BAGIAN 4

1.2K 54 0
                                    

Rangga berdiri mematung di tepi sungai Banyu Biru, tempat saat dia meninggalkan Pandan Wangi. Sementara hari sudah menjelang senja, matahari hampir tenggelam di ufuk Barat. Sinarnya yang kemerahan membias indah di permukaan sungai, gemerlap bagai bertaburkan mutiara.
Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri pohon rindang. Di bawah pohon inilah Pandan Wangi ditinggalkannya sendirian tadi. Mata Pendekar Rajawali Sakti memandang ke sekeliling. Hatinya mendadak cemas karena Pandan Wangi tidak ada. Rasa sesal mulai membelit relung hatinya, karena telah meninggalkan Pandan Wangi terlalu lama seorang diri di tempat sunyi seperti ini.
"Pandan...!" teriak Rangga keras. Suara Rangga menggema di antara pohon dan batu-batuan, terbawa angin senja yang tertiup Iembut. Heberapa kali Pendekar Rajawali Sakti itu memanggil nama Pandan Wangi, tapi tidak ada sahutan sama sekali. Hanya desah angin dan gemericik air sungai yang menyahuti panggilannya.
"Ke mana dia, ya?" Rangga bertanya pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba telinga Pendekar Rajawali Sakti yang tajam, mendengar suara gemerisik dari balik semak-semak di depannya. Seketika pandangannya tertuju ke arah semak-semak itu. Pelahan kakinya terayun mendekati tempat asal suara tadi.
Rangga menyibakkan semak-semak itu. Hatinya jadi kecewa, karena yang didapatinya hanya dua ekor kelinci yang langsung kabur ketakutan. Rangga mendengus, dan mengedarkan pandangannya kembali ke sekelilingnya.
"Pandan...!" panggil Rangga sekali lagi.
Siiing...!
Tiba-tiba terdengar suara mendesing. Rangga melompat berputar di udara. Ketika berkelebat seberkas sinar keemasan mengarah padanya. Sinar itu meluncur deras melewati tubuh Pendekar Rajawali Sakti, dan menancap pada sebatang pohon. Ringan sekali tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu mendarat di tanah. Baru saja kakinya menjejak tanah, kembali secercah sinar keemasan berkelebat cepat.
"Hup!" Rangga kembali melenting ke udara. Pendekar Rajawali Sakti berputaran di udara, menghindari desingan sinar-sinar keemasan yang datang secara beruntun bagai hujan. Mata Rangga yang tajam, dapat melihat arah datangnya sinar-sinar keemasan itu.
Sambil berputaran di  udara, tangannya menangkap dua benda keemasan yang mengancam dirinya. Dengan kecepatan penuh, langsung dua benda itu dilontarkan kembali ke arah pemiliknya. Seketika  itu juga berkelebat satu bayangan hijau dari balik sebuah batu besar.
"Pandan...!" seru Pendekar Rajawali Sakti terkejut.
"Ha ha ha...!" Pandan Wangi tertawa gelak begitu kinya mendarat di tanah.
'Tidak lucu!" dengus Rangga langsung melompat menghampiri gadis itu.
'Tidak lucu ya sudah!" rungut Pandan Wangi. wajahnya dipasang cemberut seperti gadis ingusan yang kena marah orang tuanya.
"Cara bercandamu sangat berbahaya, Pandan," Suara Rangga terdengar lunak. "Tapi, hebat 'kan?"
"Iya, hanya saja kau perlu banyak latihan."
"Wah! Kalau aku mahir, tentu Kakang tadi sudah...," Pandan Wangi tidak meneruskan ucapannya.
"Ah, sudahlah!" dengus Rangga. "Nih! Aku bawakan pakaian  buatmu, dan sedikit makanan." Pandan Wangi menerima bungkusan yang disodorkan Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian dibukanya. Matanya agak membeliak melihat satu stel pakaian berwarna putih. Pakaian seorang pendekar wanita.
"Darimana kau dapatkan ini, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Beli, di sana!" sahut Rangga menunjuk ke arah desa Banyu Biru.
"Kakang dari sana?" Pandan Wangi seperti tidak percaya.
"Iya," sahut Rangga. "Sana, cepat! Ganti pakaianmu, dan kita makan bersama. Kau pasti suka makanan yang
kubawa." Pandan Wangi berlari-lari kecil menuju ke balik batu hitam sebesar dangau. Rangga membuka bungkusan makanan yang dibawanya dari Desa Banyu Biru. Sesekali matanya melirik ke arah batu hitam, tempat Pandan Wangi tengah mengganti pakaiannya.
Tidak lama kemudian Pandan Wangi keluar lagi,  dan telah mengenakan pakaian yang dibelikan Rangga tadi. Pendekar Rajawali Sakti memandang tanpa berkedip. Dia seperti baru saja melihat dewi turun dari kahyangan. Pandan Wangi kelihatan cantik sekali mengenakan pakaian pendekar putih berpita merah. Ikat kepala berwarna merah menambah cantik raut wajahnya. Pakaian itu ternyata pas di tubuh Pandan Wangi,
"Ck ck ck...," Rangga berdecak kagum.
"Mengapa  memandangku  begitu?"  rungut  Pandan Wangi jengah.
"Kau cantik sekali," puji Rangga tulus.
"Huh!" Pandan Wangi mencibir. Namun dalam hatinya senang sekali mendapat pujian dari pemuda tampan yang telah mencabik-cabik sekeping hatinya.
"Ayo, makan dulu. Kamu belum makan dari tadi, 'kan?"  ajak  Rangga  mengalihkan  perhatian.  Dia  sendiri
tidak ingin lama-lama terpesona oleh kecantikan Pandan Wangi.
"Apa itu?" tanya Pandan Wangi segera duduk bersila di depan Rangga.
"Ikan bakar, lalap, sambal, tapi nasinya sudah dingin," sahut Rangga seperti penjaja saja.
"Tidak apa-apa, yang penting kenyang."
Rangga tersenyum. Senang juga dia dengan sikap Pandan Wangi yang urakan, dan sedikit liar, tapi menyenangkan untuk diajak berteman. Mereka mulai makan dengan nikmatnya. Rangga banyak bercerita tentang keadaan di Desa Banyu Biru. Dia juga mengatakan tentang rencananya yang sudah dilaksanakan. Kini hanya tinggal menunggu reaksinya saja dari orang-orang yang gila benda-benda pusaka.
"Besok pagi kita ke sana," kata Rangga.
"Ke Desa Banyu Biru?" Pandan Wangi menegaskan. "Iya, aku ingin tahu sampai di mana mereka terpengaruh ceritaku tentang Kitab Naga Sewu dan Pedang Naga Geni."
"Kau yakin bisa berhasil?" "Lihat saja nanti."

7. Pendekar Rajawali Sakti : Pertarungan Di Bukit SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang