Tanpa Nama

232 16 7
                                    

Tak perlu nama, hanya aku dan semesta.

Di bawah langit sore yang cantik, aku berjalan menyusuri kota, berniat untuk pulang tapi aku urungkan. Aku ingin menikmati langit hari ini, duduk santai di tengah kota.

Hanya ada aku, dan buku catatan yang selalu aku bawa kemana pun. Sebenarnya aku tak suka tempat ramai, tapi untuk hari ini rasanya lebih baik bersembunyi di keramaian. Menikmati langit sore dan orang-orang yang sibuk dengan dunianya.

Aku suka sekali langit sore, tak terlalu panas. Hanya saja, orang-orang tak suka karena kehadirannya yang sementara. Tapi bagiku, langit sore adalah yang terbaik. Seolah-olah tuhan sengaja menghadirkannya di penghujung hari untuk melepas penat setelah beraktivitas panjang.

Tak seperti kebanyakan orang, aku lebih suka menjadi misterius, lebih senang menyendiri, berdiam di cafe atau perpustakaan. Namun jika tak ingin sendiri, aku suka datang ke tempat ramai, seperti hari ini. Tetap sendiri, hanya sekadar memandangi orang yang berlalu-lalang dan mendengarkan musik.

Tentang teman? aku punya teman, tapi bagiku buku dan musik adalah teman terbaik. Musik yang selalu mengerti apa yang aku rasakan, dan buku yang tak pernah menyembunyikan lembaran-lembarannya.

Lalu aku bertanya..

"Semesta, apa sikap bodo amat itu perlu?"

"Sangat perlu. Tapi kamu berlebihan, kamu tak tahu tempat dan cara kerjanya."

"Bagaimana?"

"Apa-apa yang datang pada hidupmu, tak selalu sama. Kamu harus bisa membedakan, mana yang harus kamu hadapi dengan bodo amat atau kamu harus peduli pada apa yang datang."

"Aku tak bisa. Lebih baik sendiri seperti ini, tak peduli pada sekitar, tak ada masalah, hanya sepi."

"Manusia tidak bisa hidup sendirian selamanya. Ikuti kata hatimu dan jangan lupakan logikanya."

Langit sore pun berganti menjadi malam yang dihiasi bintang-bintang
Dan aku tak menyukainya.

DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang