Theon menghela nafas panjang sebelum melakukan pekerjaan yang berada di hadapan nya. Ia terus menuliskan beberapa potongan kalimat pada kertas lembar kerja di atas meja nya. Merangkai kata kata menjadi kalimat untuk menjawab setiap soal yang diberikan oleh guru dalam ujian Sejarah.
Sebuah kertas yang melayang dan mengenai kepala Theon membuat lelaki itu sontak menoleh dan mendapati secarik kertas di dekat kaki nya.
Dirapihkan nya secarik kertas yang sudah lecek, dan berisikan sebuah kalimat. "Jawaban no 1-30 apa?!"
Selesai membaca kalimat pada kertas tersebut, mata bulat Theon langsung melotot. Ia meremas kembali kertas itu dan menginjak nya dengan kesal. Siapa yang tidak kesal ketika kamu sedang ujian, dan dengan seenaknya saja orang lain meminta jawaban mu?
Theon kembali mengarang jawaban apapun yang bisa ia tulis untuk membuat jawaban nya. "Disuruh ngarang malah mikir, disuruh mikir malah ngarang." Gumam Theon pada diri nya sendiri.
Ia terpaksa harus mengarang jawaban karena semalam ia sama sekali tidak menyentuh buku, karena ia lebih memilih untuk berdiam diri dan hanyut dalam pikiran negatif nya. Jadi, terpaksa lah ia harus mengarang jawaban dalam ujian Sejarah kali ini.
Sedang sibuk dengan pekerjaan nya yang masih setengah lembar, tiba-tiba kepala Theon kembali dihantam buntalan kertas dengan sangat keras. Theon kembali menghela nafas dan mengambil kertas di samping kaki kiri nya.
"Tolong aku...."
Theon mengucek mata nya beberapa kali, memastikan bahwa ia tak salah lihat. Kalimat yang tadi ia baca terbuat dari bercak-bercak darah kental, yang masih sangat merah. Bahkan, kertas tersebut masih basah, dan masih mengeluarkan bau darah segar.
Apakah seseorang melakukan tersebut?! Senekat itu?! Dengan darah?! Berarti ia melukai tangan nya sendiri?! Atau....
Theon menggeleng kan pelan kepala nya, berusaha mengeluarkan pikiran buruk nya tentang segala hal yang terjadi berikut nya.
Tepukan di bahu Theon membuat lelaki itu terlonjak kaget. Ternyata, Michael, guru Sejarah mereka. Theon, menghela nafas lega, ternyata pikiran nya terbantahkan.
"Ada apa Theon? Kenapa kamu terlihat gelisah?" Tanya Michael dengan tatapan menyelidik, yang dibalas gelengan kepala oleh Theon.
"A-anu, tadi... hm tadi tuh," Secarik kertas pada genggaman Theon dirampas paksa oleh Michael. Masalah lagi. Pikir nya sambil menggerutu.
Michael menarik kertas lembar jawaban milik Theon. "Theon, menyontek di kelas saya tidak diperbolehkan, kamu tahu itu kan?! Lalu, mengapa kamu menyontek?!" Tanya Michael sambil menyodorkan secarik kertas yang tadi dirampas nya, dan menampilkan sebuah kalimat. "Hazel! Jawaban no 6-9 apa?!"
Theon yang membaca kalimat tersebut sangat terkejut. Setahu Theon, tadi kalimat itu berisikan permintaan tolong, yang di tulis dengan bercak-bercak darah segar. Namun, ketika secarik kertas itu berpindah tangan, kalimat dan tinta nya sudah berubah. Bahkan, Theon sama sekali tidak merasa menulis permintaan jawaban pada Hazel. Lalu? Tulisan itu?
Theon tahu, ia tidak belajar semalam, tetapi Theon adalah tipe orang yang pantang menyontek, ia tidak akan pernah menyontek atau menanyakan jawaban, sekalipun diri nya tidak mengetahui apa pun. Ia tidak pernah menyontek.
Michael berdeham. "Mau menyontek pada Hazel, kali ini? Hm? Theon Algavaro! Keluar dari kelas saya sekarang juga! Ulangan sejarah mu saya tidak beri nilai, sebagai hukuman nya!" Perintah Michael, tentu saja, pada saat itu Michael dan Theon serta Hazel yang berada tepat di belakang bangku Theon, menjadi perhatian semua kelas, terlebih lagi Theon.
Theon menggeleng, berusaha membantah semua tuduhan yang diajukan Michael pada nya. "Tidak pak! Tidak! Saya tidak menulis itu! Tulisan dalam kertas itu berubah! Tadi--" Kata Theon menjelaskan, namun, kalimat penjelasan nya dipotong oleh tarikan pada lengan nya. Michael menarik lengan Theon, menyuruh pemilik tubuh tegap itu segera keluar dari kelas Ujian Sejarah.
Sebelum keluar kelas, Theon sempat mengalihkan pandangan nya pada Hazel. Ia menyipitkan matanya, untuk memastikan bahwa penglihatan nya kini tidak semakin memburuk.
Ditatap nya lekat lekat Hazel dari jarak sekitar 100 M, Hazel yang tadi nya terlihat biasa saja, menjadi sangat menyeramkan ketika Theon melihat ada bayangan hitam yang muncul tepat mengelilingi tubuh Hazel. Semacam, pelindung. Mungkin.
Eh, tunggu.
Apa?! Pelindung?! Siapa yang melindungi Hazel?! Bayangan hitam?!
Theon di keluarkan dari kelas Ujian Sejarah. Ia duduk di kursi panjang tepat di samping kelas nya. Ia menetralkan degupan jantung nya, Theon menyentuh dada nya yang masih berdegup dengan tempo yang cepat.
"Ah, sial. Aku melihat nya. Aku benar benar melihat bayangan itu. Pe-lin-dung? Hey, orang sejenis Hazel memiliki Pe-lin-dung?" Theon bertanya pada diri nya sendiri, seolah ia adalah seorang pasien rumah sakit jiwa yang kabur.
Theon merasa tangan nya ditarik oleh seseorang, namun, ketika ia mendongak untuk melihat siapa yang menarik nya. Hasil nya nihil, tidak ada siapa pun di hadapan nya, namun, kini ia tetap berjalan setengah berlari karena lengan nya terus merasa di tarik.
"Hey! Tunjukkan diri mu!" Tantang Theon yang sudah lelah karena merasa dipermainkan oleh keadaan.
Theon berjalan kearah lorong yang sangat gelap. Gelap, bahkan tak ada cahaya sedikitpun. Theon teringat akan suatu hal. Ia baru menyadari bahwa sekolah nya tidak memiliki lorong gelap dan sumpek seperti ini. Ia menggeleng, berusaha melepaskan genggaman pada lengan nya. Namun, tenaga Theon ternyata terlalu lemah untuk melawan nya.
Theon berhenti melangkah, karena tarikan pada lengan nya sudah terlepas. Ia berdiri tepat di depan sebuah ruangan yang gelap, sumpek, dan sangat sunyi. Ada setitik cahaya remang di pojok sana. Theon menyipit kan mata nya.
"Selamat datang, Theon Algavaro. Selamat bersenang-senang bersama ku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Not¡ce Me?
HorrorIni bukan menceritakan kisah tentang si culun yang menyukai most wanted di sekolah. Namun, ini menceritakan kisah Theon yang memiliki indra ke-enam, dan jujur itu sangat menganggu Theon. Entah sejak kapan, Theon mulai merasa tidak nyaman ketika ber...