3(1) - Api dan Cinta

58 4 0
                                    

Sinar mentari pagi mulai menyinari setiap sudut bumi, membuat setiap insan mau tidak mau kembali mengulang kegiatan yang biasa mereka lakukan untuk mengawali hari. Ayumi menuangkan saus rahasia keluarga Otosaka ke atas telur dadar sebagai bekal siang. Sembari menutup kotak bekal makan, ia berkata, "Pagi ini aku bangun kesiangan, karena itu aku tidak sempat memasak yang lain. Jadi, bekalnya adalah nasi telur dadar lagi ya!" Di saat itu juga tangannya dengan cepat menali kedua sudut kain yang digunakan sebagai luaran bekal. Ia memberikan bekal dengan bungkusan berwarna merah muda padaku.

"Begini, sepertinya aku tidak perlu membawa bekal lagi ..."

Ayumi memiringkan kepalanya. "Eh, kenapa?"

"Kebanyakan anak laki-laki tidak membawa bekal dan rata-rata membeli makanan di kantin sekolah. Agar bisa akrab dengan mereka, aku tidak perlu dibuatkan bekal lagi." tuturku.

Gadis bersurai ungu itu memajukan bibirnya lalu menjawab, "Yah, sayang sekali ..." Tiba-tiba ia menyodorkan serta memaksaku menerima bekal yang sudah ia buat padaku. "Tapi, karena sudah terlanjur membuatnya, hari ini kakak bawa saja!"

"I-iya ..." balasku pasrah.

Setelah menerima bekal berbungkus kain merah muda itu, aku menuruni asrama. Aku berhenti di depan lobi lantas mengecek nasi telur dadar buatan Ayumi. Tulisan 'Semoga terjadi hal yang baik' bertengger di atasnya. Tidak mungkin aku memakan bekal nasi telur dadar dengan tulisan yang seperti ini di kelas. Alhasil, aku pun meratakan tulisan berbahan dasar saus itu.

-
-

"Selamat pagi." sapa Takajo ketika aku menghampiri bangkuku. Aku meletakkan tas lantas menarik kursi. "Pagi juga." balasku datar.

"Kau terlihat lesu hari ini." komentarnya. Dengan wajah yang juga datar, aku menjawab, "Dari dulu semangatku memang segini. Apalagi waktu pagi." Takajo membenarkan letak kacamatanya. "Kalau begitu nanti makan siang aku akan berusaha mendapatkan kari lidah sapi yang porsinya terbatas itu agar semangatmu meningkat."

"Porsi terbatas? Kau yakin bisa mendapatkannya?"

Takajo tersenyum bangga. "Kalau aku memakai kekuatanku, itu bukan masalah!"

"Iya juga ..."

-
-

Begitu bel istirahat berbunyi, Takajo yang duduk paling dekat dengan pintu kelas lekas membuka pintu dan melakukan teleportasi. Seperti yang sudah kuduga, kegaduhan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. Aku pun hanya bisa mengusap wajahku.

Karena tidak ingin membuat Takajo menunggu lebih lama lagi, aku menyusulnya ke kantin. Tempat itu ramai seperti biasanya. Mataku menyusurinya, mencari keberadaan sosok lelaki berkacamata itu.

Aku menatap Takajo ngeri saat melihat wajahnya berlumuran darah. Ia kini sedang duduk sambil tersenyum ke arahku dengan kari lidah sapi yang katanya lezat itu di depannya.

"Aku sudah menunggu dari tadi. Silahkan." sapanya sembari menunjuk ke arah kari lidah sapi.

"Lebih baik kau ke rumah sakit saja dulu!" seruku.

Takajo tidak menghiraukan balasanku kemudian dengan cepat mengambil sapu tangan untuk membereskan darah di kepalanya. "Oh, karena luka ini? Aku sudah terbiasa jadi kau tidak perlu khawatir."

Benar-benar kekuatan yang setengah-setengah!

Aku pun menjatuhkan pantatku di bangku kantin. Tak perlu waktu lama untuk menyicipi kari lidah sapi rekomendasinya. Saat sesuap nasi kari berada di dalam mulutku, aku dapat merasakan kenikmatan surgawi yang sesungguhnya.

Woah! Bumbunya terasa sekali! Ini baru yang namanya kari!

Aku menatap haru kari lidah sapi milikku. "Enak!"

CharlotteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang