01. Jembatan Penyebrangan

46 12 0
                                    

"ke BC dulu ya?"

"Lah gue ada kan ada ekskul Ryu."

"Berarti gue balik sendiri hari ini?" Tanya Ryu memastikan.

Lia menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa ia membenarkan kenyataan bahwa hari ini Ryu akan pulang sendirian. Ryu mengerucutkan bibirnya kesal.

Kala itu kelas sudah sepi, hanya tersisa mereka berdua. Setelah selesai berkemas, Ryu dan Lia segera keluar dari kelas yang sudah kosong itu, berjalan bersama hingga keduanya terpisah di ujung tangga.

Butuh berjalan cukup jauh bagi Ryu pulang ke rumah. Ia melangkah santai menikmati angin sejuk yang sore itu berhembus lumayan kencang.

Ryu menaiki tangga melewati jembatan penyebrangan yang sepi kala itu, kemudian berhenti sejenak menatap jalan raya di bawahnya.


"Darimana kamu semalam?!"

"Saya udah bilang kalo saya lembur semalam!!"

"Jangan bohong kamu pikir saya gatau kalo kamu semalam itu selingkuh kan?!!"

"Terserah kamu! Saya yang urus surat cerai kita?!"

Pranggg

Kegaduhan di kamar kedua orang tuanya membuat pemuda itu mengeraskan rahangnya.

Nando berjalan ke dapur menuju lemari pendingin dan mengambil sekaleng soda dan meminumnya.

Nando tetap diam seakan menulikan pendengarannya. Pertengkaran yang sudah biasa ia dengar bahkan ketika umurnya masih terbilang anak-anak.

Ceklek

Pintu kamar itu terbuka, menampakkan sosok papa yang ia jadikan panutannya saat ia masih kecil. Papa kesayangannya yang mengajarkan banyak hal padanya.

Saat ini tampak sangat kacau. Rambutnya berantakan, dasi kerja yang melonggar dan kancing kemeja yang terbuka. Serta wajah lesuh yang menyendu terlihat lelah dihiasi keriput-keriput halus yang mulai nampak membuat papa terlihat menua.

Nando memperhatikan sosok itu dengan wajah datar tak berekspresinya.

"Nando, kamu ikut papa atau mama?" Tanyanya pada Nando.

Hatinya mencelos seperti tertohok sesuatu sampai rasanya air matanya memaksa keluar. Ia mendongakkan kepalanya berusaha menahan air mata.

Nando mengambil hoodie hitam di sofa. Melewati sosok sang papa dengan perasaan hancur dan pergi keluar mengabaikan panggilan papanya. Ia menaiki motor besar berwarna merah itu, melaju di jalanan yang cukup ramai.

Laju kendaraannya tetap normal, setidaknya ia ingin hidup meskipun apa yang ada dihadapannya saat ini menyakitkan. Ia percaya ada kebahagiaan yang menunggu dibalik pahitnya kejadian ini.

Motor besar itu berhenti di bawah jembatan penyebrangan.

Nando menaiki tangga satu persatu dengan gontai. Ia menunduk ditutupi hoodie hitam miliknya, tak ingin dunia mengetahui kesedihannya saat ini.

Langkahnya terhenti ketika ia menyadari kehadiran seorang gadis yang ia kenali. Ryu Jessica, teman sekelasnya.

Nando segera mengusap wajahnya mencoba tersenyum dan mengubah ekspresi sendu di wajah tampannya. Ia memegang pundak gadis itu.

Ryu yang terkejut pundaknya dipegang tiba-tiba langsung mengeluarkan jurus dasar pembelaan diri taekwondo nya. Ia memegang tangan besar itu lalu memutarnya ke arah punggung sang empu dan menahannya di pagar jembatan.

"AHH AHHH ASTAGA RYU INI GUE WOY NANDO!" Seru Nando kesakitan.

Ryu mendekatkan wajahnya memastikan, lalu melengos dan melepaskan Nando dengan kasar, "ngapain sih lo?!".

Pemuda itu memutar-mutar lengannya sejenak berusaha menetralkan rasa sakit akibat refleks gadis itu, "jurus taekwondo sesakit ini ya?," katanya meringis.

Ryu memang seorang ahli taekwondo. Ia dibesarkan oleh kedua orangtuanya dengan cara yang keras sehingga menjadikan Ryu seorang gadis yang tangguh. Ryu diajarkan taekwondo sejak kecil dan sekarang ia sudah di tingkat tinggi.

Ditiupnya helaian rambut yang menutupi sebagian wajahnya, lalu kembali berbalik menghadap ke arah jalanan. Diikuti Nando yang bersandar di pagar dan menghadap arah sebaliknya.

"Nan," panggil Ryu membuat Nando menoleh tanpa bicara.

Tatapan Ryu terpaku kepada kedua mata Pemuda di hadapannya yang memerah, jelas sekali sehabis menangis.

Lama tak ada jawaban dari Ryu, pemuda itu mengerutkan kening, "apa?" Tanyanya.

Ryu mengalihkan wajahnya, "gajadi."

Tadinya Ryu akan bertanya kenapa pemuda itu tak masuk sekolah hari ini, tetapi melihat matanya yang memerah ia jadi memilih bungkam.

Nando mengangkat sebelah alisnya, "Ryu," panggilnya.

Ryujin menoleh. Kali ini Nando menghadapnya sepenuhnya.

"Makan eskrim yuk!" Ajak Nando spontan.

Ryu diam lama, masih tak mengerti, "ha?".

"Makan eskriiimmm, kita berdua ayo makan eskriimmm," jawab Nando gemas.

"Lo ngajakin gue?" Tanya Ryu memastikan.

"Ya elo lah bambang! Kan gue lagi ngobrol sama lo!" Nando menoyor dahi Ryu pelan, gemas sekali Ryu sebodoh itu.

"Ye biasa dong!" Balas Ryu sewot.

"Ck," Nando maju menarik leher gadis itu dan menaruhnya di apitan tangan, lalu mulai melangkah.

"LEPASIN AH!"

Ryu memukul lengan Nando keras. Membuat sang empu meringis perih.

"Galak banget sih," gerutunya yang jelas terdengar oleh Ryu.

Tanpa aba-aba Nando segera berlari menyelamatkan diri dari amukan Ryu. Terjadilah aksi kejar-kejaran ala film Bollywood.

Tapi bukan diiringi dengan tawa bahagia, melainkan dengan kengerian Nando terhadapan sosok cewek galak si ahli taekwondo.


Motor merah besar itu kembali melaju di dalam gelapnya senja yang menunjukkan warna oranyenya pertanda malam akan segera datang.

Keduanya diam. Sama-sama menikmati angin senja, sama-sama mengirim energi saling menguatkan.

Nando merasa dirinya hidup kembali. Hatinya membaik begitupun dengan perasaannya. Ryu Jessica, gadis itu membawa energi baik ke dalam hatinya, ke dalam jiwanya dan ke dalam kehidupannya.

Bahkan tanpa sepatah kata yang terucap. Ryu hanya perlu ada di sisinya. Itu saja.

Nando mengetahui hatinya berkata, ia sudah bergantung pada Ryu Jessica. Di jembatan penyebrangan, di waktu senja berwarna kejinggaan.

.

First ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang