- -

15.7K 1.1K 81
                                    

Beberapa tahun kemudian.

"Semenjak Kak Dias dan Kak Mel kawin aku jadi kesepian, di rumah sendirian sedangkan mama dan papa travelling nggak ada jedanya. Ka-- aw!" Aku meringis saat telingaku disentil dari belakang, rupanya Kak Dias yang melakukan itu. Kak Mel --istri Kak Dias-- tertawa pelan, tangannya bergerak mengusap perut yang membuncit.

"Kawan kawin. Mana ada kamu kesepian dek, orang tiap hari ke sini. Di rumah juga kadang ditemenin Jojo dan Damar. Jangan lupain asisten rumah tangga!"

Aku mendengus walau tidak kentara. Jojo sibuk dengan tugas kampus, Damar sibuk dengan bisnis barunya dan para asisten sibuk ngurus rumah serta seisinya. Aku jelas kesepian, aku butuh dibelai dan dilimpahi kasih sayang sedangkan orang lain punya kesibukan sendiri.

"Kesepian aku tuh," rengekku lagi.

"Makanya cari pacar, udah 25 tahun juga! Nikah, nikah!" Ujar Kak Duas.

Aku mendengus, pacar-pacar-pacar. Semua orang memintaku untuk mencari pacar, tak terkecuali Damar dan Jojo--anaknya Om Ganda yang paling bungsu. Sekesepian itukah diriku ini sampai-sampai orang-orang pun prihatin dan memberikan solusi paling mentok yaitu mencari pacar.

"Kamu kan punya banyak teman lelaki, coba ajak salah satu dari mereka untuk ke jenjang yang lebih intim," Kak Mel mengusap lenganku.  Nasihatnya sama sekali tidak menyurutkan rasa kesal, aku malah semakin merasa nelangsa saat setelah mendengar sarannya.

"Iya, teman lelaki sih banyak Kak Mel. Tapi semuanya udah pada taken," ujarku.

"Sejak kapan kamu kehabisan akal begini? Di pinggir jalan kan ada banyak cowok, comot saja satu!" celetuk Kak Dias.

"Yakali!" Aku mendelik, tidak suka Kak Dias memotong pembicaraan seriusku dengan Kak Mel.

"Hilih," gumam Kak Dias sebelum pergi ke dapur. Haus, mau nambah sirop.

Aku berdiri dan menatap Kak Mel. "Mau pulang aja, nonton drama. Kak Dias udah misuh-misuh sejak tadi tuh, ketahuan banget mau ngajak Kak Mel ngamar. Udahlah ya, bye bumil!"




Hari ini aku libur, lumayanlah bisa aku gunakan untuk menggemukan badan. Aku yakin untuk ke depannya akan jadi bosan dan semakin merasa kesepian, sesekali jengukin butik lalu setelahnya hanya akan berdiam diri di rumah sambil ngitungin jumlah uang hasil penjualan, laba, tabungan dan ngitungin jumlah mantan gebetan.

Aku tinggal di rumah, tentu saja. Sedangkan Damar dan Jojo mereka memilih tinggal di apartemen. Ngomong-ngomong Papaku, Mama Damar dan papa-nya Jojo adalah saudara kandung.

Sepulang dari kediamam Kak Dias, aku memutuskan untuk membuat 2 bungkus mie instan dengan telur dan juga sayuran. Rencananya aku akan makan banyak sambil nonton drama romantis-komedi keluaran terbaru. Tokoh utamanya mirip Kak Dias, menikah saat usia 27 tahun, tampan tapi tidak cool.

Selesainya aku menyajikan mie instan lengkap dengan laptop menyala di atas meja, aku buru-buru mengirimkan Jojo pesan menanyakan apakah anak itu berkenan datang ke rumah. Aku tidak bisa berharap pada Damar karena untuk beberapa hari ke depan anak itu sibuk dengan perjalanan bisnisnya ke luar negeri.

Jojo bilang 10 menit lagi akan datang ke rumah. Anak itu memintaku untuk berdandan, katanya akan mengajakku jalan-jalan ke mal. Aku syok tentu saja sebab sudah prepare sedemikian rupa, mie instan yang bahkan masih mengepul itu melambai-lambai minta untuk segera dinikmati, dan drama yang akan ku tonton sudah siap untuk dipelototi.

"Bibi, tolong ambilkan mangkok satu ya!" Pintaku agak keras sebab jarak antara ruang keluarga dan dapur agak sedikit jauh. Salah satu asisten rumah tangga tergopoh menghampiriku dengan satu mangkok pesananku.

L a t t aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang