wish

17 5 0
                                    

"Pap, jadi aku kerjanya lima hari aja disini?"

Sinb duduk di sofa ruang kerja Ayahnya, gadis itu mengikat rambut panjangnya acak kemudian menyandarkan tubuhnya di sofa empuk itu.

"Iya, karena mintanya cuma flashdisk 3 in 1 itu, jadi lima hari udah cukup." balas lelaki paruh baya yang masih tampan itu, walau matanya masih terfokus pada berkas-berkas yang dia pegang. "Kalau kamu mintanya Ipun 11, kerjanya udah bukan bersih-bersih aja."

"Tapi aku nggak minta Ipun 11, Pap." kata Sinb.

"Iya, kan, misalnya, Bi."

Setelahnya hening, hanya ada suara kertas yang Ayah Sinb buka per lembarnya, sedangkan gadis itu sudah sibuk dengan ponsel di tangannya, membaca beberapa e-book yang dia beli beberapa hari lalu, e-book yang berhubungan dengan mata kuliahnya saat ini.

Dalam keluarga Sinb, sudah di tanamkan untuk bekerja keras jika ingin sesuatu, jadi, sejak kecil Sinb akan membantu usaha Ayah dan Ibunya dan sekarang usahanya sudah besar dan memiliki kantor, sehingga Sinb di berikan pilihan untuk membantu di kantor Ayahnya atau langsung turun ke lapangan alias menjadi presenter atau pekerjaan lainnya yang mengharuskan Sinb tampil di layar kaca. Dan gadis itu memilih bekerja di balik layar saja, alias jadi tim bersih-bersih di kantor Ayahnya.





Moonbin itu tidak pernah suka dengan orang kaya, tapi nyatanya pekerjaan juga dia dapatkan dari orang kaya, walau begitu Moonbin tidak pernah mau bergaul dengan teman-teman kantornya yang berasal dari kalangan orang berada atau di terima bekerja karena sudah punya hubungan yang baik dengan keluarga pimpinan. Moonbin punya alasan sendiri mengapa membenci mereka.

Sudah pukul sebelas malam ketika lelaki itu menyelesaikan pekerjaannya. Moonbin segera mematikan komputer di hadapannya, lelaki itu merenggangkan otot-otot tangan, kaki dan pinggangnya, di perhatikannya sekeliling ruang kantor, ternyata hanya tinggal dia sendiri.





Sinb membuka matanya, gadis itu terkejut ketika menatap jam di dinding ruang kantor Ayahnya itu, Ayahnya sudah tidak ada kursinya, yang Sinb ingat hanya Ayahnya sempat pamit karena pekerjaan di luar kantor dan menyuruh Sinb segera pulang. Tapi, gadis itu justru melanjutkan tidurnya di dalam kantor Ayahnya.

Gadis itu segera membereskan barang-barangnya dan segera meninggalkan ruang kantor Ayahnya. Sinb bergidik ngeri karena ketika dia keluar dari pintu ruangan Ayahnya, keadaan di gedung itu sudah gelap gulita, hanya lampu yang berada di lorong kantor saja yang menyala, namun sisi kiri dan kanannya benar-benar gelap. Sinb berjalan dengan langkah lebar, dia tak ingin menatap bagian kiri atau pun kanan, menjadi sangat berat ketika dia ingat berada di lantai enam dan harus masuk ke dalam lift jika ingin turun ke bawah. Dia tidak mungkin menuruni tangga, karena akan menjadi lebih melelahkan dan menyeramkan.

Sinb menatap angka di layar yang ada di dekat tombol lift, angka delapan, tujuh, kemudian enam. Dan betapa terkejutnya Sinb ketika lift itu terbuka dan menampakkan seorang lelaki yang berdiri tepat di dekat pintu lift sebelah kiri. Sinb sempat mundur selangkah, namun cepat-cepat memperjelas pandangannya pada wajah lelaki itu.

"Oh? Mas yang tadi siang, ya?"

Belum sempat Moonbin menjawab, Sinb langsung masuk ke dalam lift, gadis itu kemudian merasa cukup tenang karena dia tidak sendirian di gedung besar ini.

"Kamu yang bersih-bersih tadi, ya?"

"Iya, Mas. Hehe."

"Kok baru pulang sekarang?"

"Eh?" Sinb menggarung kepalanya yang sama sekali tidak gatal itu, "Anu, itu, banyak yang harus di bersihin, Mas. Baru selesai." balasnya bohong.

"Oh..." Moonbin mengangguk.

Kemudian tidak ada lagi percakapan yang terjadi hingga mereka sampai di lantai bawah. Lift terbuka, Sinb melangkah cepat mengikuti langkah Moonbin di depannya, jujur saja dia penakut.

"Mbak?"

"Eh? Iya?" jawab Sinb sedikit nyaring karena terkejut. Kemudian gadis itu celinga-celingu menatap sekitarnya, mereka sudah sampai di luar gedung, Sinb sejak tadi hanya menatap punggung Moonbin hingga tak sadar mereka sudah keluar dari gedung. "Oh, udah sampe, ya, hehehe."

"Mbak Sinb pulang kearah mana?" tanya Moonbin.

"Kesana." tunjuk Sinb pada arah kiri.

"Oh..." kata Moonbin,kemudian dia kembali berjalan diikuti Sinb lagi, karena lelaki itu berjalan kearah kiri. Keparkiran sepeda motor. "Mau saya anterin, Mbak? Soalnya ini udah malem banget."

"Eh?" Sinb gelagapan, bagaimana kalau Moonbin tau dia tinggal di rumah yang sama dengan pimpinan mereka di kantor, tapi kalau dia pulang sendiri juga, Sinb tidak berani.

"Gimana? Atau Mbak Sinb di jemput? Kalau iya, biar saya temenin sampe jemputannya datang?"

Sinb memutar otaknya cepat, gadis itu meraih ponselnya kemudian mengirim pesan pada adiknya yang sudah pasti belum tidur karena bermain game atau belajar itu.

me:
Woo, jemput Mbak di kantor Ayah.

adek:
Pasti Mbak ketiduran.

me:
Iya, buruan. Tapi jangan pake mobil. Minjem motor Hwall aja.

adek:
Kenapa motor Hwall?

me:
Pengen aja naik matic, males naik ninja kamu.

adek:
Ya udah. Sunwoo otw.

Sinb dapat bernapas lega sekarang, gadis itu kini kembali menatap Moonbin yang masih berdiri di depannya sambil memegang helm.

"Adik saya yang jemput, Mas. Hehe."

"Oke, saya tungguin sampe jemputannya dateng."

Sinb hanya mengangguk, Moonbin mempersilahkan gadis itu untuk duduk di atas motornya karena tidak ada tempat untuk duduk di sana, awalnya Sinb menolak tapi lama-lama berdiri kakinya pegal juga. Maka dia duduk di atas jok motor Moonbin sedangkan lelaki itu berdiri di hadapannya.

"Mas udah lama kerja di kantor pa- eh, kerja di kantor ini?" tanya Sinb, hampir saja dia keceplosan.

"Baru setahun."

Sinb mengangguk sambil membulatkan bibirnya membentuk O.

"Mas asli sini?"

"Nggak, saya dari Kalimantan."

"Oh..."

Tak lama Sunwoo datang, dengan motor Hwall, anak dari salah-satu asisten rumah tangga di rumah mereka.

"Ini jemputannya?" tanya Moonbin karena Sinb membelakangi jalan, sedangkan Moonbin menghadap ke jalan.

Sinb menoleh dan mendapati Sunwoo di atas motor, senyum gadis itu merekah.

"Iya!"

Dia langsung turun dari motor Moonbin, berkali-kali mengucapkan terimakasih sebelum naik pada boncengan Sunwoo.

"Duluan, Mas." pamit Sinb, Moonbin hanya tersenyum kecil dan menatap motor yang membawa Sinb sampai menghilang dari pandangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

moon and sunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang