Masa Lampau

33 3 0
                                    

Malam ini hujan mengguyur semesta
Terpaksa bintang dan rembulan harus bersembunyi di balik gelapnya langit
Tak boleh muncul sebab sang hujan sedang memamerkan tetesan airnya
Membawa segenap rindu yang tak berarah.

———

Hallo!
Kali ini aku akan memberanikan diri mengajak kalian untuk kembali ke masa lampau, kembali tepat dimana aku menyukai segala hal di dunia ini, kembali ke tempat yang menyenangkan.

Aku hanya ingin kalian tahu bahwa hidup tak selamanya menyenangkan, aku tak ingin kalian bernasib sama denganku. Setelah ini, aku berharap tak ada lagi rasa yang harus dikubur
dan dipaksa pergi. Aku berharap kalian mau berdamai setidaknya dengan dirimu sendiri.

Tepat 3 tahun yang lalu..

Sebelum aku putuskan menetap di Yogyakarta, hidupku bisa dibilang cukup sempurna. Salahku yang terlalu percaya pada kesempurnaan ini, menghiraukan bahwa yang sempurna itu sebenarnya tak ada.

Sejak kecil, aku hidup di Bandung. Kota yang tenang meski sekarang sudah ramai. Rumahku cukup jauh dari perkotaan, setiap pagi selalu turun kabut, dan hawa dingin menyelimuti halaman rumahku. Bisa dikatakan seperti perkampungan yang asri.

Pagi-pagi sekali, orang-orang sudah sibuk dengan kehidupannya. Pergi membajak sawah, ataupun menyiapkan dagangannya di pasar. Sedang aku? aku sibuk melihat orang-orang yang hilir mudik di depan rumahku.

Aku orang yang terbilang santai untuk sekolah. Saat anak-anak yang lain sudah siap dengan perlengkapan sekolahnya, aku bahkan baru akan pergi ke kamar mandi. Ibuku tak pernah marah, karena ibu juga selalu mendapat laporan bahwa meskipun aku selalu datang hampir terlambat, nilai-nilaiku tak pernah ada di angka kecil.

Diantara teman-temanku, aku bisa dibilang cukup aneh, fantasiku yang selalu melampaui batas anak-anak seusiaku. Selalu berbincang sendiri, itu yang teman-temanku lihat. Namun yang aku rasakan, aku tak berbincang sendirian. Aku selalu menulis buku harian, dan menceritakannya pada semesta. Mungkin inilah sebab kenapa aku disebut aneh.

Dan aku pun, sangat berambisi ingin menjadi tuan putri seperti di film-film kartun. Memakai gaun yang indah, dan riasan yang cantik. Ah, betapa menyenangkannya menjadi seseorang yang tinggal di istana yang megah dan memiliki dayang-dayang yang siap melayani kapanpun ia butuhkan.

Tentang di sekolah, aku tak terlalu suka bergaul dengan teman-teman, yang setiap istirahat selalu pergi ke kantin, dan bercengkrama. Jam istirahat selalu ku habiskan menulis buku harian di belakang sekolah, karena disanalah tempat yang tak terlalu ramai, hanya terkadang ada mamang tukang bersih-bersih.

"Hai, Semesta! sekarang hari Senin pukul 10, seperti biasa aku berada di belakang sekolah bersama mang Asep. Sebelumnya aku pergi ke kantin, beli es teh manis dan roti coklat."

Sebenarnya, waktu kelas 10, aku punya seorang sahabat, namanya Alana. Dia perempuan yang cantik, baik, juga sangat perhatian pada kehidupan sosial ku. Dia satu-satunya sahabat yang mau menerima segala keanehan dalam diriku. Dia sangat berbeda jauh denganku. Sejak hari pertama sekolah, sudah banyak sekali mata yang takjub dengan parasnya. Sampai aku tak mau berjalan bersebelahan dengannya, karena aku tidak suka menjadi pusat perhatian —HAHA terlihat seperti aku yang kegeeran— juga aku sempat kewalahan membalas satu per satu pesan yang masuk karena beberapa lelaki yang ingin mendekati Alana lewat diriku.

"Alana, ini banyak banget yang kirim pesan pada minta bantuin mereka," Mukaku terlihat merah, karena marah. "Aku harus jawab apa? males ah bantuin yang beginian"

"Hehehe, maaf ya, Ra. Yang menurut kamu keliatan baik aja balesinnya."

Oh iya, sebelumnya kalian tidak perlu tahu nama lengkapku, cukup panggil aku  "Ra" atau "tuan putri"

"Eh tapi, Al yang begini jangan mau diterima, masa mau dekat sama kamu minta bantuan, usaha sendiri lah."

Alana ini memang cantik, tapi cukup bodoh dalam masalah percintaan.

"Ngomong-ngomong, kalau ada yang cocok sama kamu ambil aja hahahah. Lagian aku kan mau pindah, Ra."

"Kamu seriusan mau pindah? gak mau disini aja gitu, sama nenek kamu?" aku mengalihkan perhatianku pada Alana.

"Ih kamu kan tahu aku gak mau jauh-jauh dari ibuku. Aku juga bakal sering kesini kok, Ra." Ia berusaha menenangkan.

Alana pindah sekolah ketika awal kelas 11, karena ibunya dapat pekerjaan baru di pulau seberang.

"Ra, cari teman baru, ya. Kamu harus pandai-pandai bergaul, banyak kok teman baik. Tuh kayak Ica. Kamu sama dia aja."

"Ra, kamu gak bisa seterusnya sendiri. Memangnya kamu gak bosan nulis buku harian terus? gak ada teman bicara?"

"Ra, aku tahu kamu bosan, kan? ayoo dong cari teman baru."

"Ra, kalau jam istirahat tuh ke kantin sama teman-teman kelas, diam disana sama mereka. Jangan di belakang sekolah terus sama mang Asep dan bukumu itu!"

Begitulah pesan-pesan yang masuk dari Alana, selalu tentang aku yang dipaksa mencari teman.

Dan, ya!
Di sinilah semuanya bermula..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang