Suara seruling dan biola mengiringi dinginnya pagi. Setangkai edelweiss di genggaman tangan anak itu berpindah ke perahu kecil berisi lusinan kuntum bunga edelweiss lainnya yang telah ditata rapi mengelili seorang wanita paruh baya yang dibaringkan di tengah. Tangannya dilipat di depan perut, matanya terpejam, dan rambut hitamnya yang sangat indah dibiarkan tergerai.
Segera setelah ia meletakkan tangkai bunganya, anak itu mundur kebelakang beberapa langkah, diikuti dengan dua pengawal kerajaan dan dua pelayan wanita bergaun putih yang maju ke depan. Mengambil alih untuk mendorong perahu itu dengan khidmat ke tengah lautan luas yang dingin.
Syair syair dilantukan, tapi Ivar tak menangkap apapun. Pikirannya seolah terbawa bersama di perahu kecil yang kian menjauh di hadapannya. Ia tak menangis meski ingin, dan tak bisa meneriakkan betapa ia ingin mencegah perahu itu pergi.
Ia merasa kosong.
Tak sampai lima menit prosesi pemakaman berlangsung, ia berlari pergi dari tempat itu tanpa memedulikan tatapan semua orang dan seruan pengawal yang mengejarnya.
BRUKKKK.
Ivar meringis. Ia baru saja keluar dari gerbang dermaga dan meloloskan diri dari kerumunan para peziarah, namun terjatuh setelah terburu buru menaiki tangga ke jalan yang lebih tinggi diatasnya. Lututnya terluka tapi setidaknya ia lolos dari kejaran para pengawal.
"Hei, kau baik baik saja pangeran kecil?"
Ivar menoleh. Di sana, bersandar di pagar batu pembatas. Seorang pria urak urakkan dengan rambut panjang dan jubah tersenyum ke arahnya.
"Turut berduka cita atas kehilanganmu"
Ivar memandangnya dingin. ".. terimakasih" balasnya.
Pria itu bersiul pelan, "tak usah berwajah masam begitu, aku datang untuk membantumu"
Tanpa sempat dicegah, pria itu sudah berjongkok di hadapan Ivar. Anak itu merasa terhipnotis untuk sesaat dengan aura tak biasa yang dirasakannya. Yang berikutnya dirasakan Ivar adalah sebuah dingin yang membaluti luka di kakinya, dan begitu ia menoleh luka itu sudah hilang.
"b.. bagaimana kau melakukannya?" Masih setengah terkejut Ivar bertanya kepada pria itu.
"aku penyihir, dan udara dingin adalah sumber kekuatanku"
"penyihir?" Ivar tampaknya pernah memdengar kata itu sebelumnya, "bukankah mereka sangat langka dan berumur panjang"
"yep"
"apa aku juga bisa menjadi penyihir?"
Ivar mendapat usapan di kepalanya, "kau sudah mendapat garis darah yang istimewa, pangeran, kenapa kau ingin menjadi penyihir?"
Ivar tak menjawab.
"garis darah ini terkutuk, pangeran, sekalipun kau memiliki garis darah penyihir, untuk menjadi penyihir dibutuhkan...."
Kata kata sang penyihir terhenti tiba-tiba. Tangannya menyumbat mulutnya sendiri.
"ada apa? apa yang kaubutuhkan?" Ivar mendekati sang penyihir yang kembali menyandarkan diri ke pagar batu.
"Lupakanlah kata kata barusan, kami tak bisa memilih siapa yang akan menjadi penyihir, dan sekalipun memilih untuk menjadi warga biasa kami akan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, terutama setelah tragedi 200 tahun yang lalu"
"tapi kau penyihir"
"ya aku penyihir"
"bukankah berarti itu tidak adil?"
YOU ARE READING
The Prince and The Lightbearer
FantasyAda sebuah dongeng yang diceritakan turun temurun di perbatasan kedua kerajaan bersalju, Alvordia dan Anaphalis. Dongeng tentang seorang penyihir Malapetaka dengan tongkat lentera di tangannya. Penyihir yang menodai sebuah gelar suci dengan darah. L...