A. untuk [A]drenalin

223 21 0
                                    

Sejujurnya, Yang Jungwon terlampau lelah untuk melangkah. Ia berhenti untuk mengejar cita-cita nya di umur yang masih begitu belia, bocah kecil yang penuh akan energi harus terpuruk dengan paksa karena ditinggalkan kedua orangtuanya. Tapi keluarga bibinya membantu ia untuk bangkit sedikit demi sedikit.

Hari mulai tengah malam saat sayup nyanyian dan cahaya lilin ulang tahun mulai menerangi ruangan yang gelap gulita. Ditengah lagu ulang tahun yang mengalun dan tepuk tangan yang menggema, Jungwon menangis bahagia.

"Ibu, lihat. Jungwon menangis!"

Sunghoon menyahut untuk membantu ibunya melihat posisi Jungwon dalam keremangan, Jungwon sendiri tidak bisa memukul sepupunya karena ia sudah dipeluk begitu erat oleh saudara mendiang ibunya.

"Jungwon sayangku, ini hari spesial untukmu. Jangan menangis, Nak" Bibi Park mengelus lembut Surai Jungwon. Terlampau lembut karena walau bagaimanapun, Jungwon sudah seperti anaknya sendiri.

Jungwon tersenyum, pipinya terlihat basah oleh air mata saat lampu kamar dinyalakan dan Sunghoon segera mengambil moment tersebut pada kamera digital yang selalu ia bawa sedari tadi.

"Berhenti memotret ku terlalu banyak, wajahku jelek" Jungwon merenggut begitu Sunghoon hanya menjulurkan lidah padanya.

"Tidak mau, terakhir kali aku ulang tahun kau juga memotret ku terlalu banyak!"

Bibi Park tersenyum melihat tingkah kedua anaknya, beliau duduk pada bibir kasur dimana Jungwon juga duduk disana. Wanita paruh baya itu mengambil nampan tumpukan kue donat yang telah diberi lilin dengan angka 17.

"Kalian berdua berhentilah, dan Jungwon ayo sayang. Ucapkan permohonan mu"

Jungwon mengulum senyum, ia menutup mata dan akan bermohon tetapi dicegat oleh Sunghoon.

"Oke, jangan bergerak. Wajahmu sudah pas, aku mau memotret. Ibu juga diam, tapi bergerak juga boleh karena sudah cantik natural" Sunghoon sudah memposisikan lensa kamera dengan begitu baik, sebenarnya ia juga melihat wajah kesal Jungwon tapi ia biarkan karena kesempatan seperti ini tidak akan datang di hari esok. Setelah memastikan gambar yang ia tangkap sudah memuaskan, ia langsung melepas kamera dan ikut duduk. "Baiklah, lanjutkan. Aku mau makan donatnya, cepat!"

Bibi Park tertawa kecil, kemudian ia membiarkan Jungwon untuk kembali menutup mata dan membuat permohonan.

"Aku berharap, ibu dan ayah di surga tidak perlu khawatir karena bibi Park dan Sunghoon sudah seperti sosok kalian. Dan semoga orang-orang terdekatku sehat selalu" Jungwon membuka matanya dan segera meniup dua lilin angka tersebut. Bibi Park hanya tersenyum tapi Sunghoon terdiam.

"Ayo makan, donatnya buatan bibi ya?" Jungwon mengambil satu donat dengan toping coklat yang begitu lumer, tapi begitu melihat Sunghoon yang terdiam, ia tertawa pelan. "Ada apa? Tadi kau yang pengen donatnya bukan?"

Sunghoon menelan saliva "Jungwon, permohonan mu selalu sama. Apa kau tidak bosan?" Ia melirik Jungwon dengan ragu. Selama tinggal bersama, sepupunya tidak pernah meminta apapun, bahkan saat permohonan ulang tahunnya pun seperti sekarang, Jungwon selalu mendahulukan orang lain sebelum dirinya sendiri.

Jungwon tersenyum, ia menaruh donatnya kembali dan menggenggam tangan bibi Park juga Sunghoon. "Aku menyayangi bibi dan Sunghoon lebih dari apapun di dunia ini, bahkan melebihi diriku sendiri." Matanya yang bulat menatap bibi Park "Bibi adalah pintu surga ku dan Sunghoon adalah sosok kakak terbaik yang Jungwon miliki. Jika sudah punya kalian berdua, apa yang harus ku minta lagi?"

Bibi Park mengelus punggung tangan Jungwon "Sayangku Jungwon, Jika begitu. Kedepannya tetaplah menjadi dirimu"

Jungwon tertawa kecil dan mengangguk, bibi Park merentangkan tangan dan kedua putranya dengan spontan memeluk, masuk dalam pelukan yang begitu hangat.

BLIND [JAYWON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang