6

791 81 75
                                    

"Kembalilah ke sekolah, Hokuto."

Sudah dua jam berlalu sejak Kazuma pulang, namun ucapan pemuda itu masih terngiang jelas di kepalanya, menolak untuk meninggalkan pikirannya.

"Jika aku menolak, apa kau akan meninggalkanku?"

"Tentu saja tidak. Aku akan tetap di sini bersamamu."

Hokuto memeluk lututnya, tubuhnya lagi-lagi gemetar ketakutan. Ya, saat ini sekolah sangat menakutkan baginya, terlebih jika ia harus bertemu dengan Hasegawa, Fujiwara dan Furuka— Hokuto menghela napas panjang, menggigit bibir bawahnya dengan keras.

Kenapa Kazuma membuat dirinya seolah sangat diinginkan hidup di dunia ini, saat Hokuto merasa hidupnya tak berguna? Harusnya ia menolak saat Kazuma berusaha berteman dengannya, dengan begitu ia tidak akan ragu untuk mengakhiri hidupnya.

Sejak pertama kali Kazuma datang dan mengatakan akan mengunjunginya lagi, rasa berharap selalu muncul di hatinya. Setiap kali ia bangun tidur di pagi hari, Hokuto mendapati dirinya sudah berharap akan kedatangan Kazuma sore nanti. Kehadiran Kazuma menjadi candu baginya, terlebih pemuda itu tidak pernah sekalipun mengingkari janji yang ia buat.

Hokuto menatap pergelangan tangannya yang dibalut perban. Ya, beberapa kali ia mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan menggoreskan pisau buah yang diberikan oleh ibunya, pecahan kaca yang ia dapat dari memecahkan gelas, dan ia juga pernah hampir melompat dari jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Untung saja sang ibu segera memergokinya. Tapi setelah Kazuma datang, tak pernah sekalipun Hokuto terpikir akan mengakhiri hidupnya.

Hokuto sadar, tak selamanya ia dapat bergantung pada Kazuma seperti ia tak bisa selamanya bergantung pada Ryota. Pada akhirnya, suatu saat nanti Kazuma juga akan meninggalkannya seperti Ryota.

Apakah Kazuma akan meninggalkannya jika ia melakukan hal yang buruk? Apakah Kazuma akan membencinya jika ia melakukan hal yang Kazuma benci?

"Aku tidak bisa terus menerus merepotkan semua orang,"

Hokuto menurunkan kakinya hingga menyentuh lantai kayu di bawahnya. "Putuskan hubungan dengan semua orang,"

_________________________

"Kau disini,"

Hokuto membuka matanya, melirik ke sumber suara. Kazuma berjalan mendekatinya dengan sebuah senyum ringan, "Aku mencarimu kemana-mana."

"Maaf," bisik Hokuto setelah Kazuma mengambil posisi di sampingnya. Berdiri berdampingan bersandar pada jaring pembatas, nyaman dengan posisinya masing-masing.

"Untuk apa?" Kazuma terkekeh setelahnya. "Aku tidak repot. Aku mencarimu karena ingin,"

"Kazuma," panggil Hokuto, kembali menyamankan punggungnya yang bersandar pada dinding pembatas bangunan. Kepala ia dongakkan menatap langit yang cerah, sama seperti pemuda di sampingnya.

"Ya?"

"Apa kau seorang gay?"

Kazuma tersentak. Buru-buru ia menegakkan kepalanya dan menatap aneh pada Hokuto yang masih nyaman pada posisinya. Hokuto memang cantik, dan Kazuma tertarik padanya. Tapi ia tak pernah terpikir bahwa dirinya adalah seorang gay.

Hokuto menundukkan kepalanya pelan, menarik napas dalam sebelum menatap balik Kazuma. Ditatapnya teman sebangkunya datar, "Apa ada yang salah dari pertanyaanku?"

"Eh, bukan begitu."

Kazuma menunduk, ia merasa salah tingkah dengan tatapan Hokuto yang tidak seperti biasanya. Rasa panas tiba-tiba menjalar di pipinya, "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

The Sun at Night [KazuHoku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang