"kau ingin pergi kemana? jangan jauh-jauh" tanya Jojo saat aku beranjak dari kursi.
"hanya keperpustakaan" Jojo mengangguk, kemudian ikut berdiri mengikutiku.
"mau kemana?"
"mengantarmu curut, aku tidak ingin kau dibully ditengah jalan" katanya kesal.
aku mendengus pelan, aku sudah bukan anak kecil lagi Jojo!
"tidak usah khawatir, aku bisa sendiri"
"jangan membantah nona Anastasya Hardikusuma!"
jika Jojo sudah menyebutkan nama lengkapku, artinya dia serius.
"baiklah baiklah, tidak perlu ngegas seperti itu juga nona Jovanka Myesha"
"terserahku, sudah ayo!"
hari ini kelas sedang free, katanya... guru-guru sedang rapat. daripada mendekam dikelas lebih baik keperpustakaan membaca novel, setidaknya tak terlalu membosankan.
kami berdua sudah berada diperpustakaan, sebelum masuk, kuusir Jojo dulu.
"sudah sampai, kau pergi saja"
"dasar curut!" ucapnya kemudian pergi dengan segala umpatannya yang masih sangat jelas bisa kudengar, hanya, tidak terlalu peduli.
didalam sepi, hanya beberapa, tidak lebih dari sepuluh, sepertinya banyak yang lebih memilih pergi kekantin atau kelapangan untuk melihat siswa bermain basket.
aku mengambil salah satu novel bernuansa romance, hari ini, aku belum melihat Rey. biasanya setiap pagi ia akan setia berdiri didepan gerbang untuk sekedar menuju kelas bersamaku.
tapi tadi pagi dia tidak ada, hanya seperti ada yang hilang ketika dia tidak disana.
sudah 10 halaman, kursi disebelahku ditarik seseorang. aku tidak menggubrisnya, tidak penting.
"fokus sekali, sampai aku datang tidak menoleh" itu Rey, aku menoleh kemudian ia tersenyum.
"maaf kukira bukan dirimu" ucapku sembari menutup novel dan melipat sedikit dibagian ujung dihalaman terakhir yang kubaca, sepertinya aku akan meminjamnya nanti.
"sedang membaca?"
"tidak, sedang mencuci baju" dia terkekeh.
"tumben pagi tadi tidak standby didepan gerbang?" tanyaku lagi.
"tadi pagi, aku telat bangun jadi berangkat agak siang tidak seperti biasanya" aku mengangguk.
"hidungmu, mengapa berdarah?" aku menunjuk darah yang mengalir dihidungnya.
Rey melihatnya, kemudian dengan cepat ia mengusap kasar darah tadi menggunakan sapu tangan yang dibawanya.
"kau.. baik-baik saja Rey?" tanyaku memastikan. dia mengangguk mantap, tapi bukan jawaban seperti itu yang kuharapkan.
"hey tenang saja, wajahmu tidak perlu panik seperti itu. aku baik-baik saja, aku tidak biasa terkena sinar matahari terlalu lama, jika itu terjadi maka hidungku akan mengeluarkan darah" jelasnya, semoga, itu benar adanya.
"lalu, ada urusan apa kau kesini?"
"tidak, hanya ingin bertemu denganmu. tadi aku kekelasmu, kata Jojo kau sedang diperpustakaan"
"oh seperti itu" jawabku sambil menirukan logat salah satu selebriti, Rey tertawa riang.
"Atha" panggilnya, tawanya berhenti, wajahnya berubah serius sekarang.
"dhalem?" dia tersenyum, kemudian serius lagi.
"jika ada yang menyukaimu dan mengutarakan perasaannya padamu, apa kau akan menerimanya?"
aku mengernyit bingung, kemudian faham kemana arah pembicaraan Rey.
"tergantung"
"tergantung apa? yang jelas jika menjawab"
"tergantung jika aku menyukainya dan takdir mendukung ya aku terima jika tidak ya sebaliknya"
"lalu? apa kau menyukaiku?"
aku tersenyum, sudah kutebak. bukan terlalu percaya diri, tapi peka.
"apakah aku terlihat seperti menyukaimu?"
ia diam, sepertinya memikirkan perkataanku barusan. kemudian berdiri, berniat pergi tapi ku tarik untuk duduk kembali.
"jangan pergi dulu, selesaikan sekarang juga"
"semua sudah selesai, apa yang perlu diselesaikan?" jawabnya, dari nada bicaranya sepertinya dia kecewa, mungkin.
"kenapa tidak menegaskan lagi aku menyukaimu atau tidak?"
"tidak perlu"
"tanyakan sekali lagi"
Rey mencebikkan bibirnya, lucu.
"kau.. menyukaiku atau tidak Anastasya Hardikusuma?" ucapnya sedikit keras, hingga pengunjung lain menoleh kearah kami.
"pelankan suaramu Raisya!!"
"biarkan, jadi... apa jawabanmu nona Anastasya?" tanyanya dengan malas, aku kembali terkekeh.
"aku... menyukaimu" jawabku.
dia menoleh, wajah yang tadi muram sekarang dengan hitungan detik berubah menjadi bahagia.
"benarkah?" tanyanya memastikan, aku mengangguk.
"jadi?"
"apa?" sungguh aku tidak mengerti.
"kau... menerimaku?"
"menerimamu bagaimana, kau bahkan hanya bertanya apakah aku menyukaimu atau tidak" ucapku santai.
"ah baiklah-baiklah, aku-"
drtt drtt
ponselku bergetar, aku mengeceknya sebentar. dari Ibu, kata Rey, dia juga yang mengangkatnya.
"halo?"
"iya Bu, ada apa?"
"terima saja"
"maksud Ibu?"
"Raisya, terima saja, dia anak yang baik, Ibu mendukungnya"
"......."
"sudah ya, Ibu harus bekerja lagi, sampai jumpa."
tut
"jadi, bagaimana jawabanmu?" tanyanya lagi.
"huftt kau ini, baiklah aku menerimamu" kataku.
sejurus kemudian ia memelukku, sangat erat, hingga aku kesulitan untuk bernafas. ku pukul punggungnya pelan memberi kode untuk menyudahi pelukan menyiksa ini, dia tersenyum kikuk.
"kau sekarang milikku, jangan pernah berani-beraninya untuk tebar pesona jika dibelakangku, faham sayang?" ucapnya sambil tersenyum.
"tidak akan ada yang tertarik dengan gadis buta sepertiku Rey" ucapku
"aku" katanya, lalu kembali memelukku, kali ini, lebih baik dari pada tadi.
dhalem itu bahasa jawa halus, dipake buat ngejawab kalo kita dipanggil seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYATHA | Completed ✔
Teen FictionAzkiya Raisya Nadiva Anastasya Hardikusuma Note : GxG story yang anti, bisa cari lapak lain.