-CHAPTER 1-
Desember, 2018.
Kringggg!!! Bel apartemenku berbunyi sangat nyaring, membangunkanku yang sedang bergulat ria dengan selimbut biru polkadot tebal ini. Aku pun bergegas mengambil kacamata yang kutaruh di pinggir kasurku. Aku tidak bisa hidup tanpa kacamata ini, kedua mataku cacat dan didiagnosis mengalami minus 6. Berjalan menghampiri pintu dengan langkah yang sangat berat, sebelum membuka pintu aku melirik jam dinding diatas lemari.
"aishhh baru jam 06.30.".
Akupun membuka pintu, hembusan angin dari luar membuatku bergidik memercingkan mata.
"selamat pagi jinae-ssi." Ucap wanita bertubuh gempal itu, membuatku membenarkan anak rambut dan kacamata ku.
"ah selamat pagi, sejung ahjumma." Dengan sigap aku membungkuk. Wanita itu hanya tersenyum sambil memegang bahuku, aku pun membalas senyum nya.
"ah.. jinae-ssi.. ini ada paket untukmu. Kurir mengantar nya sekitar jam 6." Ahjumma pun memberikan paket tersebut.
Dengan perasaan bingung aku menerima paket tersebut, aku terdiam sesaat karena aku tidak pernah menerima paket apapun, bahkan oppa dan appa ku tidak pernah mengirimku paket, mereka akan datang sendiri ke Seoul jika mengantar barang ataupun makanan.
"ah terima kasih ahjumma." Ahjuma pun tersenyum lalu pergi meninggalkanku.
Aku menutup pintu menggunakan kaki-ku, setelah tertutup segera aku berlari kecil menuju ranjang kecilku. Persaan gugup mulai menghampiriku. Jujur aku adalah penggemar K-Drama, yang aku fikirkan saat ini adalah, bagaimana jika di dalam paket ini ada serpihan tubuh mayat, dan seorang pembunuh sedang mengintaiku lalu menerorku dengan paket seperti ini. Ah bodoh kau jinae kau terlalu larut dalam imajinasi drama mu. Aku pun menghempaskan tangan di depan kepalaku, lalu memukul kepalaku sendiri."mari kita buka, semoga saja hadiah dari pembelian skin care." tawaku geli sambil perlahan membuka paket tersebut.
Di dalam kotak tersebut terdapat kotak berwarna biru, hanya kebetulan atau memang disengaja, biru adalah darahku, aku adalah blue-holic. Aku menggelengkan kepala, lalu menarik nafas panjang. Membuka bungkusan biru tersebut, lalu membuka kotakan tersebut.
wangi peach, fikirku. Lalu aku terdiam. Peach? Bahkan wangi kesukaanku? Tiba-tiba aku menjauh dari kotak tersebut. Aku pun gemetar sekaligus penasaran, apa sebenarnya yang ada di dalam kotak itu. Aku pun mengambil handphone ku yang kutaruh di meja belajar, gemetar akupun mengetik sebuah nama lalu segera menekan tombol panggilan tersebut.
Kring!!!!
Ah dia sudah datang, gumamku. Aku berlari sangat terburu-buru, bahkan menabrak anak meja. Membuat ku meringis, lalu segera berlalu ke arah pintu.
"akhirnya kau datang Mimi. Aku sangat ketakutan. Lama sekali kau!." Akupun memeluk wanita kecil itu, dia masih menggunakan pyjama-nya.
"ada apa? Apa terjadi sesuatu denganmu?." Dia pun melepaskan pelukanku, meraba-raba bagian tubuhku. Lalu menghimpitkan kedua tangan nya di kedua pipiku.
"aishhh kau ini. Aku tidak terluka. Masuklah sebelum dingin membunuhmu."
Setelah Mimi duduk di ruang tv, aku pun menceritakan paket tersebut. lalu mimi tertawa dengan lantang.
"kau ini bodoh jinae, bodoh sekali, ingin rasanya aku menyiram mu dengan kuah kimchi." Mimi memukul kecil pucuk kepalaku. Aku pun menepis.
"seriously Mi, belum semua kubuka paket itu, aku menelfon mu untuk menemaniku membuka paket tersebut." mata ku berbinar, memohon mimi untuk percaya jika paket tersebut mencurigakan.
"baiklah nyonya biru, dimana paket tersebut?," mimi mengusap rambutku, lalu pergi meninggalkan ku di ruang tv.
"ini... k..kau saja yang buka" lirihku.
"memang aneh kau ini."mimi membuka perlahan.
Mimi menyipitkan mata nya, lalu mengeluarkan sebuah foto yang lumayan sudah agak kumal. Jinae pun terkejut dengan sebuah foto tersebut, lalu segera mengambil paksa dari tangan mimi.
"bukankah itu kau, yang memakai jas coklat." Kata Mimi sembari mengeluarkan lagi barang yang ada di kotak tersebut, lalu melirik kearah jinae.
"yaaaa!! Jinae kau kenapa?." Mimi mengoyakan tubuhku.
Tidak kusadari air mata ku keluar perlahan, membasahi setiap lekukan pipiku. Jantungku sakit, bahkan rasanya seperti terhantam benda keras. Membuatku menekan-nekan bagian dadaku. Aku pun menutup mulutku tidak percaya, mengusap kembali air mata yang terus keluar dari ujung mata. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa? Fikirku.
"yaa!! Jinae kau kenapa. Mengapa kau menangis? Jangan membuatku khawatir." Akhirnya Mimi memeluk ku erat, mengusap belakang tubuhku dengan lembut.
*******
Setelah kejadian menangis tadi, Mimi membuatkanku susu hangat yang aku sukai. Dia membawakan ku selimut kecil, lalu mengelar nya di daerah kaki ku. Aku pun melirik Mimi, lalu tersenyum, Mimi ikut tersenyum, lalu duduk disampingku.
"kau ini memang selalu membuatku khawatir. Kau boleh tidak menceritakan itu kepadaku jika itu membuatmu nyaman." Mimi tersenyum kepadaku sambil mengusap pipi ku.
"tidak Mimi, aku akan menceritakan semua nya. Semua masa laluku saat aku dan keluargaku di busan." Lirihku menahan tangis.
Susu coklat yang ku pegang pun di ambil paksa oleh Mimi, lalu menggenggam erat kedua telapak tanganku.
"baiklah nyonya biru. Aku akan mendengarkan nya sampai kau bosan untuk bercerita, dan ya... sampai telingaku berdarah lalu berbunyi phiiii!!!!."Akupun mencubit lengan mimi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROM SEPTEMBER TO NOVEMBER | PARK WOOJIN
Teen Fiction"The heart was made to be broken." - Oscar Wilde.