Oo Si Anu, Sudah di Jakarta

20 3 0
                                    

Rangga menyeruput kopi pahit buatan mbok Marni. Warung ini memang selalu ramai dengan para pecinta senja. Letaknya yang ada di kaki gunung, membuat leluasa menatap hamparan sawah para petani desa Bunga. Tempat yang cocok untuk merenung.

"Jadi Putri sudah di Jakarta" ntah itu sebuah pertanyaan atau pernyataan yang keluar dari mulut Rangga. Jelas sekali ada gurat kecewa.

"Sudah tiga bulan ini dia merantau" seru Dio kembali melihat Rangga yang sudah mulai gelisah.

"Rani dan Rena?" tanya Rangga kembali

"Mereka juga pergi ke Jakarta, kira-kira sudah satu tahun" jawab Dio berusaha setenang mungkin.

Kopi pahit Rangga tinggal setengah. Walau kopinya terasa pahit, Rangga tetap berusaha menghabiskannya karena baginya lebih pahit mengetahui pujaan hati telah pergi ke kota lain.

"Kau sudah terlalu lama merantau, sampai tak tahu kabar apapun disini. Bukan cuma mereka yang pergi meninggalkan kota kita. Ada Rima, Eko, Rio, Arya, bahkan Indri anak Pak Camat juga pergi merantau ke Jakarta" seru Dio. Dia tahu temannya ini akan mempertanyakan dimana semua teman masa SMA mereka.

"Bukankan kota kita juga kota besar Dio? Bukankan disini juga banyak pekerjaan menanti mereka?".  Rangga benar tak habis pikir mengapa teman-temannya memilih Jakarta sebagai tempat perantauan. Sudah terlalu banyak hal tidak menyenangkan dia ketahui dari kota tersebut.

"Ada banyak alasannya, tapi satu yang pasti ku tahu" Dio menarik napas dalam-dalam seakan sulit untuk mengucapkannya. "Di kota kita ada banyak ketidakadilan. Kau beruntung bisa langsung mendapatkan pekerjaan sepulang dari tanah perantauan"

"Apa maksudmu Dio?" Rangga tak percaya akan pendengarannya

"Mereka memilih merantau ke Jakarta karena tahu disana para perekrut tak akan memandang berapa uang yang mereka punya atau dari keluarga siapa mereka" Dio menyeruput kopinya takzim. "Di kota besar kita, jika tidak ada 'orang dalam' lamaran pun tak akan di proses. Di sentuh pun tidak" seru Dio kemudian.

Rangga tertegun mendengar penuturan Dio. Selama tinggal di seberang pulau, Rangga belum menemukan praktek yang seperti ini. Pantas saja para teman memilih ke kota besar lainnya untuk mengadu nasib. Tidak ada yang bisa mereka harapkan dari kota ini.

"Lalu mengapa kau pulang ke kota ini?" Dio memecah kesunyian.

"Aku hanya rindu semua hal tentang kota kita. Aku kira bisa bertemu dengan mereka dan bertukar cerita" Rangga melihat jauh ke depan. Membayangkan wajah teman-temannya.

"Rangga, minggu depan aku juga akan pergi ke Jakarta. Sudah 7 bulan mengganggur. Malu rasanya dengan tetangga" Dio menunduk. "Beberapa kali mencoba melamar pekerjaan tapi harus gagal karena pesaingku punya 'kelebihan', apalah dayaku. Disana mungkin nasibku akan lebih baik" seru Dio mantap.

Senja sudah mulai berganti malam. Bulan sabit terlihat indah di ujung sana. Suara jangkrik dan hewan kecil lainnya bersahut-sahutan. Warung mbok Marni mulai sepi. Kopi di cangkir dua sahabat telah habis.

"Baiklah Dio, jika memang seperti itu keputusanmu. Aku mendukung. Pulanglah tahun baru nanti bersama teman lainnya" seru Rangga menahan keterkejutannya.

"Akan ku ajak Putri pulang juga. Aku tahu kau sangat merindukannya. Sampai bertemu kembali Rangga"  Dio menjabat tangan Rangga erat seakan mengalirkan kekuatan bahwa semua akan baik-baik saja.

Dia sudah berjalan menuju luar warung. Rangga masih terpekur di tempatnya.

"Rangga" panggil Dio membuat Rangga menoleh. "Jangan keluar dari kota ini. Jangan merantau lagi. Kelak jika kau jadi bos, pilihlah karyawanmu berdasarkan kemampuannya dan bukan hal lain. Mungkin dari hal kecil yang kau perbuat, kota besar kita bisa lebih baik" Dio tersenyum meninggalkanku tanpa menunggu jawaban.

"Apakah kota besar yang selama ini aku tinggalkan sudah berubah banyak atau hanya ku saja yang tidak tahu keadaan kotaku sesungguhnya" pikir Rangga.

Sebulan kemudian Rangga menerima kabar bahwa Dio sudah bekerja di sebuah perusahaan tenama. Cepat sekali. Mungkin yang dikatakan Dio memang benar.

Ah yang kata orang kota besar ternyata tidak sebesar dugaanku.

Kota Besar (Katanya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang