k a g e y a m a ▪ t o b i o

516 62 10
                                    

Biasanya, Kageyama Tobio tidak pernah sudi membuat masalah di kelas ini. Walaupun tatapan mata dan sifatnya buruk, setidaknya laki-laki itu tidak pernah mencoba menambah pekerjaanku sebagai pengurus kelas 1-3. Dulunya memang begitu, sebelum sore ini.

Untuk pertama kalinya, Kageyama mematahkan kesan baik pada dirinya sendiri. Harusnya ia tahu, giliran piket di hari Sabtu—khususnya pekan ini—tidak boleh dilewatkan. Di hari Senin nanti, para orang tua akan datang saat pembelajaran untuk mengevaluasi metode didikan guru kelas, dan aku tahu murid lainnya pasti ogah kalau dimintai untuk membersihkan kelas bersama hari Minggu nanti.

“Kageyama kemana, sih?!”

Hanya ada empat orang saja termasuk diriku yang telah siap untuk menjalankan piket, namun keadaan ruangan setelah kelas seni benar-benar seperti kapal pecah. Kami butuh bantuan. Kami butuh Kageyama.

“Di sana! Aku melihat Kageyama menyebrang ke gedung lama!” lapor Takeuchi yang telah kuserahi amanat untuk menyisisr keberadaan Kageyama dari jendela.

Yang ada di gedung itu adalah laboratorium, ruang klub, ruang OSIS, dan ruang guru. Mengapa ia berjalan ke sana? Toh, kalaupun ia berniat berkecimpung dengan ekstrakurikuler volinya, Kageyama harusnya tidak ke sana, gimnasium sekolah berada di sisi sebaliknya.

“Akan kususul! Enak saja mau kabur dia,” tukasku cepat seraya langsung mengambil langkah seribu untuk mengejar Kageyama.

**

Setelah aku membuntutinya dari jarak aman, aku merasa Kageyama semakin melambat ketika kami telah berada di lorong khusus bidang kesenian. Laki-laki jakung berwajah galak itu memeriksa tiap celah pintu untuk melihat ke dalam ruangan, seakan mencari sesuatu. Mungkin Kageyama punya urusan kecil di sini, apakah aku harus tetap mengikutinya seperti ini?

Sore ini aktivitas klub seni begitu aktif, banyak orang yang masih bergumul di dalam ruangan. Suara alat musik yang tak padu dan lentingan tawa para gadis di ruang melukis. Dan si sanalah Kageyama berlabuh.

Kageyama dan klub lukis? Aneh sekali. Aku tidak ingat Kageyama punya bakat atau ketertarikan di bidang ini. Semuanya terlihat begitu natural tentang segalanya, sebelum Kageyama tiba-tiba merapat ke sisi pintu dan mengintip diam-diam ke dalamnya.

“Anak itu ngapain, sih?”

Kageyama yang terus melakukan itu setelah lewat dua menit, membuatku berpikir bahwa ini waktu yang tepat untuk menyeretnya kembali. Dengan tenang aku berjalan ke arahnya dan mencolek pelan lengannya. Namun reaksi yang kudapat justru lebih menghebohkan dari yang kubayangkan.

Laki-laki berambut hitam itu terlonjak dan langsung melotot ke arahku. Tidak mau kalah, aku balas melotot padanya. Sial, tubuhnya bongsor sekali, aku sampai menengadah dibuatnya.

“Kau siapa, coba?” tanya Kageyama, wajah murkanya barusan bersilih menjadi bertanya-tanya.

Apa  dia serius? Wah … aku kesal sekali! Ia bahkan tak mengenaliku? “(Full-name), ketua kelasmu, bod—Kau harus kembali untuk piket sekarang!” pekikku tertahan.

“Sssttt!” Tiba-tiba Kageyama beringsut membekap mulutku. Ya, aku memang sempat melihatnya kaget saat aku memekik tadi, tapi tak kusangka ia sampai menyumpal mulutku seperti ini. Aku meronta-ronta sambil memukuli Kageyama, dan kelihatannya yang kulakukan berhasil menyeretnya pergi dari sana—walau tangan Kageyama masih membekap mulutku.

Ada siapa sih, di ruangan itu?

Di tengah pergulatan kami, tiba-tiba saja pintu ruang melukis terbuka dan muncul sosok perempuan dari sana. Memeriksa ke sana dan kemari, hingga ia menemukan kami. Ia memakai gaun berwarna kuning pucat alih-alih seragam SMA Karasuno, kurasa dia bukan salah satu murid di sini.

Perempuan misterius itu memiliki kulit putih merona dengan kedua bola mata berwarna keemasan. Rambutnya cokelat karamel, mengkilap indah terkena sinar matahari senja yang membara. Untaian panjangnya terlihat halus terbelai angin, astaga ... siapa dia?

Aku dan Kageyama sama-sama menghentikan langkah sementara perempuan itu masih melongok ke arah kami dengan tatapan bertanya-tanya. Aku yang masih mencerna tiba-tiba terhempas ketika Kageyama melepaskan diri dariku.

“So-Sora-san.” Kageyama menyapanya. Tunggu, Kageyama mengenalnya? Bagaimana bisa Kageyama mengenali wanita secantik itu?

“Kageyama? Apa yang kalian lakukan di sana?” tanya wanita bernama Sora itu masih di tempatnya. Lagi pula jarak di antara kami tidak begitu jauh.

“Um … itu ….” Tadinya aku ingin mewakili Kageyama yang sedari tadi membisu saja ditanyai oleh Sora-san, namun ketika aku melirik ke arah Kageyama yang terlihat gelisah bertatapan dengan Sora-san, aku jadi langsung tahu atmosfer apa yang merasuk di antara mereka.

“Aku Sora, pembimbing klub seni. Kau yang ada di sana, beri tahu aku kalau Kageyama berbuat macam-macam padamu, ya?”

Aku tersentak ketika Sora-san tiba-tiba mengajakku bicara. Ada debaran lembut ketika aku menatap mata bulatnya. Namun aku sadar ini bukan waktu yang tepat untuk terpana. Kageyama memang telah membuatku kesal sebelumnya, namun melihat ia tak berkutik di depan seorang wanita membuatku tak sampai hati untuk merusak keping adegan menggemaskan ini.

“Tidak-tidak! Bukan begitu, ah … namaku (Full-Name), ketua kelas 1-3.” Kulangkahkan kaki mendekat kepada Sora-san, ketika aku sadar Kageyama mulai memanggilku dengan gugup. “Sebenarnya kami ingin meminta saran kepada Sora-san mengenai dekorasi yang cocok untuk kelas kami. Akan ada pertemuan orang tua hari Senin nanti, ah juga mengenai festival budaya … kami benar-benar kesulitan!”

“Benarkah? Aku dengan senang hati akan membantu kalian. Kalian boleh membicarakannya denganku, ayo masuk ….” Sora-san membukakan pintu ruang melukis semakin lebar untuk kami, beberapa murid yang sibuk berkutat dengan kanvas mengalihkan perhatian ke arah pintu.

Baiklah Kageyama, kuharap kau menggunakan kesempatan yang kubuat!

“Sebenarnya aku harus membantu yang lainnya untuk membersihkan kelas sekarang. Tapi, Kageyama-kun akan mewakiliku, dia punya minat yang unik tentang dekorasi.” Astaga, kibulan macam apa yang kubuat barusan?!

“Iya? Wah … aku tidak tau Kageyama tipe orang yang menyukai hal seperti itu, tapi baiklah. Kudoakan semuanya akan berjalan dengan baik untuk kalian.”

Aku juga begitu, Sora-san.

“Terima kasih!” kubungkukkan badan dengan cepat dan berbalik kepada Kageyama yang telah melotot padaku–dan kuharap dia tidak sibuk salah tingkah nanti.

Mungkin ia kesal karena aku telah ikut campur masalahnya. Dia benar, aku memang agak keterlaluan. Tapi mungkin juga suatu saat nanti ia akan berterima-kasih padaku.

Tidak seorang pun yang tahu, kan?[]

Tidak seorang pun yang tahu, kan?[]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Prefect's Little Trouble » Haikyu!!Where stories live. Discover now