Bella meninggalkan sahabatnya melenggang anggun di depan kaca.

              __________0__________

     Allen meregangkan kepalanya setelah capek menggambar sketsa. Ia melihat keluar. Hujan lebat. Petir yang sesekali memekakkan telinga membuatnya urung melanjutkan sketsa-nya. Konsentrasinya sudah buyar.

     Allen lalu menatap lekat kelendernya. Melingkari tanggal 30. Ya, tanggal 30 adalah D-day untuknya. Besok ia akan mempresentasikan desaign-nya untuk diikutkan dalam 'event Asian spring'. Dan jika ia berhasil, ia akan menjadi desainer termuda yang lolos dalam ajang bergengsi se-Asia itu.

     Allen tersentak saat handphone-nya berdering nyaring. Ia mengangkatnya dengan kesal. Manganggu lamunannya saja.

     "Halo," apa Allen ogah ogahan.

     "Halo Allen, gue Yoda."

     "Elo lagi," gerutu Allen dalam hati

     "Iya, ada apa?"

     "Gue mau ngeralat ucapan gue tadi siang."

     "Sorry yoda, kayaknya itu bukan sesuatu yang penting di bahas deh," ujar Allen.

     "Elu harus dengerin, penting!" Ujarnya ngeyel.

     Allen membiarkan laki laki berkacamata itu bicara di seberang teleponya.

     "Gue mau ngeralat ucapan ''cukup'' dengan ''sangat''. Gue sangat kaya, buktinya perusahaan papanya gue jadi perusahaan advertising paling besar yang bisa membuat keluarga gue hidup layak 7 turunan...."

     Allen meletakkan handphone nya, dan membiarkan Yoda ngoceh sendiri tentang dirinya, ia melongok ke luar, hujan lebat berganti gerimis. Perlahan jari mungilnya menyentuh jendela kaca yang berkabut. Jarinya menari lincah menggambar setangkai bunga dengan sepasang kupu kupu di atas air hujan yang mengembun. Kemudian beranjak. Membiarkan kupu kupunya terjebak dalam gerimis malam.

              __________0__________

*Ayok gais jangan lupa vote yh*

Sebelum Aku PERGIWhere stories live. Discover now