'Knock! Knock! Knock!'
Suara ketukan pada daun pintu jati yang masih tertutup rapat itu menggema ke seluruh penjuru sudut ruang kamar. Dengkuran halus masih menguar di udara, sang pelaku malam tadi baru terlelap ketika hampir pagi hingga ketukan brutal pada pintu kamarnya pun tak jadi hal yang dapat menggubrisnya. Biarkan ia melanjutkan lelapnya sejenak.
'Knock! Knock! Knock!' tak ada tanda-tanda ketukan-ketukan brutal itu akan berhenti segera.
"KAKAK BANGUN!" suara husky sember berteriak tepat di depan pintu, masih setia mengorbankan kepalan tangan kecilnya menggedor bidang keras di hadapannya itu.
Merasa tak ada sahutan dan pergerakan dari dalam kamar, membuat lelaki dengan mata sipit itu mendengus kesal. Ia mundur beberapa langkah, kedua tangannya bertolak pada pinggang dengan tatapan tepat terfokus pada satu titik. Dalam-dalam menghela napas panjang, sengaja diulang beberapa kali, berusaha menyiapkan diri.
'Tap! Tap! Tap!'
"Dek, mana? Kok nggak turun-turun? Kakak udah bangun belom?" pertanyaan beruntun keluar dari bibir tebal kemerahan sosok yang sedang menaiki satu-satu anak tangga.
Tak lama sosoknya muncul tepat di ujung lorong lantai dua. Mereka beradu tatap sesaat sebelum celetukan pertanyaan kembali keluar dari sosok pria yang jauh lebih tua darinya itu.
"Kamu mau ngapain, Dek?" Junhoe bertanya dengan sebelah alisnya terangkat. Melihat anak bungsunya sudah menempel pada pintu jati lain di belakang punggungnya.
"Eh? Itu kakak nggak bangun-bangun. Udah digedor masih nggak nyaut, Bun."
"Terus? Kamu mau dobrak?" Junhoe menatap wajah Haon dengan mata terbelalak sempurna ketika anaknya itu meringis dengan gigi kelinci menyembul dari balik bibir tipisnya sehingga menyisakan segaris saja sepasang matanya. Dasar jiplakan Bobby.
"Senjata terakhir, Bun." Haon terkekeh begitu saja melihat bundanya sudah melotot galak.
"Nggak ada dobrak-dobrak. Kamu tuh, pintunya sih nggak papa tapi kalo kamu yang mental nanti gimana? Ngaco aja kamu tuh," Junhoe meracau, jelas ia khawatir kalau anaknya sampai kenapa-kenapa hanya karena alasan untuk membangunkan kakaknya yang masih terlelap. "Udah sana kamu turun, ayah udah nunggu di meja makan. Biar bunda yang bangunin kakak."
"Oke, Bun!" Haon kemudian berlalu begitu saja meninggalkan bundanya menuruni anak tangga menghampiri sang ayah yang sudah lebih dulu berada di meja makan.
Junhoe maju beberapa langkah, berdiri tepat di depan bidang gagah yang masih tentram. Ia mulai mengetuk jati keras itu, sesekali bersua agar mendapatkan atensi.
"Kakak bangun! Sarapan!" tak berteriak namun penuh penekanan. Junhoe memahami buah hatinya yang memang tak suka dibentaki. "Byounggon? Nak, bangun dulu!" lanjutnya lagi masih menggedor pintu kamar anak sulungnya itu.
'Srek! Srek! Srek!' terdengar suara-suara gerik di sana. Junhoe mulai bisa bernapas lega, karena paling tidak anak sulungnya baik-baik saja.
"Gon? Kak? Sayang?"
"Iya, Bun. Udah bangun," ucap Byounggon dengan suara serak khas sehabis bangun tidur. Matanya masih terpejam rapat, rasanya enggan untuk beranjak dari tidurnya. Lelah yang menyerang tubuh belum sepenuhnya hilang.
"Buka dulu pintuya, ayo sarapan. Udah jam delapan, Kak."
'Kriek!' pintu jati yang gagah itu terbuka, memunculkan sosok lelaki yang lebih pendek berdiri di ambangnya. Salah satu tangannya mengucek mata mencoba untuk tersadar sepenuhnya. Wajah dan bibirnya membengkak karena lelap, rambutnya mencuat tak karuan. Melihat itu Junhoe jadi tak tega sendiri, sepertinya si sulung keluarga ini sangat lelah atau mungkin belum terbiasa dengan status barunya sebagai mahasiswa yang jelas lebih sibuk dari anak SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELUARGA CEMARA (BOBJUN ft. LBG & KHO)
FanfictionKisah tentang kehidupan keluarga Bobby dan Junhoe serta kedua anak mereka.