Malam yang Jahat

141 12 5
                                    

Aku tak suka malam. Hal-hal buruk datang di malam hari. Malam yang gelap dan sepi, menghadirkan begitu banyak kenangan masa lalu yang tak patut dikenang.

Hanya langit yang ramai, ditemani rembulan dan bintang-bintang. Itulah mengapa aku tak suka, seolah mereka tak tahu apa yang terjadi dihadapannya. Mereka sibuk menemani langit sampai lupa bahwa yang menikmatinya pun ingin ditemani.

"Semesta, aku tak suka sepi nya malam."

Aku tak bisa berdiam diri di tengah kota, ibuku bilang "malam hari itu jahat." purnama yang indah pun, menyimpan begitu banyak misteri. Manusia-manusia nakal berkeliaran di sepanjang jalan.

Sebab itu, setiap malam aku hanya berdiam di atap rumah. iya, atap rumah. Melihat langit yang tak pernah sepi dan memikirkan hal-hal yang mengasyikkan meski sebenarnya hidupku tak pernah benar-benar asyik. Aku hanya tak suka suasana malam, benar-benar terasa sepi. Maka dari itu, aku selalu mengajak kencan semesta.

pikiranku datang tepat pukul 10 malam. Hal-hal mengasyikan seketika sirna. Aku tak pernah baik-baik saja, hal-hal buruk mulai menghantui tanpa peduli, tanpa rasa, dan tanpa jeda. Ya Tuhan, aku hanya ingin lupa.

"Tuan putri, pikiran itu dibuat untuk mengingat, bukan melupakan."

"Aku harus bisa lupa agar aku bisa hidup."

"Kamu salah. Sekeras apapun kamu melupa, rasa itu tetap tumbuh dalam tubuhmu."

...

"Ikhlas, tuan putri. Itu satu-satunya cara kamu bisa berdamai."

Sebenarnya bukan kencan mesra seperti kebanyakan orang. Aku dengan semesta hanya berbincang perihal perasaanku yang tak pernah punya tujuan pulang, tentang aku yang selalu mengeluh.

Bagiku, berbincang dengan semesta jauh lebih menenangkan daripada harus berbincang dengan manusia lain. Aduh, maaf. Aku tak mau masalah hidupku diketahui banyak manusia.

"Tuan putri, ikhlas itu datangnya dari hati. Benar-benar tulus dari hatimu."

"Semesta, aku benar-benar tak paham."

"Jangan menghindar, tuan putri. Salahmu yang selalu menghindar."

"Bukan menghindar, hanya saja aku tak paham. Aku takut. Aku bingung harus bagaimana."

...

"Ketika orang yang aku percaya penuh ternyata dialah orang yang berani memberikan aku luka."

"Ketakutanmu mengubah segalanya. Ketakutanmu membuat kamu menutup diri dari orang-orang."

"Aku hanya berjarak, aku hanya tak ingin membuat masalah lagi."

"Tapi bukan begitu caranya. Hadapi, tuan putri. Masalah itu pasti ada, mau kamu diam seperti ini saja, masalah pasti akan menghampiri."

...

"Kamu harus perbaiki diri, tapi setelah itu kembali berbaur dengan orang-orang dengan jiwamu yang baru."

Malam ini aku larut dalam tangisan, dengan penyesalan yang entah harus menyalahkan apa dan siapa. Tak ada siapapun kecuali semesta. Tuhan, aku bingung. Malam ini aku butuh pelukan hangat.

DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang