"Intonasi nya lebih ditekan. Pelafalan nya diperjelas. Mimik muka mu mana?" Itulah segelintir kata-kata yang dilontarkan Pak Denis.
Sudah tak kuat. Tenggorokan ku haus, walaupun disediakan air di meja namun aku segan untuk mengambil minum itu. Sabar yaa cacing, sebentar lagi, batinku sambil mengelus perut.
Bukan, bukan 2 jam berlalu. 3 jam lebih 23 menit berlalu. Pak Denis baru menginstruksikan untuk menyelesaikan latihan hari itu.
Buru-buru ku keluar dari ruangan itu. AC yang ada di ruangan wakil kepala sekolah kesiswaan seolah tak berfungsi karena digantikan panas dan pedas nya omongan Pak Denis yang selalu memberi masukan dengan gaya nya yang sarkas.
Tentu, aku lari menuju kelas. PR IPA KU APA KABAR? MAMA KESANA NAK SEBENTAR LAGI AKAN SELAMATKAN KAMU DARI NILAI YANG KOSONG.
Namun, ada tangan yang menahan ku. Spontan aku memutar tubuh ku untuk melihat siapa yang menahan tangan ku tiba-tiba.
"Maaf lancang, gua cuma mau ngajak ke Kantin." Cowok yang bersama ku latihan, dia yang menahan ku.
"Gua mau ngecek kelas sebentar." Kata ku berusaha untuk tenang.
"Ayo gua temenin. Kelas gua lagi ada mata pelajaran matematika, mau bolos." Katanya santai.
Dan dengan bodohnya ku katakan.
"Iya, ayo."
Dia bersuara lagi.
"Lu kelas berapa?"
"9.i." Ku jawab singkat.
Tak ada percakapan lagi sampai akhirnya kita sampai di depan kelas ku.
Tanpa basa basi langsung ku teriak.
"KANIA."
"ECA. Untung yaa gua baik, PR IPA lu udah gua kerjain. Udah ngga usah berterima kasih, jajanin siomay boleh." Kania mengakhiri dengan cengiran.
"Gua aja belum jajan. Ini baru mau ke Kantin."
"Eh lu mandiri dulu yaa ke Kantin nya, gua mau narikin uang kas."
"Ngga, gua ngga sendiri. Bareng temen." Sambil ku tunjuk cowok yang bersamaku lebih dari 2 jam yang lalu.
"Oh, gitu ca, gitu." Kania dengan cengiran khas nya yang misterius seperti meledek ku.
"Gitu apa sih. Udah ah laper." Aku langsung meninggalkan Kania.
Ku hampiri cowok yang tadi sudah menunggu ku dari tadi.
"Maaf lama hehehe." Ku tambahkan hehehe di akhir kalimat ku supaya tidak garing.
"Iya gak papa."
Hening lagi. Jujur aku tidak tahan, aku bukan tipe orang yang bisa diam. Mau ajak ngobrol takut dikira sksd. Mungkin bukan sksd lagi tapi ganjen berhubung dia cowok.
"Nama lu siapa?" Ucap kita berbarengan.
Tertawa kecil berbarengan lagi.
"Ya udah lu dulu." Berbarengan lagi.
"Lu dulu dh." Kata ku sambil menatap wajahnya.
"Pesen makanan dulu deh." Ternyata kita sudah ada di Kantin.
"Lu mau apa?" Tanya nya padaku.
"Gua ketoprak deh laper." Jawab ku.
Setelah memesan makanan dia menghampiri tempat duduk tepat di depan ku.
"Nama lu siapa?" Ku bersuara duluan agar keheningan tidak terulang lagi.
"Gavin. Lu?"
"Fresya, panggil aja Eca. Panggilan dari kecil."
"Fresya?"
"Iya. Kenapa?"
"Nama yang bagus."
"Hm?" Mata ku refleks menatap nya.
Dia hanya membalas dengan senyum yang terukir di wajahnya sekarang. Tiba-tiba.
"Neng, tong. Ini ketoprak nya."
"Makasih yee mpok." Kata ku dengan logat khas betawi.
"Iye neng kalau kata anak sekarang apa tuh. Lupa lagi mpok."
"Oh Eca tau. Sans ajeee." Ku akhiri dengan tawaan receh.
"Nah itu maksud nye mpok." Mpok langsung kembali ke dalam kantin nya.
Saat ku ingin makan, Gavin kok ngeliatin gua mulu ya? Aduh jangan-jangan dia ilfeel.
"Kenapa?" Ku tanya to the point.
"Gua kira lu anaknya pendiem dan nolep tau-tau nya asik juga."
"Itu pujian?" kata ku sambil mengukir senyum lebar.
Dia hanya menganggukan kepala sambil nyengir tentunya.
Kita makan dengan tenang, bukan hening. Sesekali kita melempar candaan atau sejenisnya.
===============
Bel pulang berbunyi.
"Oh senangnya oh senangnya kita sudah pulang." Teman ku Ridwan menyanyikan dengan nada animasi yang sedang viral waktu itu.
"Ca, nanti gua nginep di rumah lu ya."
"Lah tumben? Kenapa emang nia?" Tanya ku pada Kania.
"Mau nginep aja, tiba-tiba mau nginep gitu. Kalau lu yang nginep dirumah gua pasti ngga bakal dibolehin sama mama lu." Benar kata Kania, aku tidak bisa nginep dirumah orang kecuali saudara, kata mama dulu pernah di beri petuah seperti itu dari nenek buyut ku.
"Ya udah nanti kerumah aja." Begitu kata ku.
"Asik tidur bareng Eca." Suara Kania begitu menggelegar sekarang hampir semua anak-anak yang ingin menuju gerbang mendadak melihat kita.
"Aduh berasa ikut The Voice." Ucap Kania dengan nada bercanda.
Tanpa basa basi ketika semua orang sudah tidak fokus pada kami. Ku tempeleng kepala Kania dan melototkan mata ku padanya.
"Peace." Kania sambil menunjukkan dua jari nya pada ku.
Keluar dari gerbang aku tidak melihat mama. Kemana mama? Tumben belum jemput. Kania udah pulang lagi bukan cuma Kania seluruh tema-teman ku sudah pulang, sekolah sudah sepi sekarang. Aku berdiri tak ada tujuan, bingung ingin pulang dengan siapa.
"Ngapain mba? Ngga pulang."
Reflek ku menuju sumber suara.
FARIS. ITU FARIS, mata ku berbinar bagai melihat malaikat di depan ku
"ALHAMDULILLAH YA ALLAH AKU PULANG NGGA JALAN KAKI." Ucap ku histeris.
"Siapa yang mau nawarin tumpangan, gua nyapa lu aja." Ucap dia sembarang.
"Jahat." Raut wajah ku ubah supaya dia mengira aku ngambek.
"Ya udah ayo." Faris menawarkan tumpangan padaku.
Tanpa basa basi bahas sana bahas sini aku langsung naik ke motor nya "Ayooo."
Rumah kita satu perumahan hanya berbeda RT. Aku RT 02, Faris RT 03. Dari TK,SD,SMP kita selalu bareng bahkan aku ingat pernah belajar sepeda bersama nya di umur 4 tahun. Masa kecil yang menyenangkan.
***************
Kadang aku ingin kembali ke masa dimana bisa tertawa lepas. Tak dikejar-kejar tugas seperti sekarang. Bukankah itu siklus hidup? Pasti ada masa nya.
SALAM SEBANYAK OKSIGEN DARI PLATINA
KAMU SEDANG MEMBACA
Palung Mariana
Teen FictionIni bukan kisah seorang bad boy yang jatuh cinta pada cute girl. Bukan cerita remaja SMA yang saling berebut cowok most wanted. Ini kisah perjalanan gadis dari masa remaja menuju masa dewasa.