BAGIAN 4

1.2K 56 0
                                    

Sebuah bangunan menyerupai benteng, tampak berdiri megah di dataran sebuah jurang yang lebar dan dalam di bagian Timur Hutan Tarik. Kayu-kayu besar berdiri berjajar mengelilinginya. Di belakangnya tiga buah bangunan kecil dan sebuah bangunan panjang tampak berdiri dengan angkuhnya, seolah tengah mengawal bangunan yang menyerupai benteng itu. Sementara puluhan orang-orang berpakaian serba hitam terlihat pula di sekitar bangunan yang paling besar itu.
Di dalam bangunan bagian tengah itu, tampak tengah berkumpul lima orang berpakaian serba hitam. Mereka duduk menghadapi seorang pemuda tampan yang wajahnya diliputi  kegusaran. Di sebelahnya duduk  seorang wanita setengah baya dengan raut wajah murung, namun masih terlihat garis-garis kecantikannya. Mata pemuda itu menatap satu per  satu orang-orang berpakaian serba hitam di hadapannya. Lalu pandangannya terhenti pada wanita setengah baya di sebelahnya.
"Sebaiknya kau urungkan saja niatmu, Rakapati. Kau tidak akan berhasil menentang ayahmu. Apalagi sekarang dia sudah meminta bantuan adiknya, Panglima Lohgender yang bukan lawanmu," kata wanita setengah baya itu.
"Tidak, Ibu. Pantang bagi Rakapati surut sebelum mencapai cita-cita," Rakapati tegas membantah. "Masalah Paman Lohgender, Klenting Kuning yang akan menghadapi."
Perempuan yang duduk paling kiri, tersenyum mendengar namanya disebut oleh Rakapati. Wanita berbaju hitam berparas cantik itu  memandang wanita setengah baya yang duduk di samping Rakapati. Wanita itu adalah Puspa Lukita, Ibu Rakapati yang juga selir dari Adipati Prahasta.
"Ingat, anakku. Aku hanya seorang  selir dari Adipati Prahasta. Kau tidak berhak menuntut ayahmu untuk menyerahkan kedudukannya padamu," kata Puspa Lukita lembut.
"Apapun yang terjadi, Kadipaten Karang Asem harus jadi milikku. Akulah yang berhak menjadi Adipati Karang Asem. Prahasta bukan ayahku dan ibu jangan menutup mata saja dengan apa yang telah dia lakukan. Masih jelas dalam ingatanku, bagaimana dia membunuh Ayahanda Sirandana. Menghancurkan Kerajaan Karang Asem. Dan kini dia menduduki tanah kelahiranku sebagai Adipati. Tidak, Ibu! Karang Asem harus kembali menjadi sebuah kerajaan, dan aku akan menghancurkan Kerajaan Limbangan!" suara Rakapati terdengar penuh letupan dendam.
Puspa Lukita tak lagi bisa bersuara. Dia memang tak bisa menutupi kenyataan sesungguhnya yang telah dibeberkan oleh putranya ini. Kadipaten Karang Asem, dulunya  memang sebuah kerajaan kecil yang  diperintah oleh Prabu Sirandana, ayah kandung Rakapati. Kerajaan kecil itu hancur dan hanya dijadikan sebuah kadipaten oleh Raja Limbangan yang memperluas wilayahnya. Dan Puspa Lukita pun bisa memahami jalan pemikiran anaknya untuk memperoleh kembali  apa yang menjadi haknya, hanya jalan yang ditempuh Rakapati dengan mengundang tokoh-tokoh hitam rimba persilatanlah yang membuatnya selalu gusar dan cemas.
Puspa Lukita menatap orang-orang berpakaian serba hitam di depannya.  Dia tahu siapa mereka, Klenting Kuning, Setan Cakar Racun, Iblis Kembar Teluk Naga dan yang duduknya paling kanan adalah si Perempuan Iblis Peminum Darah. Mereka adalah tokoh-tokoh hitam rimba persilatan.
Tokoh-tokoh sakti itu memang sengaja diundang Rakapati untuk menggulingkan Adipati Prahasta, dan juga melatih para pemuda yang diambil dari desa-desa di Kadipaten Karang Asem untuk memperkuat barisannya. Pemuda-pemuda yang semula merasa diculik itu akhirnya dengan sukarela mendukung rencana  Rakapati setelah mengetahui maksud dan tujuan yang sebenarnya. Apalagi kepemimpinan Adipati Prahasta yang mereka rasakan kurang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
"Setan Cakar Racun, laporkan apa yang kau alami semalam?" Rakapati menatap si Setan Cakar Racun.
"Tidak ada yang perlu dilaporkan, semua berjalan aman," sahut Setan Cakar Racun.
"Klenting Kuning...?" Rakapati mengalihkan perhatiannya.
"Sesuai perintah, aku menemui Adipati Prahasta. Hanya saja ada gangguan sedikit," sahut Klenting Kuning dengan suaranya yang lembut merayu.
"Lalu bagaimana?"
"Seperti biasa, Adipati Prahasta tetap tidak mau turun dari jabatannya "
"Hm...," Rakapati bergumam. "Kau sendiri?" Rakapati menatap Perempuan Iblis Peminum Darah.
"Gagal," sahul Perempuan Iblis Peminum Darah. Rakapati mengerutkan keningnya.
"Aku tidak berhasil mendesak dia untuk menarik pasukan Kerajaan Limbangan dari Kadipaten Karang Asem. Mungkin kau sudah mendengar semuanya tadi pagi... "
"Ya, aku sudah dengar cerita kejadian di tepi Hutan Tarik. Yang aku ingin tahu, siapa orang itu?" pelan suara Rakapati.
"Aku tidak tahu. Tapi dia mempunyai tingkat kepandaian yang sangat tinggi, mampu melayani sepuluh orang pilihan bersenjata lengkap dengan tangan kosong. Tanpa adanya campur tangan Arya Duta dan dua orang pemimpin pasukan dari kadipalen pun aku rasa dia bisa menghancurkan sepuluh orang pilihan kita," Perempuan Iblis Peminum Darah menjelaskan.
"Bagaimana ciri-cirinya?" Klenting Kuning bertanya ragu. "Aku rasa orangnya masih muda. Dan kalau aku tidak salah, dia membawa pedang di  punggungnya," sahut Perempuan Iblis Peminum Darah.
"Apakah pedang itu bergagang kepala burung?" tebak
Klenting Kuning.
"Tidak salah!" seru Perempuan Iblis Peminum Darah.
"Dia memakai pakaian rompi putih?"  desak Klenting Kuning lagi. Dia merasa yakin dugaannya tidak meleset. "Iya..., iya! Dia memakai pakaian rompi putih. Rambut-
nya panjang terikat, hanya wajahnya saja aku tidak bisa jelas melihatnya. Keadaan terlalu gelap, dan kejadiannya juga sangat cepat"
Klenting Kuning tidak bertanya lagi. Dia terdiam dan hanya mendesah panjang. Rakapati yang melihat perubahan wajah wanita cantik itu, jadi penasaran.
"Siapa dia, Klenting Kuning?" tanya Rakapati.
"Aku yakin, dia pasti Pendekar  Rajawali Sakti," pelan
Klenting Kuning menyahut.
Empat orang tokoh sakti lainnya diam tepekur kala mendengar nama Pendekar Rajawali Sakti disebut. Mereka memang pernah mendengar kehebatan nama itu. Dan mereka juga tahu kalau Klenting Kuning pernah berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti di Bukit Setan.
Rakapati yang belum mengetahui dan mendengar nama itu, sama sekali tidak terkejut. Tapi demi melihat kelima orang yang diundangnya langsung diam tepekur, dia seperti menangkap sesuatu yang mencemaskan. Namun dia pun segera menyadari kalau bukanlah hal yang aneh jika Adipati Prahasta juga meminta bantuan tokoh-tokoh persilatan seperti yang kini dia lakukan. Hal itu memang sudah dia perhitungkan sejak semula.
"Kalau sampai Pendekar Rajawali Sakti itu membantu mereka, aku khawatir rencana kita akan hancur.
“Tidak seorang pun yang bisa  menandingi kepandaiannya saal ini.'' Klenting Kuning kembali mengeluarkan isi hatinya.
"Aku yakin, dia pasti memihak mereka," sergah Perempuan Ibiis Peminum Darah. "Waktu itu aku ketemu dia di Kadipatenan. Untungnya aku masih sempat bisa meloloskan diri, meskipun beberapa orang menjadi korban."
"Apa sebaiknya kita undang tokoh sakti yang lebih tinggi darinya, Rakapati?" usul Naga Hitam, salah seorang dari Iblis Kembar Teluk Naga.
“Tidak perlu!" semak Klenting Kuning keras. Semua mata langsung menatap Klenting Kuning.
"Kalian tidak perlu memikirkan Pendekar Rajawali Sakti. Aku bisa mengatasi dia!" kata Klenting Kuning tegas.
Tak ada lagi yang membuka suara. Mereka paham kalau Klenting  Kuning mampu mengatasi Pendekar  Rajawali Sakti. Mereka pernah mendengar Klenting Kuning sempat bentrok di Bukit Setan. Dan mereka juga tahu kelebihan wanita cantik itu. Perempuan cantik berjuluk Iblis Wajah Seribu itu memiliki aji 'Pelebur Jiwa' yang tak bisa ditandingi   siapapun. Pendekar Rajawali Sakti   sendiri pernah dibuatnya tidak berdaya, untung saja muncul si Kipas Maut, sehingga pendekar muda itu berhasil selamat.
"Yang penting sekarang, lakukan semua yang telah direncanakan Rakapati. Masalah Pendekar Rajawali Sakti itu urusanku. Aku sendiri yang akan menanganinya nanti, juga si Lohgender tua itu!" kata Klenting Kuning angkuh.
Kembali suasana hening tanpa suara.
"Ada lagi yang ingin dikatakan?" tanya Rakapati memecah keheningan.
"Tidak!" sahut mereka serempak.
"Kalau begitu, sebaiknya pertemuan ini disudahi." Rakapati berdiri dan melangkah diikuti ibunya
meninggalkan ruangan tengah dari rumah besar itu. Klenting Kuning dan keempat orang lainnya bergegas ke luar. Mereka berpencar begitu sampai di luar pintu ruangan pertemuan ini.

8. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Wajah SeribuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang