....
"La, tolong. Panggilkan seseorang untuk memuaskan Gina. Cepatlah!" Suara Gina mulai meninggi.
Ela mengernyit. Mendekat pada Gina. Menarik dagu dengan paksa. "Diam!" Mata bulat itu melotot seakan ingin keluar dari tempatnya. "Di sini hanya aku yang boleh berteriak!"
"Ma–maafkan aku, La," ucap Gina terbata-bata.
Ine yang sejak tadi menggeliat seperti cacing kepanasan pun mulai bersuara. "Hentikan semua ini. Kita berdamai saja. Gue mohooon." Suaranya bergetar.
"Dasar jalang!" Ela hanya tersenyum sinis melihat mereka semakin menggeliat tak karuan.
Ia duduk bersandar di sofa dengan salah satu kakinya menopang kaki yang lain. Di bawah cahaya lampu remang, matanya mengamati setiap gerak yang mereka lakukan. "Katakan, apa saja yang telah kalian perbuat padaku?"
"Lo udah tahu semuanya, 'kan? Buat apa gue sama Gina ungkit lagi?"
"Katakan atau semua ini tidak akan berakhir?" Ela mengusap lembut dagu dengan memberikan tatapan yang mengejek mereka.
"Akan Gina katakan." Ela menatap serius Gina —masih membenarkan duduknya dengan memejamkan mata.
"Siang itu, saat di kantin. Kamu menumpahkan minuman Gina. Berulang kali kamu meminta maaf karena tidak sengaja menumpahkannya, tapi Gina tetap tidak peduli." Suara Gina sedikit bergetar.
"Gina memintamu untuk mengganti minumannya, tapi katamu, kamu tak punya uang lagi."
"Lalu?"
Gina menggigit kecil bibirnya. Melirik Ine yang ternyata menatap dirinya tajam. "Lalu Ine memintamu mengelilingi lapangan sebanyak lima kali, tanpa menggunakan alas kaki."
Ela memakai sarung tangan. Berjalan ke sudut ruangan yang gelap. Mengambil sebuah kaleng besar berisi bara api yang telah ia siapkan sebelum menyalakan proyektor.
Ia menghampiri mereka kembali. "Setelah itu?"
"Kamu menolaknya dan berjanji akan menggantinya besok, tapi Ine tidak mau mendengarkan. Dia menarik kasar dan menyeretmu ke tengah lapangan," ungkap Gina.
"Bagus!" Ela tersenyum. Tatapan tajamnya beralih pada Ine dan berjalan mendekatinya.
"Ine, Sayang," panggil Ela lembut. "Sekarang rasakan apa yang kurasakan saat itu." Matanya melotot, membuat Ine ketakutan.
Ela menuangkan sebagian bara api itu tepat di bawah telapak kaki Ine dan sebagian lagi di bawah kaki Gina.
"Lo gila?! Ini panas, bangs*t!" Ine berteriak. Menarik kakinya agar menjauh dari bara api. Namun, semua sia-sia saja. Ela mengikat kaki mereka menggunakan Fiberglass Cord¹ dengan kuat.
Ela tersenyum sinis. Kembali duduk di sofanya yang empuk dan nyaman. "Siapa yang akan mengatakan lagi?"
"Gue!" teriak Ine dengan menahan panas yang mulai menyentuh kaki. "Gue benci banget sama lo! Lo itu pinter. Lo itu putih, dan lebih cantik dari pada gue. Meskipun cupu, tapi banyak banget yang naksir sama lo!" Ine terlihat sangat menggebu-gebu mengatakan itu padanya. Namun, Ela tetap bersikap santai.
Ia mengatur napas. "Maka dari itu, setiap pulang sekolah. Gue sama Gina melempar telur busuk biar orang-orang pada jijik sama lo," ungkap Ine.
Mendengar itu, Ela mengambil sebuah baskom cukup besar berisi telur-telur busuk di samping kulkas. Ia menghampiri Ine. Memecahkan satu per satu telur di kepala Ine.
"Apa-apaan ini?"
"Apa-apaan kamu bilang? Hei, ingat apa yang kamu lakukan padaku, Ine!"
Ine memejamkan mata, menghindari cairan telur busuk agar tak masuk ke dalam matanya. "Nggak kayak gini dong! Gue nggak separah ini kasih lo hukuman. Cepat bersihkan telur di mata gue dan singkirkan bara api ini. Telapak kaki gue panaaas!"
Begitu pun dengan Gina meringis kesakitan. "Iya, La. Besinya juga mulai memanas. Rasanya kulit Gina mulai melepuh."
Lampu kuning di salah sudut ruangan berkedip. Kemudian mati. Membuat ruangan bawah tanah itu semakin meremang.
Ela tersenyum sinis. "Katakan apa lagi yang kalian perbuat padaku."
"Ka–kamu berjanji akan melepaskan semua ini setelah kami mengatakan semuanya?" tanya Gina dengan menahan sakit. Ela mengangguk setuju.
"Baiklah, Gina akan mengatakannya lagi."
.....
Bersambung.
Part selanjutnya akan dipublish besok atau lusa.¹: Tali tahan panas
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca cerpen ini, semoga kalian suka. Jangan lupa tinggalkan jejak, seperti; vote and comment, ya.
Kritik dan saran kalian sangat membantuku ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Reap What You Have Sown
Misterio / SuspensoWARING! Cerita ini banyak mengandung unsur kekerasan. Saya tidak menganjurkan anak di bawah 15 tahun membaca cerita ini. _____________________________________________ "Hei, boleh aku meminta sedikit darah kalian untuk penyedap rasa?"