1

131 5 8
                                    

PROLOG

***

Rintik-rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi membuat seorang gadis berdecak kesal. Kekesalannya bertambah ketika pesan yang dia kirim kepada saudaranya tidak juga mendapat balasan.

Setelah menunggu lama, akhirnya gadis itu memutuskan untuk meninggalkan sekolah sambil menggerutu. Dia memutuskan untuk pergi meninggalkan saudaranya. Gadis itu bahkan sudah tidak memedulikan saudaranya yang mungkin kebingungan mencarinya.

Hujan yang bertambah deras membuat gadis itu semakin menggerutu karena kesulitan mencari angkutan umum. Namun, berteduh di halte juga bukan pilihan yang tepat. Dia merasa hanya membuang waktu dengan sia-sia.

Gadis itu membuka tasnya untuk mencari payung, lalu dibukalah payung lipatnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Dia melangkahkan kakinya dengan lesu. Tidak ada gairah yang membuatnya semangat untuk berjalan kaki mengingat jarak rumah ke sekolahannya adalah 2,5 km.

Ketika melewati sebuah kafe di seberang alun-alun kota, gadis itu terkejut. Dia melihat seseorang yang dicarinya terlihat sedang bersantai di dalam kafe. Tanpa basa-basi, gadis itu berlari menyeberang jalan dan terburu-buru masuk ke kafe untuk menghampiri saudaranya.

Gadis itu menepuk punggung saudaranya dengan keras sampai orang yang ditepuk terkejut dan secara spontan melepaskan secangkir kopi latte yang hendak diminumnya.

"Rayhan! Gue cari lo sampai muter-muter sekolah enggak ketemu, eh ternyata orang yang gue cariin enak-enak nongkrong di sini. Mana lo enggak izin gue lagi, gue kan males nyari lo!"

Orang yang dipanggil Rayhan itu masih syok dan raut wajahnya terlihat pucat pasi.

"Rin," lirih Rayhan.

"Apa? Lo mau nasihatin gue?"

"Bukan."

"Terus apa?"

Rayhan melirik ke arah secangkir kopi latte yang mengguyur sebuah ponsel di depannya. Dia meringis sembari mengambil benda yang tidak sengaja ketumpahan secangkir kopi panas itu. Melihat benda yang diangkat Rayhan, Airyn terkejut sampai menutup mulutnya.

"IPhone?"

Airyn mengalihkan pandangan ke arah laki-laki di depannya yang menampilkan wajah tak terbaca. Airyn meneguk ludahnya kasar.

"Ganti," ucap orang yang duduk di depan Rayhan sebelum dia beranjak meninggalkan Rayhan dan Airyn yang termangu.

***

Rayhan dan Airyn masih kompak terdiam setelah apa yang terjadi di cafe tadi siang. Orang di rumah sampai terheran melihat kelakuan keduanya karena keduanya masih diam sampai makan malam.

"Enggak ada orang yang boleh pergi dari sini sebelum mereka berdua mau ngomong," ucap Rama tegas.

"Kok gitu, Yah!" teriak Airyn dan Rayhan bersamaan.

Seisi rumah menggelengkan kepala melihat kelakuan keduanya.

"Kalian lomba apa?"

"Enggak lomba kok," jawab Airyn.

"Berantem?"

"Enggak," jawab Rayhan.

"Jadi, kalian kenapa?"

"Enggak kenapa-kenapa, Yah!" teriak keduanya kompak.

"Ok, Airyn kenapa diem?"

"Sariawan, Yah." sahut Airyn asal.

"Kalau Rayhan?"

"Pusing mikir Olimpiade."

"Ya udah kalau enggak mau ngasih tau, sekarang semuanya bubar. Ayah mau ke rumah sakit dulu."

Orang-orang di sekitar meja makan langsung bubar menuju kamar masing-masing. Namun Airyn tidak masuk ke kamarnya, dia ikut masuk ke kamar Rayhan.

"Rey."

"Kenapa?"

"Dia tadi bercanda atau enggak?"

"Siapa?"

"Temen lo."

"Gue enggak tau, Rin."

"Lagian Lo ngapain sih di kafe biasanya juga anti minum kopi."

"Dingin-dingin kan enaknya minum yang panas, Rin."

"Lupakan itu. Gue cuma bingung, nasib gue gimana ya?"

"Gue enggak tau juga, tapi gue bakalan bantu lo."

"Bantuin apa?" tanya seseorang yang ada di depan pintu.

Airyn dan Rayhan menelan ludah mendengar suara itu. Mereka terkejut melihat kakak mereka sudah ada di depan pintu.

***

Holla..

IglatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang