4. To Make a Blue

165 27 3
                                    

Wonwoo menggenggam tangan Sakura erat. Wanita itu sudah bisa menenangkan dirinya. Tangisannya sudah reda, menyisakan tampilan sembab diwajah cantiknya.

"Setiap kali melihatnya, aku ingin selalu menghambur, memeluknya dan berandai-andai jika suatu hari kami bisa kembali seperti semula. Jika aku tak mengambil jalan berpisah, mungkin tak akan seperti ini. Tapi aku memikirkan wanita itu, mempertimbangkan juga kedua anakku. Mereka pantas hidup dilingkungan yang tenang tanpa mendengar kedua orangtuanya bertengkar. Aku memikirkan juga Minhyun. Wonu, jika kau berada diposisi Minhyun apa yang akan kau lakukan?" Tanya Sakura akhirnya.

Sakura menatap kedua mata Wonwoo, Sakura tahu lelaki itu mendengarkannya tetapi yang tak Sakura mengerti adalah ada raut bingung diwajah sahabat sejak sekolah dasar itu. Tak ada jawaban, lelaki itu mengambil nafas panjang. Helaannya tertahan oleh tenggorokannya yang mendadak tercekat. Sakura memang selalu begitu, ia selalu mempertimbangkan perasaan orang lain.

Wonwoo merasa bersalah dan dilema sekali. Mengapa dalam keadaan Sakura yang terpuruk dia merasakan sedikit kelegaan. Bukan berarti dia menginginkan Sakura berpisah dengan Minhyun, bukan pula dia ingin memanfaatkan keadaan. Dia sangat menyayangi Sakura, melebihi dirinya sendiri. Jika jalannya malah menyakiti Sakura, ia lebih baik menyiksa dirinya sendiri dengan tetap memegang cintanya yang sebelah tangan. Sakura sudah tak bisa berpaling dari siapapun selain Minhyun. Meskipun lelaki itu kini berpisah dari Sakura.

Wonwoo pun marah, pada Minhyun, pada kebodohan pria itu. Apa yang membuatnya berani menyakiti Sakura. Padahal Wonwoo tahu Minhyun pria yang baik.

"Maafkan aku karena tak mencegah itu terjadi. Perceraian itu." Wonwoo menggeleng.

"Tidak, jelas itu harus terjadi. Tidak mungkin Minhyun menikah dengan dua wanita."

Sakura menarik tangannya yang sedari tadi bertautan dengan jemari Wonwoo.

"Sepertinya memang hal itu tidak mungkin. Dia akan memiliki keluarga baru. Aku hanya harus belajar melupakannya." Ucap Sakura lemah.

"Sakura."

"Ya."

"Maafkan aku, tapi kau tahu alasan Minhyun, itu hanya kecelakaan kan. Ia mabuk dan tak ingat apapun. Seharusnya ini memang bisa dicegah."

Sakura terdiam, tatapannya mengabur karena pelupuk matanya kembali tergenang.

"Apapun alasan yang Minhyun berikan. Tak mengubahnya untuk menghindar dari tanggung jawab. Wanita itu sudah mengandung anaknya. Aku seorang ibu, pernah merasakan mengandung. Aku tak tega membiarkan wanita itu berjuang sendiri. Minhyun sudah memilih, dia tak akan lari. Egois sekali jika dia tak mau melepaskanku. Aku tak mau berbagi, aku juga akan merasa hina dan jahat sekali jika membiarkan wanita itu menderita sendiri."

"Walaupun harus berpisah dengan Minhyun? Walaupun anak-anakmu jauh dari ayahnya?"

Sakura membungkam mulutnya. Ia tahu harus mencegah isakan kembali keluar.

"Walaupun seperti itu. Jadi tolong aku, beri aku saran bagaimana agar aku merasa lebih baik?"

Wonwoo berfikir, bagaimana jika dia mengajukan dirinya untuk membuat Sakura melupakan Minhyun. Dia akan memberikan Sakura apapun yang ia minta, ia akan memperlakukan Sakura dengan baik, ia akan mencintai Sakura tanpa menghianatinya. Apakah dia sudah pantas untuk menawarkan kehidupan yang lebih baik untuk Sakura. Tentu saja. Tetapi. Apakah ini waktu yang tepat. Sedang dia tahu bahwa yang Sakura mau hanya Minhyun.

Sakura hanya menganggapnya sebagai sahabat, tidak lebih. Tuhan, seandainya saja lelaki beruntung yang dicintai Sakura adalah dirinya. Ia memang lelaki yang dikenal Sakura lebih dulu, lebih lama daripada Minhyun. Tetapi ini masalah hati, perasaan Sakura.

How To Get A HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang