1. Cappucino {Re-update}

34 13 10
                                    


Sebelum membaca ulang, ada baiknya untuk baca A/N dulu, yak!

~Cappucino~

"Baby take my hand, i want you to be my husband. Cause ur my Ironman and i love you three thousand."

Kanya bersenandung kecil seraya membuka buku tugas. Kepalanya terangguk-angguk mengikuti irama musik yang berdentum di earphone. Kebisingan kelas tak mempengaruhi ketenangan, asalkan kabel putih yang tersembunyi di balik kerudung putih itu tetap memutarkan lagu kesukaannya.

"Lu gak bosen dengerin lagu itu terus, Nyak?" tanya Aranda seraya merapikan beberapa buku. Ia lebih memilih untuk bermain ponsel dan mengabaikan soal kimia yang diberikan sebagai pengganti kehadiran sang guru.

"Enggak."

Mendengar jawaban singkat Kanya, Aranda berdecak kesal. "Gue yang denger aja sampai muak, Nyak. Udah nyanyi dalam hati aja, kesumbat ntar telinga gue dengar suara lu yang pas-pasan itu!"

"Enak aja!" sahut Kanya tak terima atas ucapan Aranda yang terkesan menghinanya. "Heh, denger nih, ya. Lo nggak suka lagu ini karena jomblo, beda sama gue yang taken. Huu, Jomlo!"

"Nggak ada hubungannya sama status, Njir." Wajah Aranda semakin terlihat kesal. Bahkan ia sudah bersiap untuk memukul Kanya dengan botol air berwarna abu-abu miliknya.

"Ya, adalah. Kalau lo jomlo, lo mau ngucapin ai laf yu tiga ribunya ke siapa emangnya? Ke hantu? Horor dong!"

"Emang bangsat, ya, lu!" Aranda melayangkan tangan kanannya yang memegang botol ke arah Kanya dengan secepat mungkin. Membuat gadis berhijab itu mengaduh dengan keras karena tak sempat mengelak.

"Sakit, Pinter! Gak usah pakai kekerasan ngapa, sih?" Kanya mendelik seraya mengusap bahunya demi mengurangi rasa sakit. Gadis di depannya ini benar-benar tak berprikesahabatan.

"Otak lu benerin dulu, biar nggak bucin mulu!"

Kanya mengabaikan umpatan itu, bahkan ia menganggap bahwa Aranda sedang memuji dirinya yang terlewat romantis dengan Rafif. Ah, berbicara mengenai Rafif apa kabar cowok itu?

"Woy, diajak ngomong malah main hape. Dengar gak ucapan gue tadi?" Suara Aranda kembali mengalahkan lagu yang masih berputar. Benar-benar suara toa!

"Kaga."

"Kurang ajar!" Lagi-lagi Aranda memukul bahu Kanya. Bedanya kali ini bahu sebelah kiri yang menjadi sasaran empuk.

"Sakit, Pinter! Nggak usah dibantai Mulu bahu gue, kasihan ntar Ayang Rafif nggak bisa nyender," ujar Kanya dengan mata membola.

"Bodo, Njir!"

Kanya kembali tak bersuara. Takut kalau ia kembali salah berbicara, tangan ringan Aranda akan kembali membelai tubuhnya.

"Pulang nanti jadi ke Perpusda, kan?" Gema yang baru saja mendekat tiba-tiba menanyakan perihal rencana yang sudah mereka susun dari Minggu lalu. "Ambil mobil dulu, ya?"

"Eh, sejak kapan kita ada plan hari ini?" tanya Kanya tanpa menjawab pertanyaan Gema. Di pikiran terus terngiang akan sebuah janji yang sudah terlanjur ia sanggupi.

"Lah, kan lu yang nentuin kampret. Jangan bilang lu lupa?" sahut Aranda cepat. Tatapan matanya yang menjadi tajam membuat Kanya mendadak sulit menelan air ludah. Meski mereka bersahabat sejak lama, Kanya selalu mendapat siksaan dari Aranda jika bertingkah menyebalkan.

"Hehehe, emang mau ngapain, sih?" Kanya menyengir lebar, berusaha menutupi ketakutan yang mulai merambat.

"Buat tugas, Nyak. Dari Bu Ambar," jawab Gema dengan nada lembut. Hal yang sengaja dilakukan cowok itu sebab menyadari perubahan raut wajah Kanya yang seakan berkata bahwa ia akan mangkir dari kerja kelompok kali ini. Hal yang sering dilakukan sahabatnya itu semenjak berpacaran dengan salah satu teman mereka, tetapi beda kelas.

"Nggak bisa diundur, ya, Mik?"

"Lusa udah dikumpul, Njir. Gila aja lo!" jawab Aranda dengan nada tinggi.

"Tapi gue udah janji sama Rafif mau nonton dia main futsal," ucap Kanya sambil meringis. Bahkan ia enggan menatap Aranda yang terlihat semakin berapi.

"Lu lebih mentingin cowok ketimbang tugas?" Lagi, Aranda kembali bersuara dengan nada tinggi. Seakan suaranya takkan habis meski terus-terusan begitu. Untung saja kericuhan mampu menyamarkan keributan mereka sehingga tak menjadi perhatian teman sekelas.

Kanya mengangguk ragu.

"Lu gila!"

~Cappucino~
T

anjungpinang, 18 November 2019.

Bismillah.
Assalamualaikum, semua!

Di sini Ody mau ngabarin bahwa Cappucino mengalami perubahan yang cukup besar. Semoga kalian lebih menikmati versi yang ini, ya!

Juga ada beberapa informasi terkait beberapa scene di atas.

Pertama mengenai panggilan. Jadi, di pertemanan Kanya mereka memiliki panggilan-panggilan khusus untuk menyapa yang lain.

Kanya - Anyak.
Aranda - Aren.
Gema - Gemik.

Panggilan itu hanya berlaku di percakapan mereka saja. So, jangan pada bingung, ya.

Kedua, Cappucino versi terbaru memiliki perbedaan yang cukup tajam. Meski tokoh tak ada yang berubah sedikitpun juga dengan pertemanan mereka. Perbedaan terletak di hubungan antara Kanya dan Rafif yang berpacaran, juga Kanya yang menjadi manusia sekaligus budak cinta.

Mungkin dua poin itu dulu untuk malam ini, kalau masih ada yang bingung jangan sungkan nanya di kolom komentar. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cappuccino [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang