Hai kamu. Iya kamu. Kamu yang sedang asik bercerita. Kamu yang tersenyum lalu tertawa. Kamu yang selama ini selalu kuperhatikan diam-diam. Kamu yang pesannya selalu kutunggu. Yang tawanya selalu membuatku tertawa juga. Ingatkah dirimu saat pertama kali kita bertemu? Saat itu kau telat masuk kelas, yang membuatmu harus mendapatkan kursi paling belakang. Tepat disebelahku. Kau tersenyum padaku yang kubalas anggukan kepala.
"Telat juga?" kau bertanya padaku.
"Nggak. Lebih enak di belakang. Nggak berisik." Jawabku singkat. Mencoba untuk tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan orang asing. Apalagi yang berbahaya seperti dirimu. Percakapan singkat itu berakhir disitu. Tidak ada yang berniat untuk memecah kehening. Masih terlalu nyaman dengan keheningan yang menyelimuti.
Kau tahu tidak kenapa aku mengatakan bahwa kau berbahaya? Asal kau tahu, senyummu manis. Dan aku tidak tahan dengan sesuatu yang manis. Namun sepertinya takdir sedang mempermainkanku. Buktinya keesokan harinya kau kembali telat dan kembali duduk di sampingku. Seperti itu sampai sekarang. Sampai-sampai aku terbiasa dengan keberadaanmu. Kau merubahku sedemikian rupa. Aku tidak masalah dengan perubahan itu. Toh kau merubahku menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Tapi hal tersebut yang membuatku menjadi bergantung padamu. Menginginkanmu menjadi milikku, sampai aku tahu bahwa kau menyukai seseorang.
Aku pikir selama ini kau menyukai posisi dudukmu yang kau dapatkan gara-gara telat, atau kalau aku mau geer, kau suka berada dekat denganku. Tapi aku salah. Dari awal, kau bukan ingin dekat denganku. Kau datang awal hari itu. Kau berpura-pura telat masuk ke kelas agar kau mendapat kursi di belakang. Tepat di belakang gadis yang kau sukai. Kau baik padaku bukan karena benar-benar baik. Kau ingin terlihat sebagai seseorang yang baik dan tidak membeda-bedakan teman dihadapannya. Kau merubahku menjadi lebih baik. Mengajakku makan siang bersama, mengerjakan tugas ataupun membuat kelompok belajar bersama. Bukan karena kau peduli padaku. Tapi karena kau tahu bahwa gadis yang kau sukai adalah sahabatku. Kau hanya memanfaatkanku. Tidak apa-apa. Aku cukup melihatmu bahagia saja. Aku tahu itu hanya omong kosong agar membuat hatiku terasa lebih baik. Walaupun sama sekali tidak membantu. Aku benci mengakuinya. Tapi aku memang menyukaimu. Tidak masalah jika kau tidak. Cukup aku yang tersakiti disini. Tersakiti karena perasaanku sendiri. Tersakiti karena keputusanku untuk menyukaimu.
YOU ARE READING
The Way I Love You
Short StoryKumpulan drabble singkat dalam rangka mengikuti #angstober2019 Prompts list by Rexa Anne