BAB III - DON'T TRUST ANYBODY

3.2K 53 0
                                    

Apa yang harus aku lakukan? Tempat ini benar-benar di ujung tanduk. Jika seperti ini terus, aku bisa kehilangan segalanya. Tapi jika aku menutup tempat ini, maka sia-sia perjuangan para leluhurku yang sudah bersusah payah membangun tempat ini. Dalam tiga minggu ini, sudah tidak penah ada pelanggan yang berkunjung. Layaknya kota mati. Bahkan kursi di biarkan menumpuk di atas meja. Karena percuma di turunkan jika tidak ada yang berkunjung.

Banyak staff yang mulai gelisah. Bahkan beberapa staff harus mengundurkan diri. Aku merasa sangat bersalah. Padahal aku tau, berapa susahnya mencari pekerjaan di kota ini. Apalagi untuk mereka yang tidak berpendidikan tinggi.

Aku terus dibuat pusing dan gelisah, beberapa aset harus ku jual sambil terus berusaha mempertahankan tempat ini. Akupun mulai belajar cara memasak. Tiap hari aku hanya tidur 4 jam sehari. Karena terus mencari inovasi, dan berusaha mencari investor. Karena jika seperti ini terus maka aku akan menjadi gelandangan.

Chef Ronaldpun berusaha meyakinkan aku, bahwa aku ia akan mengurus para staf sehingga aku bisa lebih berkonsentrasi mencari jalan keluar masalah keuangan.

Malam ini, aku berkunjung ke restoran untuk mengambil beberapa bahan untuk uji coba resepku. Yap, restoran tutup lebih awal kini. Jam 8 kami sudah mematikan seluruh lampu, dan menyuruh para staff pulang. Aku memiliki kunci cadangan untuk masuk. Jadi tidak masalah. Namun ketika memasuki ruang dapur, aku mendengar suara berisik. Apalah mungkin ada pencuri yang masuk? Pikir ku. Dengan perlahan dan berusaha tidak mengeluarkan suara aku mencari pisau dapur untuk berjaga-jaga. Sambil berusaha mencari asal suara berisik tersebut. Berjalan berjinjit mencari asal suara. Di tengah gelapnya ruangan. Aku yakin itu buka tikus. Tapi untuk apa mereka masuk ke dapur dan bukannya mengambil uang di kasir depan? Atau mengambil komputer atau apalah. Semakin dekat dengan sumber suara semakin terasa aneh.

Seperti desahan. Dan benturan benda lunak. Namun semakin di dengar semakin tidak asing suara itu. Dengan hati yang mulai resah, aku tau asal dari suara itu. Sepertinya berasal dari ruang pendingin. Ku beranikan diri, berusaha untuk berpikir positif. Mengintip perlahan dari jendela kaca bundar cukup besar yang berada di pintu, mencari asal suara itu.

Ruangan itu gelap, dan aku rasa dingin jika tempraturnya tidak di rubah. Mencari asal dan sumber suara, namun tidak terlihat apapun. Hanya daging-daging mengantung dan tumpukan keju pada rak-rak. Namun ketiak ku coba amati lebih teliti, diantata gantungan daging, di pojok ruangan itu. Mataku langsung terbelalak. Jantungku berdetup sangat kencang, ketika ku menyaksikan sendiri. Chef Ronald dan tunanganku Cherly tanpa busana saling berhimpitan. Ronald menggoyangkan pantatnya maju mundur diiringi kepala cherly bergeleng-geleng. Desahan beberapa kali terlontar tak tertahankan.

Tanpa tersadar, air mataku mengalir. Kecewa sangat berat dengan mereka berdua. Orang sangat ku sayang dan ku percayai menghianatiku di saat-saat terberatku. Kudiamkan mereka berdua, hingga setengah jam berlalu. Dan mereka menyudahinya. Ronald sangat kuat, ia bisa bertahan hingga tiga kali semburan. Aku tidak langsung pulang, aku menunggu mereka berdua didalam mobil. Dan ketika mereka keluar, kucoba menhubungi cherly.

"Hallo han, kamu dmn? Aku sedang mencoba resep baru. Mau coba?" Tanyaku

"Hi beb, maafkan aku. Aku sunggu ingin mencoba masakanmu, tapi aku sedang sangat lelah. Habis bermain tenis dengan amanda hingga beberapa ronde. Aku ingin pulang. Maaf ya beb"

"Ohh, ok hati-hati. Love youu"

Dalam hatiku, tenis? Yap, bolanya telur raketnya penis. Dasar wanita murahan.

Beberapa hari ku berdiam dirumah. Kepalaku di penuhi ide gila. Dengan uang yang ku miliki, aku menyewa orang untuk menuclik Ronald.

SAPORE MONDIALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang