Misi Sebuah Pelarian.

40 3 0
                                    

Kenapa harus berlari? kenapa tidak berjalan saja? bahkan bagaimana kalau membiarkan semuanya mengalir? 

Stasiun Senen, salah satu stasiun besar yang mengirimi setiap individu untuk sekadar liburan untuk pulang kampung. Ramai, padat serta riuh saat siang tiba. Suara-suara bajaj yang masih terus melestarikan eksistensinya di trotoar stasiun menambah kesan lokal betapa padatnya jakarta. Semua orang berlalu lalang, yang berjualan tanpa menyerah menawarkan makanan yang dipikulnya, tukang siomay yang baru saja mangkal sudah laris bagi para Ojek online yang memang tidak pulang kerumah. 

Derap langkah ringan mengiringi suara klakson bajaj dtambah suara gemerincing dari bel kecil yang tersangkut menjadi aksesoris di westbag  wanita berperawakan kurus. Ya, Gadis itu dengan tangguhnya membawa Carrier cokelat 80L. Ia tidak sendirian, ada seorang laki-laki yang terlihat lebih tua beberapa tahun dari nya. Sesampainya mereka didepan gerbang utara Stasiun, gadis itu menghentikan langkahnya, memutar badan membuat pria dibelakangnya terhenti sejenak. 

"Kok berhenti, kan belum sampe kereta." 

Gadis rambut sebahu itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Mas nggak perlu nganterin sampe kedalem kok. Siang ini bukannya ada meeting?" jawabnya. 

"Kan amanah dari Mama, Masa mas ninggalin adek sendiri." jawabnya lagi. gadis itu kembali menggeleng.

"Mas, Andara udah duapuluh satu tahun Mas, Mahasiswi yang udha tinggal nyelesein skripsi. itu artinya, Dara udah gede, Mas cukup nganter dara sampe sini."

"Kenapa kamu mau ke Solo sih, Ra? jangan bilang kamu mau nyusulin Malik?" Ucap Fadlan, si Kaka tampan yang sekarang memandangan  Dara penuh curiga. Gadis itu langsung menampis dengan tatapan kesal. 

"Dara udah bilang, mau naik Gunung Lawu sama temen-temen komunitas disana, ngapain amat mikirin Malik." sanggahnya meninggikan nada. Fadlan hanya tertawa dan mengusap rambut Dara.

"yaudah hati-hati ya kamu disana. Mau sampe berapa hari?" 

"Mmm... Sampai.."

"Seminggu? sebulan?"

"Seminggu doang Mas, kan pendakian nya empat hari tiga malam" Ujar Dara sambil tertawa. 

"Kamu nanti tidur nya dimana? sama siapa?" 

"Aku tidur di Homestay, Mas. udah jangan khawatir." 

"hmm.. oke. Jaga diri ya disana." Fadlan nampak mengeluarkan sesuatu di tangannya, sebuah kartu kredit miliknya. Dara mengerutkan dahi dan segera menolak kartu tersebut. 

"Please mas, Dara masih punya tabungan di ATM. nanti kalo Dara kurang juga bilang mas kok." 

Fadlan hanya menghela napas, adik bungsunya memang selalu sok bersikap mandiri, paling nanti juga baru sampai minta kirimin uang lagi. 

"Bye, Mas." Dara berjalan dan melambaikan kearah sang kakak, iapun memasuki ruangan dan segera mencetak kertas tiket Jakarta- Solo miliknya. Ya, ia bertekad untuk mengikuti Trip yang bahkan sebenarnya ia tidak kenal seorang pun, Ia ingin berpergian sendirian dan menikmati kehidupan Solo dimana kata Malik. Uhm,, maksudnya dimana banyak orang bilang kalau Solo itu tempat paling nyaman untuk orang rantau, selain udaranya bagus harga jajanan dan homestay disana juga murah. 

Setelah Scan tiket, iapun langsung menuju kedalam kereta yang kebetulan akan berangkat satu jam kedepan. gadis itu membeli tiket Ekonomi, dan bersebelahan dengan sosok pendaki juga disana. Style anak gunung dengan kulit sawo matang dan berperawakan manis, ia duduk disebelah dara. 

"Mau kemana mba?" tanya Laki-laki itu berusaha akrab, Dara tersenyum canggung. 

"Solo, Mas." 

Liburan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang