Semua orang membungkukkan badannya ketika tiga ekor kuda berpacu cepat melintasi jalan tanah berdebu. Mereka tahu kalau tiga orang yang menunggang kuda itu adalah pembesar dari kerajaan Limbangan. Yang berada di atas kuda putih adalah Panglima Lohgender, sedang yang menunggang kuda hitam dengan kedua kaki depannya belang putih, adalah orang kepercayaan Panglima Lohgender, juga anak angkatnya. Pemuda berwajah tampan dengan tubuh tegap itu bernama Arya Duta. Satunya lagi seorang pemuda yang menunggang kuda coklat bernama Braja Duta.
Langkah-langkah kaki kuda itu berhenti di depan sebuah rumah yang dijaga ketat oleh beberapa prajurit. Bergegas mereka rurun dan kudanya masing-masing. Dua orang berpakaian prajurit Kadipaten Karang Asem segera mendekat. Panglima Lohgender, Arya Duta dan Braja Duta melangkah beriringan menuju ke serambi rumah besar itu.
"Gusti Adipati sudah lama menunggu, Gusti Panglima," kata salah seorang lelaki tua yang segera menyongsong di serambi rumah.
"Hm, di mana gustimu?" tanya Panglima Lohgender penuh wibawa.
"Ada di ruang tengah, Gusti Panglima."
Panglima Lohgender dari Kerajaan Limbangan itu terus melangkahkan kakinya menuju ruangan tengah di mana Adipati Prahasta telah menunggunya. Dua orang penjaga pintu langsung membungkuk memberi hormat.
"Masuklah, Adi Lohgender!" satu suara besar dan berat menyambut begitu kaki Panglima Lohgender melewati pintu menuju ruangan tengah.
"Ada apa gerangan kau memintaku datang ke Karang Asem, Kakang Prahasta?" tanya Panglima Lohgender
begitu duduk di kursi.
"Ada persoalan penting," sahut Adipati Prahasta. "Pribadi?" tanya Lohgender sambil matanya melirik Arya Duta dan Braja Duta yang masih berdiri di belakang panglima itu.
"Tidak," sahut Adipati Prahasta "Dan memang sebaiknya Arya Duta dan Braja Duta mengetahui persoalan ini"
Adipati Karang Asem itu mempersilakan Arya Duta dan Braja Duta duduk. Mereka mengambil tempat di samping Panglima Lohgender. Beberapa saat lamanya mereka terdiam saling berpandangan. Panglima Lohgender seperti menangkap sesuatu yang tengah menyusahkan Adipati Karang Asem ini.
"Aku tidak melihat istri dan anakmu. Di mana mereka?" tanya Panglima Lohgender memecah kebisuan.
"Aku ungsikan ke Kadipaten Sedana." sahut Adipati Prahasta.
"Diungsikan...?" tanya Panglima Lohgender terperanjat. "Terpaksa, demi keselamatan mereka."
"Edan! Cuma karena kekacauan saja Kakang mengungsikan keluarga? Atau..., ah, jelaskan seperlunya, Kakang." Panglima Lohgender sudah bisa menduga-duga.
Adipati Prahasta terdiam sesaat, lalu….
"Awalnya memang cuma kejadian biasa, perampokan, pembunuhan, dan lain-lainnya. Aku sudah memerintahkan prajurit kadipaten untuk lebih memperkuat penjagaan. Memang ada hasilnya, semua bisa teratasi dengan baik. Tapi dua minggu terakhir ini...," Adipati Prahasta menghentikan kalimatnya.
"Teruskan," pinta Panglima Lohgender. "Mereka menjarah semua harta benda para petinggi kadipaten. Bahkan juga nyawanya. Dan yang lebih menghebohkan lagi, mereka selalu menculik pemuda-pemuda di sini." lanjut Adipati Prahasta.
"Siapa mereka?"
"Aku tidak tahu," sahut Adipati Prahasta. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu, Kakang?"
"Mereka seperti setan saja. Tidak ada jejak, juga kedatangannya tanpa bisa diduga sebelumnya. Kau bisa bayangkan, Adi Lohgender. Para petinggi kadipaten jadi resah karenanya, bahkan sudah tiga orang mengundurkan diri, dan lima keluarga petinggi kembali ke kota raja."
"Hm..., sudah kau sebar telik sandi untuk menyelidiki?" tanya Panglima Lohgender seperti bergumam.
"Sudah. Tapi sampat sekarang belum ada hasilnya. Malah tiga telik sandi tewas dengan keadaan yang mengerikan "
Panglima Lohgender diam termenung. Keningnya berkerut dalam, pertanda dia tengah berpikir keras. Dia merasa heran dan bingung dengan turut diculiknya para pemuda oleh gerombolan pengacau itu. Apalagi jika dia ingat, kalau masih ada kadipaten-kadipaten lain yang jauh lebih kecil dari Kadipaten Karang Asem ini, tapi tak ada kekacauan dan penculikan-penculikan seperti yang terjadi di kadipaten ini.
Panglima Lohgender menggeleng-gelengkan kepalanya. Sulit dia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menggeluti pikirannya.
"Baiklah, untuk sementara aku akan tinggal di sini beberapa hari. Kalau keadaannya semakin memburuk, Braja Duta bisa membawa prajurit-prajurit pilihannya ke sini," kata Panglima Lohgender.
"Terima kasih, Adi Lohgender. Aku sudah putus asa menghadapi mereka," sambut Adipati Prahasta gembira.
"Hmmm... berapa orang prajurit Kadipaten Karan Asem?" tanya Panglima Lohgender.
"Dua ratus orang," sahut Adipati Prahasta "Untuk sementara, kurasa cukup untuk menjaga segala kemungkinan."
"Kalau begitu, sebaiknya Adi Lohgender beristirahat dulu barang sejenak. Tentunya sangat melelahkan menunggang kuda dan menempuh perjalanan jauh."
Adipati Prahasta bangkit berdiri diikuti Panglima Lohgender dan kedua anak angkatnya. Dia sendiri yang mengantarkan langsung Panglima perang Kerajaan Limbangan itu ke tempat peristirahatannya. Sedangkan Arya Duta meminta izin untuk berjalan-jalan menghirup udara segar di luar.
Arya Duta adalah anak angkat Panglima Lohgender. Selain sebagai orang kepercayaan panglima, dia juga memiliki ilmu yang sangat tinggi. Ilmu kesaktiannya bahkan hampir menyamai sang Panglima itu sendiri. Arya Duta berjalan-jalan mengelilingi rumah kediaman sang adipati yang besar dengan halaman yang luas ditata indah. Dia berjalan-jalan sambil mengamati keadaan sekitarnya, terutama pengaturan penjagaan para prajurit di sekitar kediaman Adipati Karang Asem ini.
"Hm…, cukup rapi penjagaan di sini," gumam Arya Duta dalam hati. Dia merasa cukup puas dengan pengaturan penjagaan di lingkungan kadipaten.
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Wajah Seribu
ActionSerial ke 8. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.