Pagi ini, Aluna sudah berada di depan kelas XI IPA 8. Seperti perjanjian kemarin, jika ingin aman, Aluna harus jadi babunya Alvaro. Nasib oh Nasib. Tak cukup kah jadi babu kakak tercinta? Kini juga harus menjadi babu badboy sekolah ini.
"Oi." Aluna memanggil pelan ke arah Alvaro. Namun tak juga di balas oleh Alvaro. Jangankan membalas, melihat pun tidak.
"Oi." Aluna kini mencoel lipid Alvaro pelan. Agar Alvaro menyadari keberadaannya.
"Lohh.. babu gue udah sampe. Mana tugas nya?" Alvaro menengadahkan telapak tangannya meminta pr yg dititip kepada Aluna.
"Ini. Gue langsung cabut ya." Belum lagi Aluna beranjak, namun kerah belakang seragam Aluna sudah ditarik oleh Alvaro.
"Mau kemana? Cepet amat." Aluna kembali menghadap kepada Alvaro.
"Ma-mau balik." Aluna menunjuk ke arah pintu kelas IPA 8 ini.
"Lo, belum tau nama gue?" Aluna mengangguk lalu menggeleng cepat.
"Gue tau kok."
"Terus, kenapa manggil nya tadi gak pake nama? HAH?!!" Nada bicara Alvaro menaik 5 oktav. Membuat Aluna tersentak kaget.
"I-iya maaf."
"Kali ini gue maafin. Tapi! Istirahat nanti lo harus kesini lagi. Jadi babu yang berbakti!" Alvaro berucap dengan nada sombong nya.
"Iya." Merasa keadaan sudah membaik, Aluna lari kencang keluar dari kelas terkutuk itu.
Sesampainya dikelas, Aluna ngos-ngosan setelah berlari kencang seperti melihat hantu saja.
"Lo kenapa Na?" Seren kini menatap Sahabatnya itu, sebenarnya Seren tak mencarinya. Ia hanya bingung kenapa temannya ini terlihat lelah.
"Dari tempat Alvaro."
"Ohhhh..."
"APA?!!" Seren terkejut, ia tak pernah tau jika temannya ini mempunyai teman seperti Alvaro."Diam,, jangan teriak-teriak. Gue lagi cape nih." Aluna lalu merogoh sakunya mengambil handphone miliknya. Kebiasaan selama 5 tahun terakhir, stalking oppa.
"Oke. Ternyata lo ada teman kayak Alvaro juga ya." Seren kembali bersuara. "Emang dia anak basket?" Seren memang bego, tapi terkadang begonya bikin emosi. Gak lihat keadaan sekitar.
"Udah ren. Gue cape. Mau cuci mata, cuci otak juga. Jangan nambah beban hidup gue." Aluna kembali fokus ke handphone miliknya.
"Jangan lupa. Lusa, suami lo bakal tampil basket lagi." Seren lagi-lagi ia membuka suara.
"Iya, jadwalnya Maleki udah gue ingat, udah dibuat pengingat di hp. Udah buat dikelender juga. Dan yang terpenting udah gue inget dihati dan pikiran gue. Gak bakal lupa. Maleki kan calon husband gue." Aluna tertawa lantang diikuti Seren yang geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya yang membucin busuk sejak 4 tahun terakhir.
Setelah melakukan 3 les pembelajaran, akhirnya bel istirahat berbunyi. Membuat seluruh siswa menutup buku dan berhambur keluar kelas.
"Na, kantin kuy." Seren memasukkan buku dan tempat pensil nya kedalam laci meja.
"Lo sama yang lain bisa gak Ren? Gue ada urusan." Nada bicara Aluna sedikit memelas seperti meminta pertolongan.
"Urusan apa sih? Perasaan Basket Putri gak pernah ada urusan pas istirahat." Seren kembali berucap.
"Bukan basket." Tetap sama, dengan suara memelas.
"Jadi? Gue temenin deh." Kini Aluna sudah tidak sabar lagi. Sungguh Seren sangatlah mengesalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Lost Without You
Teen FictionAlvaro memang diam, tapi bukan berarti ia tidak menyukai. Alvaro memang cuek, namun dibelakang Aluna ia selalu mencaritau. Alvaro memang mendukung Aluna untuk semakin dekat pada Maleki, namun bukan berarti ia tak cemburu. Menyukai dengan cara yang...