Day 1 Shattered Petals

13 1 4
                                    

"Lo itu cuman beban di keluarga ini!!! Harusnya lo sadar diri dong!!! Dasar nggak tahu malu!!"

"Eh kalau lo sadar bahwa lo nggak ada gunanya, ngapain masih disini!!? Pergi sana!!!"

"Malu gue punya ponakan kayak lo!!!"

"Yang lain berprestasi, lo bisa apa hah!!?"

"Nggak usah hidup kalau lo bisanya cuman nyusahin aja!!!"

Cukup sudah. Ia tidak perlu diteriaki lebih banyak lagi. Hatinya tidak akan sanggup menerima makian lainnya. Gadis itu hanya bisa berjalan terseok sembari mengumpulkan sisa-sisa harapan yang ia yakin hanya tersisa serpihan kecil. Akhirnya ia mencoba menemui seniornya. Senior yang selama ini selalu bersikap baik padanya, tidak peduli yang lain menjauhinya. Senior yang selama ini menyiram dan memupuk harapannya dengan kasih sayang. Sehingga harapan itu mulai tumbuh dan melebat. Ia melihat jam tangannya yang saat ini menunjukkan pukul empat sore. Seniornya itu pasti masih ada di ruangan sekretariat jurusannya. Hanya dia satu-satunya harapannya. Ia tidak punya teman dekat. Tidak juga pacar. Keluarganya pun sudah tidak menginginkannya. Baru saja ia ingin membuka pintu sekretariat, hendak masuk. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar sayup-sayup suara seniornya dari sela pintu yang terbuka sedikit.

"Gue deketin dia karena dia bisa mendongkrak reputasi gue. 'Seorang senior yang melindungi adik tingkatnya yang dirundung.' Bukan cuma dia yang diuntungin, tapi juga gue. Ini namanya simbiosis mutualisme." Aa, begitu rupanya. Ternyata, di dunia ini memang tidak ada yang menginginkannya. Gadis itu tersenyum miris. Ia memang harus pergi. Sudah tidak ada lagi yang bisa ia selamatkan lagi dari hatinya. Harapannya sudah hancur tidak bersisa. Air mata masih setia menemaninya. Mengiringi setiap langkah yang ia sendiri tidak tahu mengarah kemana. Rasa sakit ini menyerangnya bertubi-tubi. Seakan ia tidak diijinkan untuk memberi sedikitpun perlawanan. Gadis itu sudah lelah. Lelah memperjuangkan hal yang tidak mungkin ia bisa dapatkan. Ia melihat sekuntum bunga mawar dijalanan. Mungkin ia dibuang. Sama seperti dirinya. Lalu ia bawa bunga tersebut. Dan ia genggam erat. Setidaknya ada makhluk lain yang tidak diinginkan selain dirinya.

Basah. Awalnya hanya berupa tetesan kecil, lalu berubah menjadi hujan deras. Membasahi setiap detil tubuhnya. Menyamarkan air mata yang masih belum bisa berhenti mengalir. Sepertinya semesta bersekongkol untuk membuatnya merasa makin tidak diinginkan. Mungkin ini pertanda bahwa ia harus mengakhiri semuanya. Gadis itu berteriak, lalu tertawa nyaring. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa yang membuat setiap orang yang mendengarnya akan setuju bahwa itu adalah jeritan hatinya yang tersakiti.

Sinar dari kendaraan di hadapannya menyadarkannya bahwa ia sedang berada di tengah-tengah jalan raya. Semuanya terjadi dengan cepat saat mobil SUV  itu menabrak sang gadis. Hujan deras dengan cepat menyamarkan warna merah darah yang seakan tidak habisnya keluar dari tubuh mungil itu.

"Aa, begini toh rasanya." Tersenyum. Sebelum ia kehilangan seluruh kesadarannya.

Tubuhnya terluka. Hatinya hancur. Tak ubahnya bunga digenggamannya yang sekarang kelopaknya sudah berserakan, hancur dan tidak lagi memperlihatkan keindahannya.

The Way I Love YouWhere stories live. Discover now