Rangga tidak langsung kembali ke Kadipaten Karang Asem. Dia mengajak Pandan Wangi untuk melihat benteng yang sama persis di sebelah Timur Hutan Tarik ini. Keadaan hutan yang banyak lembah dan bukitnya memang sulit untuk dikenali bagian-bagiannya. Pendekar Rajawali Sakti itu tertegun sejenak memandang ke dasar lembah di depannya.
Tampak benteng yang kemarin malam dia lihat, kini sudah jadi puing-pulng. Asap tipis masih mengepul dari bara api. Seluruh bangunan benteng itu hangus terbakar. Tapi anehnya, tidak ada satu mayat pun yang kelihatan. Rangga memandang Pandan Wangi yang berdiri di sebelahnya. Gadis itu juga memandang padanya.
"Mereka pasti sudah ada di Kadipaten Karang Asem sekarang," kata Pandan Wangi.
"Hebat! Ini pasti pekerjaan Iblis Wajah Seribu," gumam Rangga memuji.
"lblis Wajah Seribu...?!" Pandan Wangi mendelik kaget. "Ya. beberapa kali aku sempat terkecoh. Kemarin malam pun aku dikecoh hingga sampai ke sini," Rangga mengakui.
"Jadi...!?"
"Dia menyamar jadi dirimu."
"Iblis!" geram Pandan Wangi. Sesaat mereka diam merenung.
"Aku harus membunuh perempuan iblis itu, Kakang!" tekad Pandan Wangi.
Rangga hanya tersenyum saja. Dia tidak mengecilkan kepandaian Pandan Wangi. Tapi Iblis Wajah Seribu bukanlah tandingan gadis itu. Selain bisa merubah wajahnya, Iblis Wajah Seribu juga sangat tinggi tingkat kepandaiannya.
"Ayo, Kakang. Kita harus segera ke Kadipaten Karang Asem!" ajak Pandan Wangi.
"Tunggu..!" sentak Rangga tiba-tiba.
Pada saat itu, muncul Arya Duta dengan tergopoh-gopoh. Pakaiannya compang camping. Pemuda itu langsung terjatuh begitu sampai di depan Rangga dan Pandan Wangi. Rangga segera membantu Arya Duta berdiri.
"Ada apa?" tanya Rangga.
"Tolong, pasukanku habis terbantai di tepi hutan..," sahut Arya Duta tersendat-sendat.
Sejenak Rangga menatap Pandan Wangi. Tanpa bicara lagi, gadis itu segera melompat cepat meninggalkan kedua pemuda itu. Rangga langsung mengikuti. Tapi....
"Pandan, tunggu!" teriak Rangga keras.
Pandan Wangi langsung menghentikan larinya. "Cepat kembali!" seru Rangga.
Secepat kilat, Rangga melompat ke tepi lembah di sebelah Timur Hutan Tarik. Pandan Wangi yang sempat kebingungan, langsung mengikuti. Mereka terperanjat, karena Arya Duta yang ditinggalkan, kini sudah tidak ada lagi. Sesaat mereka berpandangan.
"Sial! Iblis itu mengecohkan kita!" umpat Rangga. Pandan Wangi menatap Rangga lekat-lekat.
"Ayo, kita langsung ke kadipaten. Dia pasti sengaja mau menghambat perjalanan kita!" kata Rangga.
Kedua pendekar itu segera melompat dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Sekejap saja tubuh mereka sudah lenyap seperti ditelan bumi. Sementara itu dari balik pohon besar, muncul seorang wanita cantik dengan mengenakan baju kuning. Di tangannya tergenggam selembar pakaian lusuh compang-camping. Bibirnya menyunggingkan senyum, lalu melenting ke arah mana kedua pendekar itu pergi.***
Sementara itu di Kadipaten Karang Asem, Rakapati berhasil melumpuhkan pertahanan kadipaten, termasuk Braja Duta yang tewas setelah cukup lama bertahan meng- hadapi pasukan kepercayaan Rakapati.
Setelah itu Rakapati menerobos masuk ke dalam bangunan utama kadipaten. Wajahnya menegang begitu pintu sebuah kamar berhasil didobrak. Tampak, Adipati Prahasta duduk tenang di tengah-tengah ruangan pribadinya. Rakapati mengayunkan langkahnya mendekati adipati itu yang juga ayah tirinya.
"Aku sudah menduga, kau yang ada di belakang semua kejadian ini," kata Adipati Prahasta pelan dan datar suaranya.
"Karang Asem sudah aku kuasai, dan sebentar lagi Kerajaan Karang Asem akan berdiri kembali. Akulah Raja Karang Asem yang syah! Dan kau, Prahasta, kau harus mati di tiang gantungan seperti penjahat!" dingin dan kedengaran tertekan suara Rakapati.
Rakapati menggerakkan tangannya. Dua orang berpakaian serba hitam segera masuk. Tanpa menunggu perintah lagi, mereka langsung meringkus Adipati Prahasta. Laki-laki gemuk itu tidak sedikitpun memberikan perlawanan. Tangan dan tubuhnya diikat tambang.
Baru saja Rakapati hendak menghampiri Adipati Prahasta, tiba-tiba seorang berpakaian hitam lainnya datang. Dia berbisik di telinga Rakapati. Sesaat Rakapati memandang ke arah Adipati Prahasta, kemudian dia menoleh pada orang yang berbisik di telinganya tadi.
"Suruh dia tunggu di Balai Agung," kata Rakapati. Rakapati kemudian memerintahkan beberapa orang
untuk menjaga Adipati Prahasta. Kemudian dia bergegas ke luar kamar itu. Langkahnya lebar-lebar dan terburu-buru menuju ke Balai Agung. Dia tidak menoleh sedikitpun saat memasuki ruangan besar yang indah itu. Rakapati langsung menuju ke kursi yang letaknya tinggi dengan ukiran berlapiskan emas. Dia duduk di kursi itu dengan sikap agung bagai seorang raja besar. Sesaat matanya
merayapi sekitarnya, kemudian pandangannya menatap pada dua laki-laki yang duduk bersimpuh di depannya. Kedua orang laki-laki itu adalah Balungpati dan Welut Putih.
Balungpati dan Welut Putih memberikan sembah hormat. Rakapati mengangkat tangannya sedikit. Di belakang Balungpati dan Welut Putih, duduk empat orang berpakaian serba hitam. Mereka adalah Setan Cakar Racun, Iblis Kembar Teluk Naga dan Perempuan Iblis Peminum Darah. Rakapati tersenyum lebar penuh kemenangan. Dia berhasil menguasai Kadipaten Karang Asem tanpa perlawanan yang berarti. Pasukannya terlalu tangguh bagi para pengawal kadipaten, sehingga dengan mudah dapat ditundukkan
"Hamba membawa sekitar tiga ratus orang prajurit Gusti." kata Balungpati sambil menyembah.
"Hm, bagus!" dengus Rakapati gembira. "Apakah mereka akan setia padaku?"
"Mereka orang-orang pilihan hamba. Dan sebagian besar adalah murid-murid dari Welut Putih," Balungpati menoleh pada Welut Putih yang duduk di sampingnya.
"Benar, Gusti. Hamba sudah lama sekali menunggu kesempatan ini. Hamba dan Kakang Balungpati memang sengaja menjadi prajurit di Kadipaten Karang Asem ini. Hamba selalu berharap dan mempersiapkan para pemuda dan prajurit-prajurit yang setia pada junjungan Gusti Prabu Sirandana. Mereka semua dapat diandalkan, Gusti. Hamba sendiri yang melatih mereka semua," kata Welut Putih menjelaskan.
"Terima kasih. Aku terharu sekali dengan kesetiaan Paman berdua. Maaf, kalau aku sempat mencurigai kalian dan membenci karena kalian mengabdi pada musuh," Rakapati bersikap berjiwa besar. "Aku janji, tidak akan melupakan jasa-jasa kalian yang telah banyak memberikan keterangan berharga padaku."
Balungpati dan Welut Putih segera memberi hormat.
"Nah, mulai sekarang, aku serahkan kepemimpinan prajurit pada paman berdua." kata Rakapati.
"Hamba laksanakan, Gusti." sahut Balungpati dan Welut Putih berbarengan.
"Atur penjagaan, dan sapu bersih setiap prajurit Limbangan yang ditemui."
Balungpati dan Welut Putih kembali memberikan sembah. Kemudian mereka beringsut pergi dari ruangan besar itu. Rakapati memandangi empat orang berpakaian serba hitam yang masih duduk bersimpuh di lantai. Mereka segera berdiri dan mengambil tempat duduk di kursi yang berjajar rapi di depan Rakapati duduk.
"Aku minta kalian semua masih tetap tinggal di sini untuk beberapa saat. Aku khawatir Panglima Lohgender dan Arya Duta menyerang ke sini. Mereka harus mati, juga semua prajurit Limbangan harus mati." kata Rakapati.
"Jangan khawatir, tanpa prajurit pun aku sanggup menghabiskan mereka," kata Naga Hitam, salah satu dari Iblis Kembar Teluk Naga.
"Aku percaya, kalian adalah tokoh-tokoh sakti pilih tanding. Tapi jangan anggap remeh Panglima Lohgender. Dia juga sukar dicari tandingannya."
"Serahkan dia padaku!" Perempuan Iblis Peminum Darah menepuk dada sambil terkekeh.
Rakapati tersenyum senang. Kemudian dia bangkit berdiri, dan meninggalkan ruangan itu. Empat orang tokoh hitam rimba persilatan itu segera angkat kaki.
Mereka membuka baju hitam yang dikenakan, dan membuangnya begitu saja. Mereka memang lebih senang mengenakan pakaian yang sudah menjadi ciri khas mereka sendiri-sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Wajah Seribu
حركة (أكشن)Serial ke 8. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.