BAGIAN 1

2.3K 71 10
                                    

Kicau burung riuh menyambut mentari pagi. Angin bertiup lembut mengusir kabut titik-titik embun bak mutiara berceceran di dedaunan. Pagi yang indah menyegarkan, membuka kehidupan bagi penghuni permukaan bumi. Tapi keindahan pagi ini masih juga dirusak oleh suara teriakan-teriakan melengking dan denting sejata beradu.
Sepertinya suara-suara itu datang dari sebuah padang rumput yang tidak begitu luas di tepian Hutan Pusaran. Tampak dua orang tengah bertarung mengadu jiwa. Sedangkan tiga orang lainnya berdiri tidak begitu jauh dari pertarungan, nampak serius memperhatikan jalannya pertarungan yang sengit dan cepat.
Tiba-tiba salah seorang yang bertarung, melompat keluar dari arena. Dua kali berputar di udara, lalu dengan manis mendarat di tanah. Keringat membasahi wajah dan pakaiannya. Orang itu memegang sebuah golok besar, persis seperti tukang jagal binatang ternak. Dia berdiri di depan tiga orang yang juga masing-masing menggenggam golok besar yang nampak berat.
Mereka langsung berlompatan membentuk lingkaran, mengurung seorang wanita muda berpakaian hijau yang ketat. Bentuk tubuhnya indah dan ramping mengimbangi raut wajahnya yang cantik. Wanita itu menggoyang-goyangkan kipasnya yang berkilatan tertimpa sinar matahari. Ujung-ujung kipasnya runcing seperti mata pisau, siap membedah lawan. Senyumnya nampak di bibir yang merah menggairahkan.
"Tadi sudah kubilang, kalian Empat Setan Jagal sebaiknya turun bersama-sama," terdengar lembut suara wanita cantik itu.
"Huh! Jangan pongah dulu, Kipas Maut! Kau belum tentu menang melawan kami!" dengus salah seorang yang mengenakan pakaian hitam.
Empat Setan Jagal bisa dikenali namanya satu persatu dari warna pakaiannya. Yang mengenakan pakaian hitam berjuluk Jagal Hitam. Sedangkan yang biru, merah, dan kuning masing-masing disebut Jagal Biru, Jagal Merah dan Jagal Kuning. Mengapa mereka bisa sampai bentrok dengan Kipas Maut?
"Siapa yang mencari kemenangan? Kalian datang ke sini hanya mengganggu istirahatku. Masih bagus aku tidak langsung membunuh kalian tadi malam!" rungut Kipas Maut.
"Setan! Seharusnya kau yang mampus semalam!" dengus Jagal Biru geram.
"Aku khawatir, kalian tidak akan menikmati sinar matahari lagi besok," suara Kipas Maut terdengar tenang, namun menyakitkan telinga.
"Kurobek mulutmu, iblis!" geram Jagal Kuning.
"Silakan kalau kalian bisa. Tak akan aku mundur setapak pun."
Jagal Hitam membentak keras, lalu dengan cepat melompat sambil mengayunkan goloknya yang besar. Deru angin terdengar bersamaan dengan berkelebatnya golok menyambar tubuh Kipas Maut. Hanya sedikit saja perempuan cantik itu  memiringkan tubuhnya, sabetan golok Jagal Hitam lewat tanpa mengenai sasaran.
Belum sempat Kipas Maut menarik napas lega, datang lagi serangan dari arah samping kanannya. Angin menderu keras bersamaan dengan berkelebatnya sebuah golok mengarah ke kepala. Kipas Maut merundukkan kepalanya sedikit, dan golok Jagal Kuning lewat di atas kepalanya. Kipas Maut harus berlompatan sambil jumpalitan menghindari serangan Empat Setan Jagal yang datang beruntun bagai air bah. Namun sampai lewat lima jurus, Kipas Maut belum juga mengeluarkan ilmu andalannya.
Tring, Tring!
Dua kali Kipas Maut berhasil menangkis serangan Empat Setan Jagal. Hampir saja golok Jagal Biru dan Jagal Kuning terlepas dari tangan saat membentur kipas baja
berwarna keperakan. Namun bibir mereka meringis, merasakan pergelangan tangan menjadi kaku dan kesemutan.
Saat yang bersamaan Jagal Hitam membabatkan goloknya bagai kilat. Kipas Maut yang baru saja menangkis serangan dua lawan terkejut. Buru-buru dia melenting, menghindari serangan yang mendadak itu. Jagal Hitam yang serangannya dapat dielakkan, langsung memberi serangan lanjutan yang tidak kalah ganasnya. Terpaksa Kipas Maut mengebutkan kipas bajanya.
Wut, tring! "Akh!"
Kipas Maut terpekik kecil. Langsung dijatuhkan dirinya ke tanah dan bergulingan. Saat kipas bajanya beradu dengan golok Jagal Hitam, tenaga dalamnya tidak dikerahkan dengan penuh. Dia tidak menyangka kalau tenaga dalam Jagal Hitam sangat tangguh dan cukup tinggi.
"Setan!" dengus Kipas Maut Kipas Maut segera bangkit berdiri. Matanya membeliak melihat kipasnya tergeletak di tanah agak jauh. Dia menyesal terlalu menganggap enteng Empat Setan Jagal. Sungguh tidak diduga sama sekali kalau dalam tiga tahun saja Empat Setan Jagal telah pesat kemajuannya. Lebih-lebih Jagal Hitam. Tenaga dalamnya sekarang jauh lebih tinggi.
“Tamat riwayatmu, pencuri busuk!" geram Jagal Hitam.
Secepat kilat Jagal Hitam menerjang sambil mengebutkan goloknya. Kipas Maut melenting ke belakang menghindari golok yang besarnya melebihi tangannya sendiri. Namun belum juga sempat menginjakkan kakinya di tanah. Jagal Merah sudah membabatkan goloknya ke kaki. Kipas Maut menotok ujung golok dengan jari kakinya, sambil melenting kembali ke udara.
Keadaan Kipas Maut benar-benar mengkhawatirkan sekali. Serangan-serangan berbahaya datang silih berganti tanpa memberi kesempatan sedikit pun untuk bernapas.
Kipas Maut bisa berlompatan menghindari setiap serangan yang mengancam nyawanya.
"Modar...!"
"Akh!"
Kipas Maut cepat melenting keluar dari arena pertarungan. Darah mengucur dari pundak kanan yang tergores ujung golok Jagal Hitam. Sungguh tidak diduga sama sekali ketika dia sedang berkelit menghindari sodokan golok dari Jagal Merah, tiba-tiba saja Jagal Hitam melompat sambil mengibaskan goloknya. Kipas Maut tidak bisa menghindari lagi. Untunglah hanya ujung golok Jagal Hitam saja yang menggores kulit pundak kanannya.
"Bedebah!" Kipas Maut menggeram melihat darah mengucur deras dari pundaknya.
"Jagal Merah, Jagal Biru, Jagal Kuning! Bunuh pencuri laknat itu!" perintah Jagal Hitam. "Yeaaah...!"
Serentak ketiga orang yang mendengar perintah itu, melompat seraya mengebutkan goloknya. Jagal Hitam pun langsung melompat menyerang Kipas Maut. Mendapat serangan dari empat penjuru itu, Kipas Maut segera melenting tinggi ke udara. Empat golok melesat di bawah kaki perempuan cantik itu.
Serangan Empat Setan Jagal tidak berhenti sampai di situ saja. Begitu Kipas Maut mendarat di tanah, mereka langsung menyerang dengan ganas. Lagi-lagi Kipas Maut kewalahan menghadapi serangan yang beruntun bagai gelombang air laut menggempur karang. Saat golok Jagt! Kuning mengancam kepalanya, mendadak kaki Jagal Merah melayang ke arah dada. Ditambah lagi tangan kiri Jagal Biru yang melayang cepat dari arah belakang.
Pada saat itu, Kipas Maut benar-benar tidak punya kesempatan lagi untuk mengelak. Mungkin dapat dihindari satu serangan, tapi tiga lainnya tak mungkin dihindari lagi. Dan pada saat genting itulah tiba-tiba sebuah bayangan putih berkelebat cepat menghajar Empat Setan Jagal. Keempat orang itu berjumpalitan sebelum berhasil menyerang Kipas Maut.
"Monyet buntung!" umpat Jagal Hitam geram. Kini di samping Kipas Maut telah berdiri seorang pemuda berwajah tampan dengan rambut sebatas bahu. Pemuda berkulit putih itu mengenakan baju rompi warna putih dan sebilah pedang bergagang kepala burung tersembul dari balik punggungnya. Tak salah lagi, pemuda itu adalah Pendekar Rajawali Sakti.
"Anak muda, jangan campuri urusanku!" bentak Jagal Hitam.
"Hm, aku tidak akan mencampuri urusan kalian kalau kalian bertarung secara jantan," tenang dan pelan suara Rangga. Namun kedengaran sangat berwibawa.
"Phuih! Lagakmu sok pahlawan. Kau tahu, siapa kami?" dengus Jagal Merah.
"Siapa pun kalian, yang jelas kalian adalah orang- orang pengecut yang bisanya hanya main keroyok terhadap wanita!" tetap tenang dan lembut suara Rangga.
"Buka telingamu lebar-lebar, anak muda! Kami Empat Setan Jagal!" bentak Jagal Hitam memperkenalkan diri dengan maksud agar pemuda di samping Kipas Maut ketakutan mendengarnya.
Tapi Rangga malah tersenyum tipis mendengar nama itu. Memang dia telah dengar nama Empat Setan Jagal. Empat orang yang  malang-melintang di  rimba persilatan dan menguasai daerah yang dinamakan Bukit Setan. Rupa-rupanya orang-orang inilah yang selalu merampas dan membunuh dengan kejam siapa saja yang melintasi Bukit Setan.
"Aku memberimu kesempatan, anak muda. Nah! Menyingkirlah dari sini!" kata Jagal Hitam.
"Kalau aku tidak mau?" Rangga jelas-jelas menantang meskipun cara tidak langsung.
"Edan! Kau cari mati rupanya!" umpat Jagal Hitam sengit.
Jagal Hitam langsung memberi isyarat pada yang lainnya. Serentak Jagal Merah, Jagal Kuning dan Jagal Biru berlompatan mengepung. Golok mereka sudah melintang di depan dada. Pendekar Rajawali Sakti itu hanya melirik memperhatikan setiap  gerakan  keempat  orang  itu  yang mengepung dari empat penjuru. Bibirnya masih menyunggingkan senyuman tipis. "Serang...!" teriak Jagal Hitam keras. Seketika Empat Setan Jagal berlompatan sambil mengibaskan goloknya ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Hanya sedikit saja pendekar muda itu meng- gcrakkan  tangannya  tanpa  menggeser  kaki,  tahu-tahu golok-golok Empat Setan Jagal terpental, lepas dari tangan masing-masing. Rangga menghadapi mereka dengan mengerahkan jurus maut 'Cakar Rajawali'.
Rasa kaget keempat orang itu belum lagi hilang, mendadak Rangga memutar tubuhnya dengan kaki kanan terayun cepat. Buk, buk, buk, buk...! Empat Setan Jagal langsung terjungkal ke belakang. Kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti itu tepat menghantam perut mereka.
"Uhk!" Jagal Hitam merasakan perutnya mual.
Susah payah mereka berusaha bangkit berdiri. Belum juga sempat bangun, Pendekar Rajawali Sakti Itu sudah bergerak cepat menjambret punggung baju mereka dan melemparkan jadi satu ke bawah pohon besar yang rindang. Tubuh-tubuh yang besar dan kekar berjatuhan saling tindih. Mirip empat buah karung beras yang dilemparkan sembarangan ke dalam gudang.
Kembali mereka berusaha bangkit, dan gerakan mereka terhenti karena Pendekar Rajawali Sakti sudah menempelkan leher mereka dengan golok masing-masing. Jagal Hitam mengangkat kepalanya. Wajahnya merah padam, merasa malu dan marah karena bisa dikalahkan oleh anak muda hanya dalam satu gebrakan saja.
"Beruntung sekali hari ini aku enggan  mencabut nyawa," dingin terdengar suara Rangga.
Jagal Hitam mengkerutkan gerahamnya. Pelan-pelan dia bangun berdiri diikuti yang Iainnya. Rangga melangkah mundur tiga tindak. Dia melemparkan empat golok di tangannya, hingga menancap tepat di ujung kaki Empat Setan Jagal.
"Pergi dari sini, cepat!" bentak Rangga keras.
Bergegas Jagal Merah, Jagal Kuning dan Jagal Biru mencabut golok masing-masing. Dengan ogah-ogahan Jagal Hitam juga mencabut goloknya dari tanah. Kedua bola matanya tajam menatap Pendekar Rajawali Sakti dengan penuh rasa dendam. Sepasang rahangnya terkatup rapat menahan geram. Tanpa banyak bicara lagi ke empat orang itu melangkah pergi.
Jagal Hitam membalikkan tubuhnya setelah kakinya terayun sekitar sepuluh langkah. Dia berdiri dengan tangan bertolak pinggang. Yang Iainnya juga ikut berhenti di belakang Jagal Hitam.
"Kipas Maut, persoalan kita belum selesai!" teriak Jagal Hitam keras.
Selesai berkata, Jagal Hitam cepat berbalik dan berlari kencang diikuti yang Iainnya. Sebentar saja mereka sudah tidak terlihat lagi. Rangga membalikkan tubuhnya lalu melangkah mendekati Kipas Maut yang baru saja memungut senjata kipasnya. Diselipkan kipas baja sakti itu ke pinggang.
"Kau terluka..."
'Terima kasih!" Kipas Maut memotong cepat sebelum Rangga selesai dengan ucapannya. Suaranya terdengar ketus dan tampak tidak senang dirinya ditolong.
"Maaf, apakah aku telah menyulitkanmu?" Rangga tidak mengerti dengan sikap gadis ini. Keningnya berkerut pertanda tengah berpikir.
"Banyak!" sahut Kipas Maut ketus. "Banyak...!?" Rangga terkejut setengah mati.
Sungguh mati Pendekar Rajawali Sakti itu tidak mengerti dengan sikap gadis cantik ini. Nyawanya sudah diselamatkan, tapi kelihatan tidak senang. Bahkan katanya malah membuat banyak kesulitan. Kesulitan apa?
"Sebaiknya kau pergi dari sini, atau aku yang pergi " kata Kipas Maut.
"Hey...! Tunggu," teriak Rangga, begitu melihat Kipas Maut melangkah pergi. Kipas Maut terus saja mengayunkan langkahnya. Rangga berlari mengejar dan mensejajarkan langkahnya dengan gadis itu. Dia masih penasaran dengan sikap Kipas Maut yang dirasakan sangat aneh.

7. Pendekar Rajawali Sakti : Pertarungan Di Bukit SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang